Mohon tunggu...
Agung Susanto
Agung Susanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hukum

Hidup tanpa berfikir adalah Fana, tanpa memiliki arah tujuan yang jelas. Tetapi, berfikir tanpa didasari dengan suatu konsep idea akan menjadi tidak terarah. Hiduplah dengan berfikir kemana tujuan yang engkau akan arungi. Hingga sampai menemukan, sebab kenapa kamu hidup dan menjalani aktifitasmu sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Meneropong Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua

20 Mei 2021   15:08 Diperbarui: 20 Mei 2021   15:11 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Meneropong Kelompok Kriminal Bersenjata dari Perspektif Regulasi, Kriminologi dan Upaya-upaya yang perlu dilakukan"

Pada tanggal 29 april 2021 Pemerintah resmi menetapkan label KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) sebagai Kejahatan Terorisme. Keputusan ini diambil setelah pemerintah menerima dukungan dari berbagai pihak seperti TNI, Polri, BIN, Pemerintah Papua hingga masyarakat dan tokoh adat Papua, dalam memberantas aksi kekerasan yang belakangan kerap muncul di Papua (Abdur Rahim, Kompas, 29/4/2021).

Penetapan tersebut dilakukan bukannya tanpa sebab mengingat berbagai macam kejahatan yang telah dilakukan oleh KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Papua yang sering meresahkan masyarakat. Menurut Bupati Puncak, Papua, Willem Wandik berikut beberapa Kejahatan yang telah dilakukan oleh KKB yaitu :  1). Pembunuhan tukang ojek di Kampung Ilambet, Ilaga tanggal 9 Februari 2021. 2). Pembacokan perempuan di Kampung Juguloma, Beoga tanggal 18 Februari 2021. 3). Kontak tembak antara Paskhas dengan KKB di Bandara Amingganu tanggal 19 februari 2021. 4). Pembunuhan 2 orang guru SD dan SMP di Kampung Juguloma pada tanggal 8 dan 9 April 2021. 5). Pembakaran helikopter milik PT. Arsa Air di Bandara Aminggaru, Ilaga tanggal 11 April 2021. 6). Pembakaran rumah Kepala Sekolah SMP dan anggota DPRD di Kampung Juguloma, Beoga tanggal 13 April 2021. 7). Pembunuhan tukang ojek di Kampung Eromaga, Distrik Omukia tanggal 14 April 2021. 8). Pembunuhan pelajar SMAN 1 Ilaga di Kampung Ulomi tanggal 15 April 2021. 9). Pembakaran rumah Kepala Suku dan guru di Kampung Dambet, Beoga tanggal 17 April 2021. 10). Penembakan Kabinda Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya Nugraha di Kampung Dambet, Beoga tanggal 25 April 2021 (Fahreza Rizky, Sindonews, 01/5/2021).

Terlihat dari kasus diatas beberapa aksi brutal yang telah dilakukan oleh KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Papua bukan hanya menyasar aparat Pertahanan dan Keamanan Negara seperti TNI dan POLRI, tetapi juga menyerang Warga Sipil Rakyat Papua sendiri dengan brutal. Sebenarnya apabila kita menelaah lebih lanjut, apa yang menjadi tujuan dari KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) melakukan aksi-aksinya seperti yang sudah sebutkan diatas. Menurut Tito Karnavian sewaktu menjabat sebagai Kapolri, dia pernah berkata beberapa alasan yang melatarbelakangi tindakan dari KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) melakukan aksinya antara lain: Pertama, Hanya untuk mencari perhatian dunia internasional dengan tujuan ekploitasi masalah, supaya bisa meledak menjadi isu nasional maupun bahkan internasional, Kedua, Penyebab KKB melakukan aksi karena masalah kesejahteraan di Kabupaten Nduga masih belum sejahtera, Karena disebabkan problem ekonomi yang terisolasi (Surabaya, Tribunnews, 29/12/2018).

Sejalan dengan pendapat dari Tito, Dari penelitian yang dilakukan oleh lipi menemukan empat isu utama yang menjadi permasalahan di papua yaitu Pertama, marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang asli Papua, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Kedua, pelanggaran HAM dan kekerasan negara yang sampai hari ini belum ada masalah pelanggaran HAM yang diselesaikan secara adil, termasuk juga belum berhasil diputusnya siklus kekerasan di Papua yang dilakukan negara. Ketiga, sejarah dan status politik Papua yang terus diperdebatkan di kalangan orang Papua, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan Act of Free Choice pada 1962 yang menghasilkan integrasi (reintegrasi) Papua ke Indonesia. Keempat, kegagalan pembangunan berkaitan dengan implementasi UU Otsus Papua, terutama bila dilihat dari keberhasilan/kegagalan di empat sektor prioritas: pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan pembangunan infrastruktur (LIPI, 25/11/2011).

Terlepas dari Akar permasalahan yang terjadi sehingga KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) melakukan kejahatan-kejahatannya di Wilayah Papua. Perbuatan dengan Dolus melakukan Pembunuhan, penyiksaan, pembakaran dsb, merupakan suatu perbuatan dari Tindak Pidana. Selanjutnya, Dolus / Kesengajaan adalah merupakan satu dari banyak bagian dari kesalahan. kesengajaan pelaku memiliki hubungan kejiwaan yang sangat erat terhadap suatu perilaku yang terlarang dibanding dengan kealpaan/culpa.

