Saya diajak keluar sekretariat masjid, melihat secara langsung kantor kas  Bank Daur Ulang ARRASYI. Terdapat ruangan khusus, berisi tumpukkan kardus diikat rapi. Pada periode tertentu, sampah terkumpul siap diangkut dan dijual ke pengepul.
Tanpa terasa empat tahun sudah, BDU ARRASYI beroperasi. Sebuah gerobak motor bercat biru gagah, adalah progres nyata dari pengelolaan BDU ARRASYI. Dua gerobak sampah menjadi asset, berharap terus berkembang dan membawa manfaat bagi masyarakat.
Obrolan saya beralih dengan satu takmir lagi, yaitu lelaki berwajah kalem Pak Didin namanya. Pogram sodaqoh biopori yang digawangi, berangkat dari keprihatianan atas minimnya daerah resapan di daerah penyangga Ibukota ini.
Akibat lahan yang terbatas, kini warga membuat rumah berdempetan. Belum lagi pengembang property, sampai tega menguruk daerah resapan untuk dibangun proyek perumahan. Permukaan tanah tak lagi terbuka, akibat dilakukan penyemanan secara permanen.
"Kalau sudah datang musim hujan, genangan air dapat disaksikan dimana-mana" Ujar Pak Didin dengan air muka kecut.
Genangan air hujan bercampur air got, berpotensi mengakibatkan penyakit. Kurang bagus bagi kesehatan, utamanya bagi anak anak, ibu hamil dan orang tua. Genangan ini pula, penyebab terjadinya banjir.
Ide sedekah biopori dirasa efektif dan efisien, apalagi pengerjaan atau pemasangan alat peresapan biopori ini relatif sederhana. Satu lubang penyerapan, dibuat dengan cara mengebor tanah sedalam 1- 2 meter. Kemudian dimasukkan paralon ukuran 3 inch (atau menyesuaikan kebutuhan), bagian atas paralon (sejajar permukaan tanah) ditutup kawat filter.
Kontribusi yang dilakukan, memang dampaknya relatif kecil dan sedikit. Namun apabila dilakukan dengan kontinyu dan konsisten, niscaya bak bola salju yang semakin membesar.