Komite Sekolah
Hidup selalu berputar dan life goes on.
Tahun ini giliran saya menjadi orangtua siswa untuk anak saya yang masuk SMP negeri paling top di kota kami. Alhamdulilah sekarang tidak ada BP3. Alhamdulilah mulai tahun ini tidak ada RSBI yang bisa mengutip pungutan seenaknya. Semua sekolah negeri menjadi sekolah reguler dan sekolah reguler dilarang menarik pungutan, menjual buku, menjual seragam dan lain-lain.
Semenjak hari pertama masuk di dahului dengan MOS (Masa Orientasi Siswa) semua lancar-lancar saja. Tidak ada biaya sepeserpun yang perlu kami bayarkan. Saya lega setengah mati. Di jaman susah begini adalah sekolah top dengan kelas berpendingin udara dan dilengkapi dengan LCD yang gratis tis. Optimisme saya, sekolah negeri lain menempelkan plakat di depan sekolahnya "Sekolah ini tidak memungut biaya apa pun!" ... Dalam hati, sama-sama sekolah reguler pasti sama juga.
Setelah MOS berakhir, malam-malam anak saya memberitahu saya kalau besok pagi ada pertemuan orangtua murid dan guru. Mendadak sekali? Besok kan Ayah banyak urusan ... Ya okelah. Demi anak, saya sempatkan datang.
Saya datang sedikit terlambat. Ruangan itu penuh sekali. Banyak orangtua murid membawa anaknya. Akibatnya, sebagian dari kami duduk di luar atau berdiri di dalam. Boleh pilih. Sound system sekenanya, sehingga suara sayup-sayup dan tak jelas yang sampai ke telinga saja. Pak Kepala Sekolah berdiri di panggung, presentasi dengan dibekali laptop dan proyektor. Menjelaskan mengenai Kalender Pendidikan yang bertele-tele dibahas bulan demi bulan sampai Juni 2014. Standar-standar saja. Lalu membahas Kurikulum 2013 di mana anak sekolah harus membawa tas-nya yang berat ke sana-ke mari sesuai jam pelajarannya. Ya sudahlah maunya negara seperti itu mana bisa dibantah. Membahas pertukaran pelajar dengan negara lain, di mana kalau berminat ya harus mendaftar dan biaya sendiri. Fair-fair saja. So far ..
Kemudian, Beliau menjelaskan mengenai operasional sekolah. Kalau dana BOS tidak mencukupi jika harus mempertahankan seperti waktu RSBI dulu. Kelas ber-AC, LCD TV, dan whiteboard. Jika tidak ada tambahan dana, bisa-bisa kembali ke jaman kapur ... barengan sama dinosaurus kali. Jadi, sekolah membutuhkan suntikan dana. Sesuai aturan, sekolah tidak bisa memungut biaya ... tetapi Komite Sekolah bisa. Jadi kalau kurang dana, sekolah tinggal bilang ke Komite Sekolah, kami kurang sekian-sekian-sekian. Komite Sekolah memungut dari orangtua siswa. Begitu kira-kira. Jangan khawatir, sekolah tidak akan ikut campur dalam urusan ini. Orangtua siswa urusannya sama Komite Sekolah. Bayarnya ke rekening Komite Sekolah. .... Uenak betul. Dosanya sana duitnya sini.
Di akhir presentasinya, Kepala Sekolah memperkenalkan seorang pria, perawakan kecil, usia kira-kira 35-an, berbaju putih, saya tidak dengan waktu Beliau sebut namanya. Yang terdengar hanyalah bahwa pria itu wakil dari Komite Sekolah. Dan Kepala Sekolah mempersilakan pria tersebut untuk memulai orasi ... eh maaf presentasinya. Maka tampillah Beliau dan bismillah...
Saya keluar ruangan dan mendekat ke arah pintu depan agar lebih jelas. Namun speaker di situ justru membuat suara pria tersebut makin tidak jelas. Kira-kira yang saya tangkap, nanti tiap kelas akan dibentuk dewan kelas dan berisi ketua dan bendahara (atau sekretaris atau wakil ... saya lupa. Pokoknya dua orang saja untuk satu kelas) yang dipilih di antara orangtua siswa. Nah melalui dewan kelas ini lah orangtua siswa berkomunikasi atau berhubungan dengan Komite Sekolah. Kemudian Komite Sekolah nanti yang akan berhubungan dengan sekolah. Jadi tidak boleh orangtua berhubungan langsung dengan sekolah ..... (Apa ini maksudnya saya tidak tahu. Barangkali ini implementasi Kepmendiknas No sekian-sekian-sekian tahun 2002 yang menyebutkan Komite Sekolah mempunyai fungsi mediasi. Padahal di dalam UU Diknas tidak ada fungsi mediasi buat Komite Sekolah). Acara belum selesai jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.30. Saya harus bergegas pergi. Jadi saya tinggalkan tempat itu karena banyak sekali urusan lain yang harus saya lakukan hari itu.
Sepuluh hari kemudian, malam-malam, saya mendapat sms dari entah siapa. Namun ybs menyatakan mewakili dewan kelas anak saya. Beliau menyampaikan undangan agar esok hari menghadiri pertemuan orangtua siswa dalam rangka membahas sumbangan sekolah dan SPP sebagai tindak lanjut hasil pertemuan komite sekolah seminggu sebelumnya. Jadi saya balas, kenapa selalu mendadak mengirimkan undangan? Tetapi tidak ada jawaban ... Barangkali mereka berpikir semua orangtua siswa pensiunan sehinga setiap saat bisa hadir mengikuti pertemuan sekalipun mendadak undangannya. Karena tidak bisa hadir, saya forward sms tersebut ke istri saya agar dia yang menggantikan saya menghadiri pertemuan tersebut.
Besok malamnya saya telpon istri saya untuk menanyakan jalannya pertemuan tersebut. Istri saya kesal dan bilang kalau menyebalkan sekali. Pertemuan Komite Sekolah yang diceritakan di situ berlangsung tertutup sekali. Bahkan Wakil Dewan Kelas saja tidak diperkenankan masuk. Lalu diputuskan sekolah membutuhkan dana sekian milyar .... weleh .... dana BOS hanya 600 juta ... atau berapa gitu soalnya sinyalnya putus-putus. Untuk membangun mushola saja habis 700 juta ... lah tempat ibadah lagi .... perbaikan pintu WC habis 50 juta .... Jadi diputuskan oleh Komite Sekolah tiap siswa harus bayar sumbangan sekian juta ... plus SPP sekian ratus ribu per bulan. (Weleh-weleh .... jaman BP3 lagi. Bajunya saja yang ganti.) Dewan Kelas lain sudah sepakat, istri saya melanjutka, untuk mebayar separo dari sumbangan tersebut, sedang SPP tetap. Tinggal kelas anak kita yang belum putus. Demikian ceritanya, atau setidaknya begitulah yang saya tangkap.