Namaku Ray, lebih lengkapnya Ray Suroh Usiaku 35 tahun saat ini. Selama hidupku aku tidak pernah berbuat baik, karena aku benci dengan kebaikan. Saat dulu masih berguru di padepokan gunung wiryo aku selalu membangkang terhadap perintah guru. Ia berusaha mengajarkanku kebaikan namun hal yang kulakukan sebaliknya, aku lebih memilih berbuat kejahatan.
Bagiku kebaikan merupakan penghalang besar untuk merajai seluruh alam raya. Aku ingin menjadi yang terhebat, yang terkuat, dan tak terkalahkan. Saat menuntut ilmu di padepokan gunung wiryo aku belajar ilmu hitam secara sembunyi-sembunyi, karena eyang guru tidak ingin mengajarkan keburukan untuk muridnya. Aku mencuri beberapa kitab pusaka yang eyang guru simpan di kamarnya. Namun, suatu ketika aku dipergoki sedang membuka peti yang di dalamnya ada benda pusaka milik eyang guru. Seketika aku dihajar dan dikeluarkan dari padepokan tersebut.
Keluar dari sana aku mengembara dari satu desa ke desa lain, kota satu ke kota lain. Sudah banyak sekali orang yang ku bunuh selama pengembaraanku. Orang-orang yang melihatku selalu merasa segan dan takut. Namun aku tidak mempedulikan itu semua, bagiku ini adalah jalan hidupku. Hingga suatu hari banyak orang yang menghampiriku, mereka sangat salut akan keberanianku dan ingin berguru denganku. Aku menuruti kemauan dan mendirikan padepokan.
Semakin hari padepokanku berkembang pesat dan muridku semakin banyak. Kebanyakan dari para muridku bekerja sebagai tukang pukul, perampok, pembegal, dan pemeras warga. Aku senang dengan pekerjaan mereka, karena dengan begitu perlahan aku akan bisa menggenggam dan menguasai dunia.
Suatu ketika padepokanku dihampiri oleh seseorang saudagar yang kaya. Ia datang meminta bantuanku untuk bisa merusak usaha milik pesaingnya yang berkembang lebih pesat dari dirinya. Aku menyanggupi permintaannya dan meminta bayaran yang setimpal padanya. Ia menyetujui dengan memberikan separuh sebagai tanda jadi.
Keesokan harinya aku mengutus beberapa muridku untuk bisa menghancurkan lapak milik orang yang kutujukan. Merekapun berangkat menuju lapak yang sudah kusebutkan, namun apa daya mereka justru pulang dengan keadaan yang mengenaskan. Beberapa muridku nampak babak belur dan mengalami luka berat.
"Saudagar pemilik lapak itu sakti sekali guru." Ujar seorang muridku dengan terbata-bata.
Keesokan harinya aku mengunjungi lapak tersebut seorang diri. Betapa kagetnya aku mengetahui siapa dirinya. Dia adalah Arya teman seperguruanku dulu di padepokan gunung wiryo. Aku sangat membenci dan selalu memusuhinya, dikarenakan adalah murid kesayangan guru yang patuh dan penurut, bahkan itikad perbuatannya sangatlah baik. Mungkin karena itu dia diusung oleh rakyat untuk bisa menjadi seorang pemimpin di negerinya.
“Hei Arya, jumpa kembali kita.” Aku berseru dengan senyum sedikit mengejek.
“Jadi kamu yang berusaha untuk merusak seluruh barang daganganku Ray?” Arya kaget melihat aku yang datang ke lapaknya berjualan.
“Menurutmu?” Aku tertawa dengan penuh ejekan.
“Belum berubah kamu Ray, sudahlah hentikan perbuatanmu.”
"Tidak usah banyak omong." Aku yang sudah siap langsung berusaha memukul.
Arya langsung menghindar dengan mudah. Tubuhnya yang lentur bukanlah perkara sulit bisa menghindari pukulanku. Sedari dulu memang dia memiliki kelincahan ketika bertarung. Aku membalikkan badan dan dengan sekejap kumentahkan bogem tepat di pelipisnya. Arya langsung terjatuh.
“Hah segitu saja? Bangun kau.” Aku berusaha membangunkannya. Namun tidak ada perlawanan sama sekali darinya.
Kugenggam kerah wajahnya sembari berusaha kubangunkan tubuhnya.
Dengan cepat kakinya menghantam kepalaku seketika aku terjatuh dibuatnya. Namun sebelum Arya mendekat aku langsung bangkit dan memasang kuda-kuda. Arya terlihat tenang di seberang sana, ia nampak sedikit meremehkanku di pertarungan ini. Aku langsung berlari dan menghajarnya, ia menghindar kakiku yang sudah siap langsung berbalik dan berusaha menendang kepalanya. Namun ia lebih siap, dengan mudah ditangkisnya tendanganku dengan kedua tangannya.
Aku berusaha menekan dan mendorong, tetapi tenaganya sangat kuat sehingga dengan cepat kakiku di pelintir olehnya dengan sangat kuat.
"Ahhhhhhhhh." Aku mendesis keras.
Tubuh lemahku langsung dijatuhkannya di permukaan tanah. Aku merintih keras sembari berusaha memegang lutut kakiku.
“Hentikan perbuatanmu Ray.” Arya menunduk dan berbicara di hadapan wajahku.
“Tidak akan, akan kubalaskan semua ini.” Jawabku cepat.
“Apa yang kamu inginkan sebenarnya?” Arya bertanya keras, matanya membinar marah.
"Aku ingin menjadi raja kejahatan di dunia."
Hentikan! Arya berkata lantang "karena semua itu sia-sia. Sekuat apapun kejahatan suatu saat akan terkalahkan oleh kebaikan."
Aku hanya diam merintih kecil sembari memegang kakiku.
"Orang jahat berbuat hanya menggunakan nafsu dan kekuatannya, sedangkan orang baik berusaha memanfaatkan otaknya untuk berbuat sesuatu. Semua itu terbukti dari pertarungan ini." Arya berujar lembut seketika dia menundukkan diri dan mendekatkan wajahnya padaku. "Kamu terlalu bernafsu untuk menghabisiku, karena itu aku bisa mudah mengalahkanmu dengan mengendalikan otakku mencari celah untuk menjatuhkanmu."
Aku diam seketika mendengar apa yang dikatakannya. Tidak lama beberapa muridku datang, dengan membawa senjata dan parang ia menghampiriku dan Arya. Seketika Arya siap dan berdiri berusaha untuk melawan dari anak buahku yang menyerang.
“Jangan, kalian tidak mungkin mengalahkannya.” Seruku lantang pada murid-muridku.
“Bawalah guru kalian ini obatilah luka-lukanya.” Arya membalas senyum kearah muridku.
Seketika aku dibangunkan dan dibopong oleh mereka untuk dibawa pulang ke padepokanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H