Untuk mengisi kesenjangan, karyawan dapat secara sukarela bergabung menjadi peserta program dana pensiun yang dikelola oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Berdasarkan UU nomor 11/1992 yang dijelaskan lebih jauh oleh PP 76/1992 dan 77/1992, DPLK adalah Lembaga pengelola dana pensiun yang hanya dapat didirikan oleh lembaga keuangan seperti bank atau perusahaan asuransi jiwa. Peserta DPLK dapat berupa individu atau kelompok yang administrasi kesertaannya bisa didaftarkan oleh pemberi kerja. Program-program yang ditawarkan oleh DPLK adalah program kontribusi yang ditetapkan secara eksklusif Kepada pesertanya. Per Desember 2017, ada 23 DPLK di Indonesia yang mengelola total 75.5 triliun rupiah dana pensiun dari 2.961.942 peserta.
Namun demikian, masalah kesenjangan yang dijelaskan di atas masih tetap ada. Berdasarkan laporan OJK antara 2015 hingga 2017 menunjukkan bahwa pengembalian investasi tahunan (ROI) dana pensiun yang dikelola dalam DPLK berada di kisaran 5.8% hingga 6.3%. Laporan OJK juga mengungkapkan bahwa para peserta adalah risk averse. Hal ini ditunjukkan oleh total alokasi dana pensiun dalam laporan bulan Mei 2018: 61.14% dialokasikan dalam deposito; 31,2% dialokasikan dalam obligasi dan surat hutang; 3.75% dialokasikan dalam reksa dana dan sekuritas yang didukung aset; 3.88% dialokasikan dalam saham; dan sisanya ada di alokasi lain berupa tanah dan bangunan.
Dapat dikatakan bahwa, kebanyakan peserta program dana pensiun cenderung lebih ke arah alokasi yang sangat konservatif. dengan eksposur saham di bawah 20% dari dana pensiun. Hal ini bisa dipahami karena, portofolio dana pensiun dengan persentase alokasi saham yang lebih tinggi dapat dengan mudah kehilangan nilai sampai dengan 25% atau lebih pada saat terjadi penurunan pada nilai pasar modal yang parah.
Tapi, dana pensiun perlu tumbuh, sambil harus aman!
Di negara-negara di mana kondisi industri pensiun sudah lebih berkembang, peserta dana pensiun memiliki lebih banyak pilihan yang ditawarkan oleh pengelola dana pensiun, yang paling popular adalah Target Date Fund (TDF).
TDF, kadang-kadang juga disebut sebagai life cycle fund, yaitu pengelolaan dana yang menggabungkan berbagai strategi investasi ke dalam satu dana kelolaan. Konsepnya adalah bahwa peserta dana pensiun, berdasarkan tanggal target pensiun mereka, dapat dengan mudah memilih satu dana kelolaan dengan beragam alokasi aset yang akan dikelola untuk mereka selama seumur hidup. Alokasi aset dan investasi di dalam TDF akan menyesuaikan seiring waktu. Dana tersebut disusun untuk memenuhi kebutuhan hidup pada suatu saat di masa depan pada masa pensiun. Toleransi risiko TDF lebih agresif pada awal-awal usia produktif, kemudian seiring waktu menjadi lebih konservatif ketika mendekati tanggal target obyektifnya. Tanggal target obyektif ini biasanya adalah tanggal memasuki masa pensiun, bisa juga sebelumnya atau setelahnya, tidak mengikat.
Di U.S., lebih dari $700 miliar diinvestasikan dalam TDF pada akhir 2014. Sebuah studi oleh Aon Hewitt dan Financial Engines, dari 425 ribu peserta dana pensiunnya U.S., 401 (k), dari tahun 2006 hingga 2010 menemukan bahwa mereka yang menggunakan TDF memiliki imbal hasil rata-rata per tahun yang lebih tinggi.
Peserta dana pensiun yang mengelola alokasi dana sendiri memiliki portofolio yang jauh lebih berisiko karena mereka tidak menyeimbangkan secara aktif portofolio mereka. Pada saat krisis tahun 2008, sebagian dari peserta dana pensiun yang panik selama crash, membuang proporsi saham di portofolio mereka sampai habis, sehingga kehilangan kesempatan pada saat pasar rebound di tahun 2009.
Sebaliknya, setelah pasar melemah, TDF justru membeli lebih banyak saham murah untuk mempertahankan alokasi aset sebagaimana yang telah direncanakan.
 Di Indonesia, hingga saat ini, belum ada DPLK yang menawarkan TDF kepada peserta dana pensiun. Hal ini yang kemudian menjadi pertanyaan, mengapa tidak ada DPLK di Indonesia menawarkan TDF kepada para peserta pensiun?