Kang Maman Suherman narasumber ketiga, adalah mantan wartawan dari  tahun 1986 - 2003 di Group Kompas Gramedia. Pertama menulis tentang kriminal, sesuai jurusan kuliah di kriminologi.
"Menulis bekerja untuk keabadian (Pram), untuk melawan kebisingan kita perlu teriak keras. Tapi dengan menulis, kita bisa teriak baik dalam diam atau bersuara," kalimat keren ini membuka sesi kang Maman.
Bagi siapapun yang pernah mengalami masa Orde Baru, merasakan bagaimana kebenaran selalu berpihak pada rezim yang sedang berlaku. Ketika era ini tumbang, Â mulai tahun 1998 euforia kebebasan berbicara atau berpendapat benar-benar terbuka.
"Pada era Orde Baru, penulis bergerilya untuk berteriak mengabarkan pada dunia. Pada tahun 1986, setiap headline ditongkrongin dari Kementrian Penerangan. Berita mana yang boleh terbit, mana yang tidak boleh dicetak. Ini sangat menyakitkan," tegas Kang Maman Suherman.
Secara khusus Kang Maman menjabarkan alasan, mengapa warga harus menulis;
Menulis Nilai Ekonominya Tinggi
Pria yang kerap menjadi notulen acara televisi berkisah, sudah menulis sejak kelas empat SD. Waktu itu puisi berjudul angsa putih, dimuat di sebuah majalah dan mendapat honor 50 perak--tahun 1974. Ketika sampai sekarang masih terus menulis, honornya jutaan kali lipat dari honor pertama.
Penulis itu Multifungsi
Era sekarang, seorang penulis bisa menjadi editor sekaligus produser bagi diri lewat medsos. Meskipun jurnalis warga, tapi menulislah untuk pencerahan dan pemerkayaan.
Seorang blogger yang hendak publish tulisan, bisa edit sendiri dan  publish sendiri. Melalui media sosial pribadi, tulisannya bisa dipromosikan tanpa biaya alias gratis.