Mohon tunggu...
Agnino MuhammadKevin
Agnino MuhammadKevin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Main Game, Basket

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Transformasi Polietilen Tereftalat Menjadi Poliester sebagai Bahan Tekstil untuk Mengurangi Sampah Plastik

23 Mei 2023   11:39 Diperbarui: 23 Mei 2023   11:47 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengklasifikasian polimer ada beberapa macam, diantaranya; bedasarkan sumbernya yaitu polimer alam dan juga polimer sintesis, lalu ada yang berdasarkan strukturnya ada yang berbentuk linear, poimer bercabang, dan polimer ikatan silang

Selanjutnya pengklasifikasian polimer berdasarkan gaya intermolekuler, dan berdasarkan jenis monomernya, monomer pada polimer dibagi menjaddi; homopolymer dan kopolimer, homopolymer terbentu dari monomer yang sejenis, sedangkan kopolimer terbentuk dari lebih dari satu jenis monomer. Kopolimer dibagi menjadi beberapa jenis yakni kopolimer acak, yaitu kopolimer yang memiliki beberapa satuan ualang yang tersusun secara acak pada rantai polimernya: ...-A-B-A-A-B-A-A.-..., kemudian kopolimer bergantian, kopolimer ini memiliki beberapa kesatuan ulang yang berselang- seling pada rantai polimer: ...-A-B-A-B-A-B-A-B..., kopolimer blok, yaitu kopolimer yang memiliki kesatuan berukang yang selang- seling dengan kesatuan ulang lainnya: ...-A-A-A-A-B-B-B-B-A-A-A-A-...

Jenis- jenis Polimer

Jenis polimer sintesis yang biasa ditemukan diantaranya; Akrilonitril butadiena stirena (ABS)Polietilen ikatan silang (PEX, XLPE)Etilen vinil asetat (EVA)Poli (metil metakrilat) (PMMA)Poli(etil metakrilat) (PEMA)Asam poliakrilat (PAA)Poliamida (PA)Polibutilena (PB)Polibutilena tereftalat (PBT)Polikarbonat (PC)Polyetheretherketone (MENGINTIP)Poliester (PE)Polietilena (PE)Polietilen tereftalat (PET, PETE)Polimida (PI)Asam polilaktat (PLA)Polioksimetilena (POM)Polifenil eter (PPE)Poli(p-fenilena oksida) (PPO)Polipropilena (PP)Polystyrene (PS)Polisulfon (PES)Polytetrafluoroethylene (PTFE)Poliuretan (PU)Polivinil klorida (PVC)Polivinilidena klorida (PVDC)Styrene maleic anhydride (SMA)Styrene-acrylonitrile (SAN)Tritan Kopoliester, jenis polimer tersebut biasa dipakai untuk industry plastik dan juga barang lainnya

Dengan melimpahnya jenis polimer sebanding dengan besarnya produksi polimer tersbut seperti dijadikan botol plastik, konstruksi, geosintetik, dan lain sebagainya, berbanding lurus pula dengan limbah yang akan dihasilkan, yang membuat adanyapolusi plastik, pencemaran organic persisten, maka dari itu polimer dengan bahan sintesis menjadi perhatian yang serius. Yang bila dilihat dari sifat dan karakteristik dari polimer sintesis ini dapat di daur ulang. Contoh yang dapat diambil adalah limbah pastik PET yang dapat dijadikan bahan textile seperti dakron dan bahan textile lainnya.

Teknik Pembuatan Polimer

Reaksi yang ada pada polimerisasi umumnya adalah reaksi eksoterm atau reaksi yang melepaskan panas, dan bila dalam reaksinya tidak di control dengan baik maka akan menyebabkan ledakan, dalam teknik pembuatan polimerisaasi ini ada empat cara membuat suatu polimer yakni dengan; bulk polymerization (polimerisasi massa), solution polymerization (polimerisasi larutan), suspension polymerization (polimerisasi suspensi), dan emulsion polimerization (polimerisasi emulsi), empat teknik tersebutlah yang berperan besar dalam pembuatan suatu polimer.

a. Polimerisasi massa, adalah teknik sederhana dan menghasilkan polimer dengan tingkat kemurnian yang tinggi, dengan memakai monomer awal yang larut dalam pelarut an terkadang reagen pengubah rantai untuk mengontrol berat molekul dari polimer. Kelebihan dalam memakai teknik polimerisasi massa adalah persentase hasil yang tinggi, untuk mengambil polimer kembali dalam larutan pun reatif mudah. Ada kemungkinan campuran polimerisasi yang dipilih sebagai produk akhir. Beberapa masalah dalam polimerisasi massa termasuk kesulitan dalam menghilangkan panas yang dihasilkan selama proses tersebut. Polimerisasi radikal bebas sangat eksotermik dan dapat mencapai suhu 400 oC, sedangkan konduktivitas panas dari monomer organik dan polimer pada umumnya rendah. Kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan polimerisasi yang akan menghasilkan panas tambahan yang perlu dihilangkan. Penghilangan panas menjadi sulit ketika mendekati akhir polimerisasi karena viskositas yang tinggi. Viskositas yang tinggi membuat adukan sulit dan menghalangi difusi radikal rantai panjang yang diperlukan untuk mengakhiri reaksi. Konsentrasi radikal akan meningkat dan sebagai akibatnya kecepatan polimerisasi juga akan meningkat. Difusi dari molekul monomer kecil ke sisi propagasi menjadi lebih tidak terhambat, sehingga kecepatan terminasi akan menurun dengan cepat dibandingkan dengan kecepatan propagasi, dan secara keseluruhan kecepatan polimerisasi meningkat yang diiringi dengan penambahan panas. Proses auto akselerasi ini dikenal sebagai efek Norrish-Smith, Trommsdorff, atau efek jel. Dalam praktiknya, penghilangan panas selama polimerisasi massa dapat ditingkatkan dengan menyediakan saluran untuk memindahkan panas yang dihasilkan atau dengan melakukan polimerisasi massa dalam tahapan terpisah dari konversi rendah sampai sedang. Polimerisasi massa dapat digunakan untuk beberapa jenis polimerisasi radikal bebas dan polimer pertumbuhan bertahap (kondensasi). Contoh polimer yang dibuat melalui teknik polimerisasi massa adalah polistiren dan poli(metil metakrilat).

