Mohon tunggu...
Agnas Setiawan
Agnas Setiawan Mohon Tunggu... -

Saya guru geografi, trainer, blogger, writer. Sekarang saya bertugas di SMA Unity Bekasi dan aktif di Komunitas Sejuta Guru Ngeblog. Saya juga mengelola blog lain yaitu geograph88.blogspot.com, agnazgeograph.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bonus atau Bencana Demografi?

21 September 2016   07:35 Diperbarui: 21 September 2016   09:03 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Enam tahun lalu selepas lulus S1 saya beberapa kali mengikuti tes untuk mencari kerja. Karena saya lulusan fakultas pendidikan maka yang dicari tentu lowongan kerja guru. Saya ingat waktu itu saya dipanggil untuk tes di Serpong Tangerang. Dengan modal nekat saya berangkat dari Tasik ke Serpong hanya untuk sekedar tes saja.

Sampai disana ternyata banyak sekali calon guru yang mengikuti tes dari penjuru Jabodetabek dan wilayah lain. Waktu itu jumlah guru yang direkrut adalah 13 orang dengan masing-masing satu guru tiap mata pelajaran sedangkan yang daftar berjumlah 5.000 an dan yang tersaring “hanya” untuk ikut tes saja sekitar 200 an orang. Bayangkan betapa ketatnya persaingan hanya untuk mengisi satu posisi guru saja. Saingannya pun dari berbagai perguruan tinggi ternama seperti UI, UNPAD, UNJ dan lainnya. Alhamdulillah ternyata saya lolos dan diterima sebagai guru geografi bersama 12 orang guru lainnya.

Cerita singkat di atas merupakan salah satu contoh pengalaman nyata tentang persaingan dunia kerja yang semakin ketat saat ini. Ibaratnya adalah satu kolam yang berisi 5-10 ikan diperebutkan oleh ratusan bahkan ribuan pemancing. Pengalaman pribadi tersebut ada kaitannya dengan istilah Bonus Demografi yang sedang hangat dibicarakan saat ini.

Bonus demografi adalah suatu keadaan dimana struktur penduduk suatu Negara didominasi oleh golongan usia produktif (15-64 tahun) atau usia pekerja. Indonesia saat ini menempati peringkat keempat dalam hal jumlah penduduk di bawah Cina, India dan Amerika Serikat. Menurut data Badan Pusat Statistik Nasional, jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 mencapai 255.461.686 juta jiwa dengan komposisi sebagai berikut:

  • Usia 0 – 14 tahun = 69. 857.406 juta
  • Usia 15 - 64 tahun = 171.874.288 juta
  • Usia diatas 64 tahun = 13.729.992 juta

Berdasarkan data statistik penduduk tersebut maka piramida penduduk Indonesia masih dalam bentuk ekspansi atau piramida penduduk muda. Artinya mayoritas penduduk Indonesia berada pada usia muda atau produktif. Piramida model ini sangat lumrah terjadi pada Negara-negara berkembang. Inilah yang disebut pemerintah sebagai bonus demografi dimana para pemuda atau penduduk usia produktif yang banyak menjadi modal pembangunan yang sangat penting. Tapi tunggu dulu, bonus demografi jika tidak dikelola dengan baik maka akan berbalik menjadi bencana demografi. Berkaca pada statistik demografi di atas maka ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia diantaranya sebagai berikut

Angka Kelahiran

Anak merupakan dambaan setiap pasangan yang telah menikah. Tidak ada yang melarang setiap pasangan untuk punya banyak anak. Namun hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa setiap anak harus dijamin penyediaan sandang, pangan dan papanya oleh orang tua. Setiap keluarga harus berupaya agar menstabilkan perekonomian terlebih dahulu sebelum berfikir untuk memiliki banyak anak. Jika memakai logika mungkin seperti ini: anda lebih baik punya satu anak tapi berkualitas daripada anak 4 tapi tidak berkualitas, bukan?

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) angka pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini adalah 1, 49 persen dan masih tergolong tinggi. Dalam satu tahun 4, 5 juta bayi lahir di Indonesia dan itu sama dengan jumlah penduduk Singapura.

Tingkat Kesehatan

Kesehatan merupakan aset manusia yang paling berharga karena jika tubuh tidak sehat maka hidup ini tidak ada artinya. Sebagai salah satu Negara berkembang di dunia, Indonesia kini tengah berbenah dalam memperbaiki sistem kesehatan masyarakat. Menurut data World Health Organization terakhir, Indonesia menduduki peringkat 90 dari 190 negara dalam aspek sistem kesehatan. Peringkat 1 masih dipegang Perancis dan Negara Asia Tenggara lain yaitu Singapura berada di peringkat 6.

Itulah mengapa banyak orang Indonesia yang berobat ke Singapura karena pelayanan kesehatan disana sangat baik. Tidak ada antrian panjang, konsultasi ramah dan fasilitas yang memadai menjadi hal yang diidamkan dalam pelayanan kesehatan. Hal penting yang paling memengaruhi terhadap kesehatan masyarakat adalah gaya hidup. Pertumbuhan penduduk yang banyak akan bermasalah jika gaya hidup sebagian masyarakatnya tidak sehat, dan ujung-ujungnya uang hasil kerja nantinya akan habis lagi karena dipakai berobat ke rumah sakit. Bahan pengawet makanan, rokok, alkohol, narkoba dan lainnya merupakan ancaman nyata di era bonus demografi ini. Sosialisasi gaya hidup sehat harus mulai gencar ditanamkan mulai dari lingkugnan keluarga hingga sekolah dan pendidikan tinggi. Hal tersebut dilakukan agar semakin sering penduduk menerima informasi tentang gaya hidup sehat maka memori otak mereka tentang gaya hidup sehat semakin tinggi. Peran media juga harus dikuatkan dalam memberikan edukasi pada masyarakat. Saat ini sangat jarang sekali iklan atau program tentang edukasi kesehatan beredar padahal media digital dan sosial adalah salah satu senjata utama dalam penyebarluasan suatu informasi. Iklan-iklan di televisi saat ini dikuasai oleh iklan komersil yang sangat jauh dari budaya menyehatkan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun