Mohon tunggu...
Agrindo Zandro
Agrindo Zandro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Milenial, Bahasa Zaman Now!

16 Mei 2022   08:31 Diperbarui: 16 Mei 2022   08:33 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Milenial, Bahasa Pergaulan Masa Kini

Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengalir dengan begitu deras. Media sosial menjadi sarana, saluran, sekaligus kekuatan dalam pola penyebaran informasi. 

Pola penyebaran informasi ini berlangsung secara cepat dan mencakup seluruh dunia. Kejadian yang terjadi di Eropa, seperti serangan Rusia di daerah-daerah Ukraina dengan cepat diketahui oleh semua penduduk dunia dan menjadi perhatian serta pusat empati masyarakat global.

Perkembangan teknologi tersebut tanpa disadari, telah mentransformasi unsur-unsur kebudayaan manusia secara mondial dan komprehensif. Dalam ilmu antropologi, terdapat 7 unsur kebudayaan, yaitu; bahasa, kesenian, mata pencaharian, organisasi, sistem kepercayaan, ilmu pengetahuan. 

Dari ketujuh unsur kebudayaan ini, bahasa memainkan peranan yang amat penting, sebab bahasa adalah elemen simbolik yang membawa dan memberi pengertian tentang realitas manusia. Bahasa menjadi jembatan pengenalan dan pengertian antarmanusia secara kodrati. Dengan bahasa orang dapat berkomunikasi, berelasi, bekerja sama, dan hidup bersama dalam tatanan harmonisasi.

Dalam komunikasi saat ini, terutama dalam media sosial, terdapat suatu bagian unik yang sedikit meresahkan dan juga membingungkan, yaitu transformasi atau evolusi dalam ranah bahasa. Perubahan semacam ini terjadi secara arbitrer dan spontan. Tidak ada lagi kepedulian mengenai bahasa atau kosa kata yang yang digunakan. 

Benar dan salah kosa kata tertentu bukan lagi persoalan. Yang penting antara orang yang berkomunikasi atau berinteraksi sama-sama mengerti. Di sini, generasi milenial sebagai anak-anak zaman now, memainkan peranan yang sentral dalam proses perubahan ini. Sehingga dapat disebutkan ragam bahasa tersebut dengan sebutan "Bahasa Milenial". 

Bahasa yang dimaksud tersebut bukan berupa kolaburasi bahasa asing dari berbagai jenis bahasa di dunia, melainkan rupa dan bentuk baru yang berasal dari daya kreativitas manusia digital. 

Daya kreativitas ini secara nyata dan lugas tersampaikan dalam media sosial. Jadi, fenomena 'bahasa milenial' ini hanya terdapat dalam media sosial sebagai sarana komunikasi yang mencakup semua orang dari semua kalangan di seluruh dunia.

Ragam bahasa milenial pertama berupa singkatan dan akronim. Sering dalam caption atau percakapan media sosial terdengar atau terlihat kata-kata seperti; jombi (jomblo bingung), tbl (takut banget lo), pansos (orang yang suka cari perhatian), santuy (santai), nongky (nongkrong kita), otw (on the way), gabut (gaji buta), dan lain-lain. Kata-kata seperti ini sangat sering digunakan dalam komunikasi anak-anak milenial. Terkadang ada kebingungan untuk mengerti, tetapi kemudian akan terbiasa dengan corak bahasa seperti ini.

Ragam bahasa milenial yang kedua adalah penggunaan bahasa Inggris. Yang paling sering digunakan adalah kosa kata berikut; sorry, by the way, prefer, speak up, job, lol, CMIIW, OMG, bestie, dan lai-lain. Semua kata-kata ini sangat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari anak milenial. Bahkan ada satu kecenderungan bahwa generasi milenial lebih pandai menggunakan bahasa seperti ini dari pada bahasanya sendiri, bahasa Indonesia.

Ragam bahasa yang ketiga bersumber dari bunyi-bunyi. Bahasa semacam ini sangat unik, karena hanya terdapat beberapa kosa kata saja. Seperti; "dukduk...dukduk..." atau "dagdigdug..." yang mengisyaratkan perasaan gugup, lalu ada lagi "tulalit..." yang berarti salah sambung atau gagal fokus. Kemudian "ccccchh..." yang menandakan kekaguman. Mungkin ada kosa kata lain, namun yang tertera di sini adalah kata-kata yang sering digunakan dalam komunikasi masa kini.

Ragam bahasa milenial yang keempat berupa emoji dan gambar mini atau sering disebut stiker. Penggunaan ragam bahasa ini biasanya mengarah pada pengungkapan perasaan tertentu. Sehingga ketika orang sedang bersedih, dia tidak perlu mengetik "aku lagi sedih" melainkan cukup memilih emoji sedih dan orang lain yang melihat emoji itu akan langsung mengerti bahwa orang bersangkutan sedang bersedih. 

Emoji ini beraneka ragam rupanya sesuai dengan kondisi perasaan seseorang. Ada yang berupa wajah, ada pula makanan, buah, hari libur, binatang, pernak-pernik, dan lain-lain. Semuanya merupakan bentuk ekspresi manusia akan sesuatu yang dialami atau dirasakannya.

Sedikit berbeda dengan emoji, stiker terlihat lebih kreatif. Biasanya terdapat gambar manusia atau hewan (asli) lalu ditambah dengan tulisan atau caption yang juga mengungkapkan perasaan seseorang. Emoji biasanya ada dalam format keyboard dari android, tetapi stiker biasanya dibuat secara manual menggunakan foto atau gambar tertentu.

Demikian dapat dilihat dan dipahami ragam bahasa milenial yang trend saat ini. Semua ragam bahasa tersebut pada dasarnya hendak mengomunikasikan suatu pengalaman dan perasaan yang menyertainya kepada sesama di media sosial. Namun, sebagai pengguna media sosial dan anak zaman now, hendaknya kita berperilaku bijak dalam pemanfaatan media ini, terutama dalam berkomunikasi. Sebab pada hakikatnya, komunikasi merupakan kegiatan menyampaikan informasi dan informasi itu haruslah sebuah kebenaran. Sampai di sini, ada sebuah pertanyaan yang menggelitik; Apakah ragam 'bahasa milenial' di atas sungguh-sungguh menyampaikan sebuah kebenaran kepada sesama? Ataukah sekadar mencari perhatian public demi ketenaran semu?

Bahasa milenial merupakan bukti nyata dari suatu kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kenyataan ini tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang tidak penting, nirfaedah, tabu, atau berbehaya. Kiranya sepekulasi negatif seperti ini tidak ada dalam pikiran insani kita.

Secara tidak langsung, bahasa milenial ini menjadi pahan permenungan dan refleksi bagi semua orang untuk mentransformasi diri. Transformasi di sini bukan berarti 'ikut-ikutan' tetapi hendaknya kita mengetahui apa hakikat dan intisari dari bahasa milenial kemudian menggunakannya secara bijak. 

Fenomena 'bahasa milenial' bukanlah hal negatif yang harus dihindari. Pemikiran seperti ini tentu tidak bijak. Marilah mengenal dan menggunakan 'bahasa milenial' untuk mengungkapkan kebenaran sehingga kebenaran ini dapat hidup di tengah peradaban manusia yang semakin maju.

Agrindo Zandro

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun