Sikap ini pula menggiring paradigma, bahwa menulis adalah menulis (titik). Keputusan itu terus terang membuat ringan hati ini, tak terbebani lagi sekedar posisi tulisan HL, HLT, atau yang ter dan sebagainya. Saya tak lagi kelabakan screen shot atau nge-save picture, ketika tiba-tiba diganjar HL oleh admin. Pun sama sekali tak sedih, ketika HLT pun tak mampir meski sudah mempersiapkan tulisan dengan sebaik-baiknya.
Sudut pandang dalam menulis saya dapati, tak lagi direpoti oleh urusan menang tak menang atau sekedar posisi tulisan.
Pasang Surut ber-Kompasiana,...
[caption caption="Dokumen Pribadi"]
Memang untuk hitungan kalender, saya masih junior dibanding teman yang aktif sejak awal Kompasiana berdiri. Malu dan lancang rasanya berani menyejajarkan diri, dengan Kompasianer yang sudah banyak sepak terjangnya.
Namun mengenal secara pribadi atau lewat tulisan, kompasianer atau admin yang luar biasa sungguh sebuah kebanggan.
Momentum akhirnya datang...
Menjadi tonggak sekaligus kilas balik, adalah ketika dinyatakan menang sebuah blogcomp. Sepuluh pemenang terpilih, dikirim ke Jogjakarta selama tiga hari. Mengikuti rangkaian kegiatan dari sponsor blogcomp, kemudian ditantang lagi menuliskan reportase. Ada gairah yang tiba-tiba menyeruak, seperti mendapatkan sebuah pengakuan baru.
Saya tak mau kecolongan, meresapi hikmah dibalik situasi. Keadaan yang menggelitik saya, justru memacu tak henti belajar dan belajar bagaimana menulis yang baik.
"Kemenangan dan Kekalahan sejatinya tak ada beda, masing-masing menjanjikan hikmah dibaliknya"
Quote diatas pernah saya jumpa di medos, benar-benar "MAK JLEB" di hati. Menang dan kalah adalah hal biasa, akan hadir setelah serangkain proses terjalani. Menjadi pemenang tidak berarti lebih mulia, dan berada di pihak yang kalah tidak berarti lebih hina. Menang adalah momentum untuk tak henti belajar, kalah adalah saat introspeksi sekaligus koreksi. Semua keadaan akan dihadapi siapapun, dipergilirkan pada waktu tak terduga.