AADC2? Cobalah lihat antrean di bioskop minggu akhir April dan awal Mei lalu. Gila! Mengular panjang. Di beberapa bioskop, bahkan sampai antre di luar gedung. Gara-gara film Civil War Captain America (CWCA)? Bukan! Meski film impor itu juga laris, tapi antrean ini gara-gara pesona Oom Rangga dan Tante Cinta (mereka sudah jadi emak dan (harusnya) bapak!). Ya, Dian Sastro dan Nicholas Saputra kembali jadi sepasang remaja yang mengundang kerumuman di bioskop nasional belakangan ini.
Bayangkan, dari 4 layar bioskop di tempat yang saya tuju, 1 memutar CWCA dan 3 memutar AADC2! Wuih… inilah penghormatan pada film nasional yang patut diacungi jempol (kapitalis tentunya). Ya… balik lagi ke soal doku alias duit. Bayangkan, katanya hari pertama saja AADC2 sudah ditonton 200 ribu orang. Kalikan dengan rata-rata nett satu harga tiket dapatnya 10 ribu. Ya, dua miliar bos! Itu konon baru sehari. Sekarang? Katanya sudah tembus 3 juta! Kalikan 10 ribu nett, dapatnya? Silakan hitung sendiri… Dan, saya pun gigit jari waktu pengen melihat pesona Mas Chris Evans dan Mbak Scarlett Johansson di CWCA, karena dapatnya tiket malah jadi Oom Nicho dan Tante Dian. Ya sementara CWCA ngalah dulu ya.. sekali-kali jadi nasionalis pecinta film nasional ngapa?
Yes… dan akhirnya… inilah hasilnya. Saya bagikan dari 10 kekecewaan setelah menonton AADC2
1. Katanya Jogja.. kok setingan sewa mobilnya AD
Di mana-mana, mobil Jogja itu ya AB. Sebagai orang Jogja asli, terus terang saya kecewa. Mbak produser Mira Lesmana yang ngakunya cinta berat dengan Jogja melupakan hal detail ini. Kok bisa? Ah… lupakan orang properti yang cari mobilnya. Anggap saja dia orang Solo yang jealous dan menyisipkan ke-Solo-annya di film ini.
2. Alya tak lagi ada
Ini sudah dibahas panjang kali lebar banyak artikel lain. Yang jelas, kalau ada paket gado-gado, ini ibarat gado-gado kurang bumbu kacang
3. Pasangan keluarga muda(h) yang terlalu dipaksakan
Tokoh Mamet dan Milly adalah salah satu yang lumayan cocok dipasangkan. Bikin scene cukup mengundang tawa. Tapi coba, apa peran Christian Sugiono di sana? Jadi pengawal Titi Kamal?
4. Banyak adegan yang seolah ditambal sulam
Ini belum akan saya bocorkan. Tapi mending tonton sendiri. Bagaimana ada adegan (menurut saya) kurang perlu, tapi demi kecintaan Mbak produser dan Om Sutradara, sepertinya jadi dipaksa masuk scene.
5. Sponsor oh… sponsor
Siapa sih yang nggak tergoda duit sponsor di tengah harus syuting sampai ke New York segala? Tapi yaah.. lumayan cantik lah di sini mainnya. Coba dengar baik-baik, sebutkan kata “fokus” yang masuk dalam scene. Kalau kamu tidak nemu, itu artinya kamu belum minum A..nu.
6. Mampirnya “pesan” politik
Ini sah-sah saja sebenarnya. Tapi kalau yang nonton generasi golput, saya rasa kalimat yang dimainkan cukup mengganggu kenikmatan scene yang dibuat. Silakan cek dan tonton sendiri buat yang penasaran.
7. Latar belakang peran yang kurang tergali rapi
Ini memang PR yang lumayan berat. Betapa tidak, rentang 14 tahun dari SMA tiba-tiba sudah jadi mahmud semua. Pasti susah memikirkan bagaimana membuat logika di balik periode sekian lama. Untung saya posisinya sebagai penonton. Layaknya pengamat sepakbola, boleh dong lebih ahli mengkritisi dibanding pemainnya.
8. Ciuman yang tak seindah kisah lama
Kalau saya jadi sutradara, pasti saya cut cut dan cut adegan itu. Take ulang minimal 100 kali. Soul-nya udah beda banget dengan ciuman di kisah AADC lama. Ah… tonton saja sendiri adegannya.
9. Mereka tak lagi muda, tapi masih diperlakukan layaknya kisah anak-anak SMA
Mbak Dian yang (masih) kinclong, Mas Nicho yang (tetap) cool. Emang sih.. masih memesona. Tapi, ah.. nonton sendiri saja deh. Saya nggak mau komentar lagi. Takut merusak mood bayangan orang-orang yang masih penasaran.
10. Ini film cinta atau My Trip My Adventure?
Yaah… coba sendiri deh. Saya nggak mau bocorin spoiler-nya kenapa saya komentar ini. Yang jelas, ada 3 lokasi yang dijadikan tempat syuting, New York, Newyorkarto, dan Jakarta.
Itulah 10 kekecewaan saya AKIBAT menonton AADC2. Untungnya… alasan no 10 itu jugalah yang menggugurkan semua kekecewaan tadi. Buat orang yang suka dengan Jogja (menurut nama resmi masih YOGYAKARTA, belum jadi Jogja), yang pernah kuliah di sana, hidup di sana, mampir di sana, atau pernah punya gebetan dari sana, ini film yang sangat layak untuk bernostalgia tentang Yogya. Istilah “ngebut benjut”, mbok-mbok jamu di Pasar Legi Kotagede, gumuk pasir hitam di pantai Selatan, plus tempat-tempat baru yang sedang tren di Yogya. Jadi ingat lagunya KLA Project… ah.. andai lagu itu masuk sebagai soundtrack, pasti lebih mengena (maafkan aku Mbak Melly dan Om Anto, aku masih lebih suka soundtrack lagu AADC yang lama).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI