Sejak diluncurkannya program Dana Desa pada tahun 2015, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan triliunan rupiah untuk mendorong pembangunan dan kesejahteraan di tingkat desa termasuk berbagai program pemberdayaan masyarakat. Namun, dalam perjalanannya, berbagai kasus penyelewengan dana desa ini mencuat, menandai adanya kelemahan dalam sistem pengawasan yang seharusnya memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran tersebut.
Kasus Penyelewengan Dana Desa
Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa sejak 2015 hingga 2022, terdapat 851 kasus korupsi dana desa yang melibatkan 973 pelaku, dengan sekitar 50% di antaranya adalah kepala desa. Modus operandi yang sering digunakan meliputi penggelembungan dana (markup) dalam pengadaan barang dan jasa, serta penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.
Kelemahan dalam Pengawasan
Beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap dana desa antara lain:
1. Keterbatasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP): Jumlah dan kapasitas APIP di tingkat daerah seringkali tidak memadai untuk mengawasi ribuan desa secara efektif.
2. Kurangnya Partisipasi Masyarakat: Minimnya keterlibatan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa membuat penyelewengan lebih mudah terjadi tanpa deteksi dini.
3. Kompleksitas Regulasi: Aturan yang rumit dan birokratis seringkali membingungkan aparat desa, yang dapat dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan penyelewengan.
Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pengawasan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran strategis dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2020, BPD bertugas mengawasi kinerja kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa. Hasil pengawasan ini disampaikan kepada kepala desa dalam musyawarah BPD dan juga dilaporkan kepada camat serta Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, BPD berfungsi sebagai penyeimbang (checks and balances) dalam tata kelola pemerintahan desa.
Upaya Perbaikan Pengawasan
Pemerintah telah melakukan beberapa langkah untuk memperkuat pengawasan dana desa, antara lain:
Pembentukan Satgas Dana Desa: Pemerintah membentuk Satuan Tugas Dana Desa yang bertujuan untuk mengawasi dan memastikan penggunaan dana desa sesuai dengan peruntukannya.
Peningkatan Peran Inspektorat Daerah: Mendorong bupati/walikota untuk memberdayakan aparat pengawas fungsional di daerah serta melakukan pembinaan kepada desa untuk pelaksanaan keterbukaan informasi.
Penguatan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD): Optimalisasi fungsi pengawasan BPD dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas anggota BPD melalui pelatihan teknis dalam pengawasan pengelolaan dana desa dari mulai tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pelaporan serta pertanggungjawaban.
Pelibatan Masyarakat: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa melalui mekanisme pelaporan dan transparansi informasi.
Kesimpulan
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, kasus penyelewengan dana desa masih marak terjadi, menunjukkan bahwa pengawasan yang ada belum optimal. Diperlukan sinergi antara pemerintah, aparat pengawas, BPD, dan masyarakat untuk memastikan dana desa digunakan sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan di tingkat desa. Penguatan peran BPD dalam pengawasan, peningkatan kapasitas APIP, serta keterlibatan aktif masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H