Mohon tunggu...
Agna Ernisa Tifani
Agna Ernisa Tifani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

41123110003 | Program Studi Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana | Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB | Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E, Ak., M.Si, CIFM, CIABV, CIABG

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristoteles

29 Januari 2025   02:44 Diperbarui: 29 Januari 2025   02:44 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Gambar Halaman 3 PPT Modul Dosen

          Aristoteles, seorang filsuf besar Yunani Kuno, memberikan kontribusi besar pada  banyak disiplin ilmu, termasuk etika. Salah satu konsep paling terkenal yang ia tawarkan adalah eudaimonia, yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan."  Namun, pemahaman Aristoteles tentang kebahagiaan melampaui sekadar perasaan senang atau pencapaian material. Dalam filsafatnya, eudaimonia berarti "kehidupan yang baik" atau "kesejahteraan sejati," yang diperoleh melalui pengembangan kebajikan dan hidup sesuai dengan sifat manusia yang rasional (Huta, 2021). Kebahagiaan sejati, menurut Aristoteles, bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba atau diberikan oleh keadaan luar. Sebaliknya, kebahagiaan adalah hasil dari hidup yang dijalani dengan tujuan dan pengembangan karakter. Setiap manusia, menurut Aristoteles, memiliki telos---tujuan akhir alami---yang dapat dicapai ketika seseorang mengembangkan potensi penuhnya sebagai makhluk rasional (Peterson & Seligman, 2020). Hidup yang tidak sejalan dengan kebajikan atau tujuan alami ini tidak akan membawa kebahagiaan sejati, karena tidak memenuhi sifat dasar manusia (MacIntyre, 2023).

          Kebahagiaan, menurut Aristoteles, memiliki sifat yang mandiri (self-sufficient). Artinya, kebahagiaan tidak tergantung pada faktor eksternal, seperti nasib baik atau kekayaan. Sebaliknya, kebahagiaan sejati berasal dari cara seseorang menjalani kehidupannya dengan baik. Hidup yang baik ini dicapai dengan bertindak secara rasional dan hidup sesuai dengan kebajikan. Hal ini mencerminkan pandangan Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk rasional, dan kebahagiaan mereka tergantung pada sejauh mana mereka dapat menjalani hidup dengan cara yang sejalan dengan sifat rasionalitas mereka. Untuk mencapai kebahagiaan, Aristoteles menempatkan kebajikan (arete) sebagai elemen utama. Kebajikan, dalam pandangannya, adalah kualitas moral atau karakter yang memungkinkan seseorang bertindak dengan cara yang benar dan baik. Ia membagi kebajikan menjadi dua jenis utama:

  • Kebajikan Intelektual: berkaitan dengan akal budi dan pengembangan pengetahuan. Contohnya adalah kebijaksanaan (sophia) dan wawasan rasional (nous). Kebajikan intelektual diperoleh melalui pengajaran dan pembelajaran.
  • Kebajikan Moral: berhubungan dengan karakter dan tindakan. Contohnya adalah keberanian, keadilan, dan pengendalian diri. Kebajikan moral dikembangkan melalui kebiasaan dan latihan dalam kehidupan sehari-hari.

          Aristoteles berpendapat bahwa masyarakat yang baik adalah masyarakat yang memungkinkan warganya untuk hidup dengan kebajikan dan mencapai eudaimonia. Oleh karena itu, pemerintah atau pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kondisi yang mendukung perkembangan kebajikan warganya. Dalam konteks ini, pendidikan menjadi alat penting untuk membentuk individu yang berbudi luhur dan menciptakan masyarakat yang harmonis (MacIntyre, 2023).

          Aristoteles memandang kehidupan kontemplatif (bios theoretikos) sebagai bentuk kehidupan yang paling tinggi dan mulia. Dalam kehidupan ini, seseorang mengarahkan hidupnya pada pencarian kebenaran dan kebijaksanaan melalui refleksi dan pemikiran mendalam. Aristoteles percaya bahwa aktivitas kontemplatif mencerminkan penggunaan akal yang paling murni, yang merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk rasional.

          Namun, Aristoteles tidak mengabaikan pentingnya aktivitas praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ia menyadari bahwa tidak semua orang dapat sepenuhnya menjalani kehidupan kontemplatif, karena banyak yang terlibat dalam aktivitas praktis dan sosial. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menemukan keseimbangan antara kehidupan kontemplatif dan kehidupan praktis untuk mencapai kebahagiaan sejati (Nicomachean Ethics, 2022)

Fungsi Manusia sebagai Realisasi Potensi Penuh

          Salah satu aspek penting dari filsafat Aristoteles adalah konsep fungsi manusia (ergon). Ia berargumen bahwa untuk memahami apa yang membuat hidup manusia baik, kita harus memahami fungsi atau tujuan alami manusia. Sebagaimana mata memiliki fungsi untuk melihat dan pisau memiliki fungsi untuk memotong, manusia memiliki fungsi unik yang membedakan mereka dari makhluk lain, yaitu rasionalitas.

          Aristoteles percaya bahwa fungsi manusia adalah hidup sesuai dengan kemampuan rasional mereka. Dalam praktiknya, ini berarti menggunakan akal untuk membuat keputusan yang bijak, memecahkan masalah, dan bertindak dengan kebajikan. Dengan menjalani hidup yang sejalan dengan fungsi rasional ini, manusia dapat mencapai eudaimonia atau kebahagiaan sejati (Peterson & Seligman, 2020).

Kebijaksanaan Praktis sebagai Kunci Kebahagiaan

          Dalam filsafat Aristoteles, phronesis atau kebijaksanaan praktis menjadi salah satu pilar utama untuk mencapai kebahagiaan. Kebijaksanaan praktis adalah kemampuan untuk membuat keputusan yang bijak dan rasional berdasarkan pengalaman hidup, refleksi, dan pemahaman yang mendalam (Peterson & Seligman, 2020). Berbeda dari pengetahuan teoritis, phronesis lebih bersifat praktis, membantu individu menghadapi situasi sehari-hari dengan cara yang tepat dan penuh kebajikan.

          Konsep ini juga sangat relevan dalam kehidupan sosial. Aristoteles memandang manusia sebagai makhluk sosial (zoon politikon), yang berarti kebahagiaan seseorang tidak dapat dipisahkan dari kebahagiaan masyarakat di sekitarnya (Nicomachean Ethics, 2022). Dengan kata lain, kebijaksanaan praktis membantu seseorang tidak hanya menjalani kehidupan pribadi yang baik, tetapi juga menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat.

          Dalam kehidupan seorang sarjana, phronesis dapat diterapkan dalam berbagai aspek, mulai dari pengambilan keputusan akademis, penentuan prioritas, hingga bagaimana mereka memengaruhi orang-orang di sekitar mereka. Sebagai contoh, mahasiswa yang menghadapi dilema antara mengejar ambisi akademis dan menjaga hubungan sosial dapat menggunakan phronesis untuk menemukan keseimbangan yang bijaksana.

Prinsip Jalan Tengah

          Aristoteles juga memperkenalkan konsep "jalan tengah" atau golden mean, yang menjadi dasar pengembangan kebajikan. Menurutnya, kebajikan ditemukan di antara dua ekstrem perilaku: satu sisi yang berlebihan dan sisi lainnya yang kurang (Huta, 2021). Sebagai contoh, keberanian adalah kebajikan yang berada di tengah antara pengecut (takut berlebihan) dan nekat (tidak mengenal rasa takut). Dengan kata lain, hidup yang penuh kebajikan adalah hidup yang seimbang, di mana seseorang tidak terlalu berlebihan atau kekurangan dalam sifat-sifat tertentu.

          Dalam kehidupan sarjana, prinsip ini dapat diterapkan pada berbagai aspek, seperti pembagian waktu antara belajar dan bersosialisasi. Jika terlalu fokus pada studi tanpa memberi waktu untuk istirahat, seseorang dapat mengalami kelelahan mental dan fisik. Sebaliknya, terlalu banyak bersantai dapat menghambat pencapaian akademis. Menemukan "jalan tengah" ini menjadi kunci untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan bermakna (MacIntyre, 2023).

Relevansi Etika Aristoteles bagi Sarjana

          Bagi seorang sarjana, memahami dan menerapkan etika kebahagiaan Aristoteles memiliki banyak manfaat. Menempuh pendidikan tinggi bukan hanya soal mendapatkan gelar atau prestasi akademis, tetapi juga tentang mengembangkan karakter dan membentuk diri menjadi individu yang bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan, menurut Aristoteles, adalah alat untuk membantu manusia mencapai eudaimonia melalui pengembangan kebajikan (Huta, 2021).

          Tekanan akademis yang tinggi sering menjadi tantangan besar bagi mahasiswa. Penelitian menunjukkan bahwa banyak mahasiswa menghadapi stres yang signifikan akibat tuntutan akademik, masalah keuangan, dan tekanan sosial (Lee et al., 2020). Dalam situasi ini, pemahaman tentang kebajikan seperti keberanian, keadilan, dan kebijaksanaan dapat membantu mahasiswa mengelola stres dengan lebih baik dan tetap fokus pada tujuan jangka panjang mereka (Peterson & Seligman, 2020).

          Misalnya, keberanian dapat membantu mahasiswa menghadapi tantangan akademis tanpa takut gagal. Kejujuran memungkinkan mereka untuk bertindak dengan integritas dalam segala situasi, termasuk saat menghadapi godaan untuk menyontek atau mencari jalan pintas yang tidak etis. Sementara itu, kebijaksanaan praktis dapat membantu mereka membuat keputusan yang bijak tentang bagaimana mengatur waktu, sumber daya, dan energi mereka.

Membangun Kebajikan dalam Kehidupan Sehari-Hari

          Aristoteles percaya bahwa kebajikan bukanlah sesuatu yang diperoleh secara instan, melainkan sesuatu yang harus dilatih secara konsisten. Dalam Nicomachean Ethics, ia menjelaskan bahwa kebajikan adalah hasil dari kebiasaan yang dibentuk melalui tindakan yang berulang-ulang (Nicomachean Ethics, 2022). Sebagai contoh, kebajikan disiplin hanya dapat dicapai jika seseorang secara rutin melatih dirinya untuk tetap fokus pada tugas-tugasnya, meskipun ada godaan untuk bermalas-malasan.

          Bagi sarjana, mengembangkan kebajikan berarti berkomitmen pada proses pembelajaran yang tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga moral. Ini melibatkan pengembangan sifat-sifat seperti kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, dan kerendahan hati. Misalnya, seorang mahasiswa yang ingin menjadi pemimpin yang adil harus mulai melatih dirinya untuk mendengarkan pendapat orang lain dengan terbuka dan membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri tetapi juga orang lain (Huta, 2021).

Keseimbangan dalam Kehidupan

          Menemukan keseimbangan antara kehidupan akademis dan kehidupan pribadi adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh banyak mahasiswa. Aristoteles menekankan bahwa keseimbangan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati (Peterson & Seligman, 2020). Terlalu banyak fokus pada studi tanpa memberi waktu untuk merawat kesehatan fisik dan mental dapat menyebabkan kelelahan. Sebaliknya, mengabaikan tanggung jawab akademis demi kesenangan sementara dapat menghambat pertumbuhan pribadi dan profesional.

          Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang mampu menjaga keseimbangan antara kehidupan akademik dan sosial cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dan hasil akademik yang lebih baik (Lee et al., 2020). Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk menciptakan rutinitas yang seimbang, seperti mengatur waktu untuk belajar, bersosialisasi, berolahraga, dan istirahat.

Kontribusi kepada Orang Lain

          Aristoteles percaya bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya berasal dari pencapaian pribadi, tetapi juga dari kontribusi kepada orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia mendapatkan kepuasan dari membantu orang lain dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat (Nicomachean Ethics, 2022). Dalam kehidupan seorang sarjana, prinsip ini dapat diterapkan melalui berbagai cara, seperti berpartisipasi dalam kegiatan sukarela, melakukan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat, atau menjadi mentor bagi mahasiswa lain.

          Dengan memberikan kontribusi kepada orang lain, seorang sarjana tidak hanya memperkuat nilai-nilai kebajikan dalam dirinya, tetapi juga membantu menciptakan dampak positif di lingkungannya. Sebagai contoh, mahasiswa yang terlibat dalam proyek penelitian tentang keberlanjutan lingkungan dapat merasa puas karena upayanya memiliki dampak nyata bagi generasi mendatang (Huta, 2021).

Kesimpulan

          Menjadi seorang sarjana bukan hanya tentang mengejar gelar atau pencapaian akademis, tetapi juga tentang membentuk diri menjadi individu yang berbudi luhur dan bermakna. Dengan menerapkan prinsip-prinsip etika kebahagiaan Aristoteles, seorang sarjana dapat menemukan keseimbangan dalam hidup, mengembangkan kebajikan, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.

          Penerapan etika Aristoteles tidak hanya membantu sarjana mengatasi tantangan akademis tetapi juga membimbing mereka menuju kehidupan yang lebih baik. Prinsip-prinsip seperti kebijaksanaan praktis, golden mean, dan eudaimonia memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna. Pada akhirnya, etika Aristoteles tidak hanya menjadi teori, tetapi juga alat praktis yang dapat membantu sarjana mencapai kebahagiaan sejati dan menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

Referensi:

  • Huta, V. (2021). Eudaimonia: Elaborasi filosofis konsep kebahagiaan Aristoteles. FOCUS: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 11(2), 99-112.
  • Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2020). Character strengths and virtues: A handbook and classification. Oxford University Press.
  • MacIntyre, A. (2023). After virtue: A study in moral theory. University of Notre Dame Press.
  • Aristoteles. (2022). Nicomachean ethics. The University of Chicago Press.
  • Lee, J. H., Kim, S. R., & Park, S. H. (2020). The effects of academic stress and mental health on academic achievement among college students. Psychology in the Schools, 57(9), 1234-1248.
  • Eudaimonia dalam filsafat Stoa sebagai dasar etika. (2022). Aqidah-Ta.
  • Etika Aristoteles: Jalan Menuju Kebahagiaan. (2023, Juni 10). Jurnal Komunikasi dan Dakwah.
  • Eudaimonia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
  • Eudaimonia: Kunci kebahagiaan menurut Aristoteles yang jarang diketahui banyak orang. (2023, Februari 19). VIVA News.
  • Etika Aristoteles, Menggapai Kebahagiaan melalui Keutamaan. (2022, November 14). TQN News.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun