Dia menyambutku dengan senyuman hangatnya, aku merasa seperti putri malam ini. Makan malam kali ini begitu menegangkan apalagi suasananya begitu romantis. Tak banyak orang di restoran bernuansa Bali ini. Kesannya begitu privat dan intim. Jujur saja aku sangat gugup tak tahu harus berkata apa, rasanya seperti orang baru PDKT saja.
Akhirnya setelah sekian lama terjebak dalam kebisuan ini, dia berbicara juga.
"Maya," ucapnya sembari melirik ke arahku.
Ya Tuhan, tatapan itu. Aku ga sanggup melihatnya. Teduh sekali!
"Ya mas," ucapku gugup.
"Kok ini kayak di film-film ya? Apa dia mau menyatakan cinta?" gumamku dalam hati.
Dia mengeluarkan selembar undangan dan aku begitu ketakutan melihatnya. Aku masih berharap itu bukan dia dan sampai dia berbicara, aku tak bisa menahan air mataku.
"Maya, minggu depan mas mau nikah. Kamu datang ya" ucapnya santai tanpa rasa bersalah.
"M..m...mas, aku salah apa? Kenapa mas selalu beginikan aku?" tangisku mulai tak terbendung lagi.
"Kamu ga salah apa-apa Maya, tapi abang kamu itu yang salah. Mas benci banget sama dia, kamu ga tau adek mas juga dia gituin. Dia kasih harapan, buat adek mas jatuh hati lalu dia tinggal nikah. Sampai saat ini adek mas begitu trauma dengan lelaki. Karna itu mas balas dendam, biar dia tau perasaan Mas" ucapnya penuh amarah.
Aku tak tahan lagi, aku menamparnya tanpa perlu lagi mendengar kelanjutan ceritanya. Lalu aku pergi meninggalkan dia. Perasaanku ditimang-timangnya seperti anak kecil dalam ayunan yang dinyanyikan ibunya agar terlelap tidur "Nang ning nang ning nung ning nang" tapi pada akhirnya dijatuhkannya dengan bunyi " Bush". Benar-benar lelaki pengecut! Aku benci dia!