b. Polimerisasi larutan, Untuk memudahkan penghilangan panas selama proses polimerisasi, dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut organik atau air. Namun, perlu diperhatikan biaya produksi agar tidak terlalu mahal. Selain itu, pelarut yang dipilih harus memiliki kemampuan sebagai penghantar panas yang baik. Dalam memilih pelarut, harus mempertimbangkan beberapa persyaratan seperti kelarutan reagen awal dan monomer, serta karakteristik pelarut seperti pengubah rantai, titik leleh, dan titik didih yang sesuai dengan kondisi polimerisasi. Pemilihan pelarut juga dipengaruhi oleh faktor seperti titik bakar, harga, dan sifat racun. Contoh pelarut organik yang cocok adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik seperti ester, eter, dan alkohol. Reaktor yang digunakan biasanya terbuat dari stainless steel atau kaca. Namun, kendala dari polimerisasi larutan ini adalah hasil yang rendah dan memerlukan tahapan terpisah dalam pengambilan kembali larutan. Beberapa polimerisasi radikal bebas dan ionik dilakukan dalam larutan, seperti poli(asam akrilat), poliakrilamida, poli(vinil alkohol), dan poli(N-vinilpirolidinon). Sedangkan polimer yang dapat dibuat dalam pelarut organik adalah poli(metil metakrilat), polistiren, polibutadien, poli(vinil klorida), dan poli(vinilidin fluorida).

c. Polimerisasi suspensi, Dalam proses polimerisasi suspensi, bahan awal dan monomer yang digunakan tidak dapat larut dalam air. Oleh karena itu, reaktor dilengkapi dengan pengaduk untuk memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tercampur dengan baik. Terkadang, dalam polimerisasi radikal bebas, reagen pengubah rantai ditambahkan untuk mengontrol berat molekul. Monomer akan membentuk tetesan yang terdiri dari bahan awal dan reagen pengubah rantai dengan diameter 50 - 200 m, dan bertindak sebagai reaktor mini. Pelekatannya dicegah dengan menambahkan koloid pelindung, seperti poli(vinil alkohol), dan dengan pengadukan yang terus menerus. Setelah polimerisasi selesai, partikel akan mengeras dan dapat dipisahkan melalui penyaringan dan dicuci. Meskipun biaya pelarut dan proses pemisahan lebih murah dibandingkan dengan polimerisasi larutan, kemurnian polimer dalam polimerisasi suspensi lebih rendah karena adanya reagen tambahan yang sulit dipisahkan dengan sempurna. Selain itu, biaya reaktor juga lebih mahal. Beberapa polimer yang dapat dibuat dengan teknik polimerisasi suspensi adalah resin penukar ion stiren, poli(stiren-co-akrilonitril), dan poli(vinilidin khlorida-co-vinil khlorida).

d. Polimerisasi emulsi, teknik lain yang menggunakan air sebagai reagen penyalur panas adalah melalui polimerisasi emulsi. Selain air dan monomer, reagen pemula larut dalam air, reagen pengubah rantai, dan surfaktan juga digunakan. Molekul monomer yang tidak dapat larut dalam air membentuk tetesan yang besar dan stabil karena molekul surfaktan. Ukuran tetesan monomer bergantung pada temperatur polimerisasi dan kecepatan pengadukan. Pada konsentrasi surfaktan tertentu, molekul surfaktan membentuk "misel". Misel dapat berbentuk bulat atau oval tergantung pada jenis surfaktan dan memiliki panjang sekitar 50 dan terdiri dari 50-100 molekul surfaktan. Perbedaan utama antara polimerisasi suspensi dan polimerisasi emulsi adalah bahwa dalam polimerisasi emulsi, reagen pemula harus larut dalam air. Contoh reagen pemula yang larut dalam air adalah K2SO4. Selama proses polimerisasi emulsi, molekul monomer yang larut dalam air dapat berpindah dari tetesan monomer melalui air ke pusat misel. Polimerisasi dimulai ketika reagen radikal pemula memasuki misel yang terdiri dari monomer. Karena konsentrasi misel sangat tinggi, yaitu 1018 per mL, dibandingkan dengan tetesan monomer (1010 sampai 1011 per mL), maka secara statistik reagen pemula lebih mungkin memasuki misel dibandingkan tetesan monomer. Selama proses polimerisasi, molekul monomer berubah dari tetesan menjadi misel yang berkembang. Ketika 50% - 80% monomer telah berubah, tetesan monomer menghilang dan misel yang membesar berubah menjadi partikel polimer yang relatif besar dengan diameter sekitar 0,05 sampai 0,2 m.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun