PAPER:
AGAMA MEMBENTUK KEPRIBADIAN MAHASISWA Â ANTI-RADIKALISME
OLEH:Â
AGRINDO ZANDROÂ
 Abstrak
Tulisan ini meletakan fokus pada upaya-upaya agama dalam membina, membentuk, dan mempelopori mahasiswa anti radikalisme. Saya berusaha melihat lebih dalam bagaimana peran agama dalam membina generasi penerus bangsa yang saat ini sedang dalam masa-masa belajar mengenal dan memahami bagaimana menjalani hidup yang baik dan benar dalam ranah kebhinekaan. Kecenderungan terbesar yang tampak ialah sebagian besar mahasiswa turut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan ekstrim dengan keinginan untuk merubah tatanan sosial dan politik dengan cara kekerasan dalam ibu pertiwi ini. Tentu saja tujuan dari kegiatan ini patut diapresiasi. Namun cara atau jalan menuju tujuan ini terlihat kurang bermartabat. Terdapat kerugian yang dihasilkan akibat gerakan radikal, seperti; rusaknya infrastruktur pemerintah. Agama sebagai badan atau sistem pembinaan moral harus hadir di tengah situasi yang tidak kondusif dalam negeri ini sebagai pembina hidup bukan malah menjadi promotor perpecahan.Â
Kata Kunci: Agama, Radikalisme, Mahasiswa, Pembinaan.
Pengantar
Kehidupan di bumi ibu pertiwi mengalami masa yang tidak mudah. Radikalisme di berbagai aspek kehidupan terus berupaya menghantui ibu pertiwi lewat tindakan ekstrim dan juga anarkis yang dilakukan oleh anak-anak bangsa atau generasi penerus. Latar belakang dari gerakan radikal ini ialah kecintaan terhadap agama sendiri dan menjadikan yang berbeda sebagai musuh. Konflik bernuansa agama yang terjadi di Maluku dan Poso amat memprihatinkan kita dan merupakan ironi yang sulit bisa kita pahami.Â
Bagaimana mungkin agama yang kita artikan sebagai lembaga mulia untuk mengangkat martabat dan derajat manusia bisa menjadi motivasi untuk bertikai, bahkan sampai menggunakan kekerasan yang tidak manusiawi?[1] Bila terjadi tindakan radikal yang termotivasi oleh kecintaan terhadap agama, maka terdapat kesalahan dalam penafsiran agama.Â
Tulisan Bernadus yang merujuk pada gagasan Collin J. Beck menjelaskan bahwa radikal sebagai kata sifat, memberikan gambaran pada orang (pribadi atau kelompok), ide dan tindakan, atau pendapat di luar realitas politik kekinian, berorientasi pada perubahan subtansial pada bidang sosial, budaya, ekonomi, dan struktur politik; dan dilakukan oleh siapapun di luar sarana kelembagaan.