Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pulang adalah Obat

22 Januari 2016   11:18 Diperbarui: 22 Januari 2016   11:37 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

---

(Imam Syafii ; 767 - 820 M)

Beruntung saya gemar membaca, sampai suatu saat menjumpa kalimat indah dan luar biasa ini. Meski begitu, sejatinya keputusan merantau saya lakukan jauh hari sebelum membaca karya Imam Syafii ini. Sudah lebih dari dua dasawarsa, jejak kaki ini meninggalkan kampung. Selama itu pula, pengalaman baik pahit, getir dan manis hidup saya rasakan.

Memang ada semacam tradisi di kampung saya, utamanya setelah lulus Sekolah Menengah Atas. Pemuda pemudi di desa, dituntut menentukan jalan menuju masa depan. Ada yang meneruskan kuliah, atau ada yang bekerja di kota besar. Baru setelah lulus perguruan tinggi, ada yang kembali ke kampung namun kebanyakan tetap bertahan di kota.

Maka setiap pulang, saya sudah tak mengenal wajah-wajah yang saya jumpai. Pada teman semasa SD, SMP atau SMA, sudah menyebar kemana-mana. Kebanyakan yang tinggal adalah orang yang sudah sepuh, atau anak-anak masih kecil dan usia remaja.

Dunia rantau sendiri, bagi saya telah memproses banyak hal. Kepahitan demi kepahitan berseling manis hidup, berperan membentuk menjadi pribadi yang tangguh. Tak gampang merasa kecewa, pun tak gampang jumawa. Semua peristiwa kehidupan, sejatinya datang silih berganti. Tak ada yang berlaku seterusnya, tak ada yang permanen selamanya.

Pulang adalah Obat

Pada ibu di kampung, komunikasi saya tak putus. Secara rutin menghubungi perempuan sepuh ini, sekedar menanya kabar.

"denger suaramu sudah ilang kangenku" kalimat dari ibu dari ujung telepon.

Pada ibulah saya berbakti, seperti dawuh kanjeng Nabi Muhammad SAW. Yang wajib dihormati adalah ibumu, ibumu, ibumu baru ayahmu. Kalimat manusia sempurna ini, benar saya hunjamkan di kalbu. Sehingga saya menghormati ibu semampu saya bisa, baik dengan sikap dan ucap. Meski sedikit, saya usahakan rutin mengirim ke rekening beliau setiap bulan.

"Matur suwun ya le, bisaku cuma matur suwun dan doain kamu" ujar ibu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun