Penjelasan Epicurus tentang kematian :
Kematian adalah pemusnahan total. Yang hidup belum dimusnahkan, karena jika sudah dimusnahkan, mereka tidak akan hidup. Kematian tidak memengaruhi yang hidup, karena orang yang hidup tidak merasakannya. Oleh karena itu, kematian tidak buruk bagi orang yang masih hidup. Agar sesuatu dianggap buruk bagi seseorang, orang tersebut harus ada untuk merasakannya.
Dengan demikian, kematian tidak buruk untuk orang yang mati, apalagi bagi yang masih hidup.
"Epicurus adds that if death causes you no pain when you're dead, it's foolish to allow the fear of it to cause you pain now."
3. Takut pada nasib
Nasib itu tidak ada. Kita tidak perlu takut pada nasib karena yang menguasai hidup dan perbuatan kita adalah diri kita sendiri. Kita adalah tuan bagi diri kita sendiri, dan kita memiliki kendali atas keputusan dan tindakan kita. Epikurus mengajarkan bahwa kecemasan tentang takdir atau hal-hal yang berada di luar kendali kita adalah sumber ketidakbahagiaan. Dengan menerima tanggung jawab atas pilihan kita dan menjalani hidup dengan bijaksana, kita dapat mencapai kebahagiaan yang sejati dan ketenangan batin.
Kesederhanaan Sebagai Sumber Kebahagiaan
Pembaca yang saya kasihi, perlu kita ketahui bahwa semasa hidupnya, Epicurus jauh dari kata "kaya". Dalam ajarannya, ia selalu menekankan pentingnya kesederhanaan sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan. Dengan hidup sederhana, manusia dapat terbebas dari keinginan-keinginan yang tidak rasional, yang sering menimbulkan penderitaan --- baik ketika keinginan tersebut tidak tercapai, maupun ketika keinginan itu tercapai namun berakhir dengan kehilangan atau kekecewaan. "Ketika aku hidup hanya dengan roti dan air, dan kunistakan pelbagai kesenangan serba mewah, bukan karena kesenangannya itu sendiri, melainkan karena ketidaknyamanan yang diakibatkannya," ujar Epicurus. Berbagai keinginan untuk mencari kekayaan dan kekuasaan adalah keinginan yang sia-sia. Keinginan-keinginan ini hanya akan menyebabkan manusia gelisah, penuh kecemasan, dan menjauhkan mereka dari ketenangan batin. Sebab, pencapaian materi yang berlebihan sering berujung pada ketidakpuasan, kekhawatiran, dan kekosongan, yang justru menghalangi pencapaian kebahagiaan sejati. Epicurus mengajarkan bahwa kebahagiaan dapat dicapai dengan mengurangi keinginan akan hal-hal duniawi yang tidak perlu, dan fokus pada kepuasan yang sederhana dan alami.
"Sebab, seorang manusia yang berhasil meraih kekuasaan sesungguhnya justru menambah jumlah orang yang dengki padanya, yang kemudian ingin mencelakakan dirinya. Bahkan, meskipun ia bisa menghindar dari nasib buruk, kebahagiaan sejati tetap mustahil terwujud dalam situasi seperti itu. Manusia bijaksana akan berusaha untuk hidup secara tak menonjol, sehingga ia pun tidak memiliki musuh." --- Epicurus
Secara keseluruhan, ajaran Epicurus mengajarkan bahwa kebahagiaan bukan berasal dari pencapaian eksternal yang besar, melainkan dari kehidupan yang sederhana, pengendalian diri, dan pencarian kenikmatan yang moderat.