Sudah lama sekali tidak membuat tulisan di Kompasiana. Kebetulan hari ini bertepatan dengan momen coblos wakil rakyat, tetiba ingat puisi yang saya tulis tahun 2009 lalu. Ketika bahasa saya masih sangat amatir (sekarang pun belum banyak berubah, tampaknya). Tetapi saya bersyukur karena puisi ini diapresiasi sehingga masuk dalam 10 besar Lomba Cipta Puisi Kebangsaan Pasca Pilpres di Semarang yang diadakan Yayasan Pendar Utama Indonesia, Dewan Kesenian Semarang dan dua/tiga institusi laen (tahun 2009 juga). Selamat menikmati. Kritik dan saran akan saya terima dengan senang hati.
Perahu Indonesiaku
Mataku tak akan terlewat
mengamati negara yang nampak seperti
Perahu dalam peta itu
Kata orang,
Negeriku adalah negeri yang subur
Tak ada yang kabur
Tak ada yang sia-sia dikubur
Semuanya makmur
Ini bukan ngelantur
Kata mereka sang ahli ukur
Aku, kamu, kitalah nelayannya
Semuanya melaut dengan bekal dayung
Dayung keyakinan,
Ayunan yang mantap
Dikayuh dengan penuh cinta,
Kesabaran dan air mata
Kemanakah kita akan pergi?
Ke negeri yang bernama demokrasi?
Entahlah
Sudahlah
Berharap sajalah
Lihatlah, apa yang akan terjadi
Kita nelayan yang membawa bekal
Untuk dimakan ditengah lautan
Semangkuk harapan
Sekeranjang pertikaian
Segelas prestasi
Seikat diskusi
Serta sebentuk cincin keakraban
Yang membuatmu dikenal dunia
Mereka tak akan asing dengan cincin itu
Yang mengenalkanmu sebagai negara demokrasi
Yang memaksamu memilih pengemudi
Yang akan membawa kita ke tengah lautan sana
Apakah mereka tau arah angin?
Apa mereka bisa membaca rasi bintang?
Apakah mereka tau dimana ikan ikan berkumpul?
Apakah jaring mereka jaring yang sempurna?
Tak ada yang tahu
Ia sudah berjanji
Akan membawa semua perlengkapan
Si pengemudi kapal yang katanya bijaksana
Yang telah mengotori tanganmu dengan tinta ungu
Menjanjikan dirimu bebas dari hari hari kelabu
Menjanjikanmu hidup yang lebih maju
Mengais harapan
Mengambilnya
Menanaminya dengan dusta
Lagi dan lagi
Ketahuilah,
Apa yang kau tanam itulah yang kau tuai
Jala yang kau lempar haruslah yang kau buat sendiri
Bukan tiruan atau imitasi
Bukan
Bukaan
Bukaaan
Bila kelak kau mendarat
Taruhlah ikan2 itu didalam keranjang
Bagikan kepada yang dibelakangmu saat berlayar tadi
Dan bagikan pada yang sakit dan tak ikut berlayar
Bagikan pada yang lelah karena kehilangan rumah
Pada yang lelah karena mencari kerja
Pada yang lelah karena tak punya saudara
Pada yang lelah karena susah
Jangan kau makan sendiri ikan ikan itu..
Perahumu cukup besar
Untuk dinaiki sendirian
Kau perlu teman
Yang menolong saat perahumu goyah
Saat angin nampaknya tak bersahabat
Saat rasi bintang muncul
Dan rembulan tersenyum
Kau butuh kawan
Untuk melihat itu semua
Bila salah satu hampir tenggelam,
Yang lain mengulurkan tangan
Jangan kau racuni ikan ikan di dalam sana
Jaringlah ia dengan wajar
Dan percayalah
Tuhan akan memasukkan ikan hingga jaringmu penuh
Hingga kau bisa membawanya ke daratan
Dan membaginya dengan mereka yang membutuhkan
Janganlah berlayar terlalu kencang
Kau belum kuat
Tapi yakinlah
Kau, sang pengemudi kapal
Akan selamat dan kembali ke tepi
Membawa sekeranjang ikan demokrasi
yang kau bawa dari negeri di tengah laut
Tempat semua harapan terpaut
-Linna-
(2009)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H