Dilihat dari perbutannya dalam jenis kejahatan menurut Hukum Pidana perbuatannya yang dilakukan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) merupakan perbuatan dengan tergolong pada Dolus Indeterminatus. Menurut D. Hazewinkel Suringa, Dolus Indeterminatus yaitu Kesengajaan yang ditujukan kepada sembarang orang atau tidak memperdulikan apa/siapa yang menjadi korban (D. Hazewinkel Suringa, 1968 : 107 - 108).

Namun jika dilihat dari perspektif tujuannya KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) dalam memisahkan diri dari Indonesia, tindakan masih dapat digolongkan sebagai makar yang tertulis pada KUHP Pasal 106 dan diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. KKB dalam pendefinisiannya ialah pemberontak terhadap negara atau pemerintahan yang sah dan masih berhubungan dengan KUHP Pasal 108 dengan pidana ancamannya 15 sampai 20 tahun penjara. Namun, yang menjadi masalahnya dalam penerapan hukumnya tersebut hanya dapat diberlakukan bagi individu walaupun terdapat penyebutan tentang istilah makar, separatis, ataupun pemberontak.

Pelabelan Terorisme pada KKB                                  

Menurut pendapat dari Sezgin (2007) menyebutkan bahwa terorisme adalah konsep yang paling diperdebatkan dalam ilmu sosial dan mendefinisikan terorisme adalah salah satu pekerjaan yang paling memicu kontroversi dalam wilayah hukum dan politik. Terorisme adalah juga terminologi yang sering dipertentangkan dan sarat dengan subyektifitas.

Dari pendapat Sezgin diatas memang ada benarnya juga apabila dilihat dari perspektif dari Ilmu Sosial. Tetapi menurut penulis apabila dilihat dari persepektif hukum, Pelabelan dari KKB (Kelompok Kriminal Senjata) merupakan Terorisme sudah tepat. Karena mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang, Pasal 1 angka ke 2 definisi Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Penulis merasa Label yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan isi dari Pasal diatas.   

Lebih lanjut, Pada Tanggal 7 Januari 2021 Pemerintah telah mengundangkan Perpres 7 tahun 2021 tentang RAN Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme tahun 2020-2024 mendefiniskannya sebagai Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang selanjutnya disebut RAN PE adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme yang digunakan sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.

Labelling Theory                                                                                                                               

Dalam bukunya Crime, Shame and Reintgration (1989), John Braitwaite membicarakan masalah kondisi dimana reaksi social meningkatkan kejahatan, sebagaimana diyakini para penganut labeling teori, atau menurunkan kejahatan sebagaimana didukung oleh prediksi penghukuman. Pelanggaran-pelanggaran hukum menyebabkan lahirnya percobaan formal dari Negara serta usaha-usaha informal dari keluarga dan anggota masyarakat untuk mengontrol perbuatan salah itu.

Inti dari yang disebut Braithwaite sebagai shaming yaitu "all processes of expressing disapproval which have the intention or effect of invoking remorse in the person being shamed and/or condemnation by other who become aware of the shaming". Lalu Braithwaite membagi shaming menjadi dua macam yaitu : reintegrative dan disintegrative.

Dalam hal ini yang akan berlaku pada KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Menurut dari Teori Labelingnya Braitwaite dilihat dari disintegrative shaming yaitu menstigmatisasi dan meniadakan. Jadi akan menciptakan suatu label bagi KKB merupakan kelas orang-orang yang terusir dan terbuang atas suatu kejahatan yang dilakukannya. Pelaku tidak hanya dihukum atas perbuatannya tetapi juga di cap sebagai penjahat yang distigma oleh masyakatat. Akibatnya pelaku akan ditolak dari pekerjaan serta kesempatan yang sah lain untuk bergabung dengan masyarakat konvensional.

Langkah Selanjutnya                                                                                          

Langkah Pertama, Mengutip pendapat dari Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko, menyebut bahwa pendekatan sosial budaya diperlukan untuk menangani kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang masih menjadi teror di sejumlah wilayah di Papua. Pendekatan ini diperlukan khususnya terhadap kelompok bersenjata yang memiliki dendam masa lalu karena keluarga mereka menjadi korban dari tindakan operasi TNI-Polri (Gloria, Ugm.ac.id, 20/4/2021). Langkah ini yaitu pendekatan adat, misalnya dengan bayar denda adat atau bayar kepala dan upacara perdamaian. Tujuannya untuk memutus mata rantai dendam. Selanjutnya Persoalan KKB juga perlu ditangani secara sinergis antara TNI-Polri dengan Pemerintah Daerah, dan Tokoh Adat Papua dengan melakukan upaya Preventif memberikan pendidikan mengenai sosialisasi kebangsaan yang mumpuni pada Masyarakat Papua mengenai 4 pilar kebangsaan.

Langkah Kedua, Menurut Penulis langkah yang harus dilakukan di wilayah Papua terhadap kejahatan yang dilakukan oleh KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) yaitu dengan melakukan penegakan hukum sesuai dengan koridor dan hukum yang berlaku di indonesia, apabila KKB sudah ditetapkan dengan Label Terorisme maka Penegakannya harus sesuai dengan isi dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.

Langkah diatas harus dibarengi pula dengan pendekatan yang terbaik adalah Membarenginya dengan pendekatan kesejahteraan, pendekatan sosial, ekonomi dan budaya, sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Pihak LIPI maka permasalahan yang menjadi sebab munculnya suatu gerakan-gerakan radikal juga harus ditanggulangi dengan cara memperbaikinya secara komprehensif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun