PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis) disahkan sebagai bagian dari strategi pencegahan HIV oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat pada pertengahan Juli 2012. Namun, di Indonesia sendiri masih sulit untuk mendapatkan PrEP sebelum era tahun 2021. Sehingga bagi orang-orang yang merasa dirinya berisiko tinggi tertular HIV dan telah menerima informasi tentang PrEP, serta didukung dengan kemampuan ekonomi, mereka harus pergi ke luar negeri untuk mendapatkan obat ini. Negara yang paling dekat untuk mengakses PrEP pada saat itu adalah Bangkok, Thailand. Setiap terbang ke Bangkok maksimal hanya diperbolehkan membeli tiga botol obat PrEP (Hidayat, 2016).
Three zero merupakan strategi global yang selaras dengan target SDGs 3.3 untuk  mengakhiri epidemi HIV pada tahun 2030, yang salah satunya adalah zero kasus baru HIV (WHO, 2023). Dalam rangka mengurangi risiko tertular HIV dan merealisasikan target zero kasus baru, sejak September 2015 WHO merekomendasikan penggunaan PrEP  bagi orang yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV, namun masih berstatus HIV-negatif. PrEP merupakan bagian dari pencegahan komprehensif dan sangat efektif mencegah HIV bila digunakan sesuai petunjuk. (WHO, 2023).
Bagaimana program ini di Indonesia ?
Sejalan dengan target global three zero dalam upaya mengakhiri epidemi HIV pada tahun 2030, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 menyebutkan bahwa target insidensi infeksi baru HIV pada tahun 2024 adalah sebesar 0,18 per 1.000 penduduk (Kemenkes, 2021). Untuk mencapai target tersebut, dibentuklah Rencana Aksi Nasional (RAN) HIV AIDS dan PIMS (Penyakit Infeksi Menular Seksual) melalui program  penguatan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan PIMS berbasis data dan dapat dipertanggungjawabkan, serta pengembangan inovasi program sesuai kebijakan pemerintah (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2023).
Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menciptakan inovasi untuk pencegahan HIV melalui PrEP, meningkatkan cakupan tes HIV, inisiasi ARV secara dini, mempertahankan pengobatan ARV, dan mendorong akses pemeriksaan viral load. Pelayanan PrEP telah dilakukan semenjak tahun 2021 di 21 kabupaten/kota pada 10 provinsi (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2023).Â
Apa itu PrEP ?
PrEP merupakan bagian dari pencegahan komprehensif dan sangat efektif mencegah HIV bila digunakan sesuai petunjuk. Â PrEP adalah pil yang dapat digunakan oleh orang dengan status HIV negatif untuk mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV. Obat ARV yang digunakan dalam program percontohan PrEP di Indonesia adalah Tenofovir Disoproxil Fumarate (TDF) dan Emtricitabine (FTC) dengan dosis 300 mg TDF dan 200 mg FTC.
Siapa sasaran program PrEP ?
Program PrEP ditujukan kepada populasi yang berisiko tinggi tertular HIV yang biasa dikenal dengan key population, yaitu waria/transgender, LSL (lelaki seks lelaki), dan PSP (pekerja seks perempuan), dan penasun (pengguna Napza suntik) yang masih berstatus HIV negatif. Selain itu juga pasangan dari ODHIV (orang dengan HIV) yang masih berstatus HIV negatif (pasangan serodiskordan) juga disarankan untuk menggunakan PrEP.Â
Untuk diperbolehkan menggunakan PrEP seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Hasil laboratorium menunjukkan bahwa masih berstatus HIV negatif
Tidak ada indikasi memiliki infeksi HIV akut
Termasuk populasi yang berisiko tinggi terinfeksi HIV
Tidak memiliki kontraindikasi terhadap penggunaan PrEP
Penting juga diingat bahwa meskipun PrEP dapat menawarkan perlindungan yang efektif terhadap HIV, PrEP tidak melindungi orang dari infeksi menular seksual (IMS) lainnya, seperti sifilis dan gonore. Sehingga penggunaan kondom tetap dianjurkan saat melakukan aktivitas seksual. Untuk orang yang terpapar HIV melalui penggunaan narkoba suntik, PrEP juga tidak akan membantu mencegah infeksi yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis C. Sehingga penggunaan jarum suntik steril untuk pribadi tetap disarankan.
Bagaimana mengakses PrEP ?
Seseorang yang termasuk dalam risiko tinggi terinfeksi HIV, saat ini PrEP dapat diakses dan diperoleh secara gratis jika memenuhi syarat dengan melakukan pendaftaran secara online untuk penapisan faktor resiko melalui link  http://app.prepid.org/kuesioner.Â
Sampai kapan minum PrEP ?
Selama seseorang berada pada perilaku berisiko tertular HIV maka dianjurkan terus menggunakan PrEP. Jika terjadi perubahan perilaku sehingga tidak lagi berisiko tertular HIV, penggunaan PrEP dapat dihentikan. Disarankan untuk berkonsultasi dulu dengan tenaga kesehatan di tempat layanan PrEP sebelum memutuskan untuk berhenti.Â
Capaian program PrEP di Indonesia
Sepanjang tahun 2021-2022, capaian untuk masing-masing sasaran populasi PrEP masih belum optimal apabila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Pada populasi LSL target capaian PrEP baru 19 persen, PSP 12 persen, dan waria 63 persen. Meskipun belum optimal, program PrEP dianggap sebagai upaya pencegahan yang efektif, bisa dilakukan dan diterima oleh populasi kunci, khususnya sebagai pencegahan transmisi seksual. Beberapa daerah telah berhasil mengintegrasikan inisiasi PrEP melalui layanan mobile clinic . Jika sebelumnya bagi mereka yang tes HIV-nya negatif disarankan untuk kembali memeriksakan diri rutin, sekarang PrEP dapat disarankan sebagai pelengkap intervensi pencegahan selain kondom (Dirjen P2P Kemenkes RI, 2023).Â
Tantangan program PrEP
Dalam pelaksanaannya PrEP menghadapi beberapa tantangan baik dengan persyaratan terkait dengan aktivitas seks, bebas IMS, dan keharusan untuk memberikan alamat email. Hal ini misalnya tampak pada klien yang memulai PrEP lebih kurang 20 persen dari calon peserta potensial. Dari sisi retensi di dalam program PrEP tampak juga masih belum optimal, dari 2.794 klien yang memulai, hanya 14 orang yang bertahan di dalam program pada bulan keduabelas. Tantangan dalam pelaksanaan PrEP yang lebih luas diantaranya kesiapan logistik dan sumber daya manusia termasuk peningkatan kapasitas pengetahuan fasilitas kesehatan dan petugas lapangan untuk mempertahankan metode pencegahan yang terbukti efektif ini (Ditjen P2P Kemenkes, 2023).
Indikator dalam monitoring program PrEP
Terdapat empat indikator utama yang merupakan set minimal yang disarankan untuk dilakukan pada monitoring rutin program PrEP untuk menilai serapan, keberlanjutan dan keamanan. Setiap indikator mengukur aspek penting dari penerapan PrEP yang dapat berfungsi sebagai ukuran kemajuan dan penanda dari area yang mungkin memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Pemilihan ini didasarkan pada penerapan secara global, kelayakan dan utilitas untuk menilai kinerja program PrEP. Indikator tersebut terdiri dari serapan PrEP, keberlanjutan PrEP, prevalensi toksisitas di antara pengguna PrEP, dan kejadian HIV positif di antara pengguna PrEP (Kemenkes, 2021).
Indikator pertama serapan PrEP, merupakan persentase orang yang memenuhi syarat untuk memulai PrEP dalam 12 bulan terakhir. Indikator ini merupakan kunci untuk menilai serapan PrEP diantara orang yang dinilai layak/eligible. Orang yang mulai menggunakan/inisiasi PrEP, termasuk didalamnya adalah pengguna PrEP untuk pertama kali dan pengguna PrEP yang telah berhenti kemudian memulai kembali PrEP pada periode pelaporan. Indikator ini dapat dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, populasi kunci. Penilaian kelayakan untuk memulai PrEP minimal mencakup status HIV-negatif, tidak ada tanda dan gejala HIV akut,  memiliki risiko tinggi terhadap HIV dan dapat memperoleh manfaat dari PrEP.
Indikator kedua keberlanjutan PrEP, merupakan persentase pengguna PrEP yang melanjutkan program selama tiga bulan berturut-turut setelah memulai PrEP pada 12 bulan terakhir. Indikator ini mengukur kelanjutan penggunaan PrEP di antara orang-orang yang memulai PrEP dan mereka yang tidak melanjutkan/lost to follow up. Berdasarkan hasil dari proyek percontohan dan program-program PrEP lainnya menunjukkan bahwa banyak pengguna PrEP yang berhenti pada beberapa bulan pertama. Indikator ini memberikan ukuran penghentian PrEP dini serta indikasi jumlah yang kemungkinan akan melanjutkan penggunaan PrEP. Selanjutnya, risiko HIV tidak mungkin berubah dalam periode yang lebih pendek dari tiga bulan, meskipun hal tersebut mungkin saja terjadi. Jika persentase orang yang melanjutkan PrEP pada tiga bulan rendah, perlu investigasi lebih lanjut mengenai alasannya berhenti menggunakan PrEP (baik karena efek samping, perubahan perilaku/risiko atau faktor struktural) dapat ditentukan dan program disesuaikan dengan kebutuhan.
Indikator ketiga prevalensi toksisitas di antara pengguna PrEP, merupakan persentase orang yang menerima PrEP yang telah menghentikan atau terputus karena penyakit serius terkait toksisitas ARV dalam 12 bulan terakhir. Prevalensi toksisitas yang terkait dengan PrEP diperkirakan rendah. Namun, pengalaman dengan PrEP dalam program skala besar dan paparan yang lebih lama masih terbatas. Oleh karena itu, pengawasan aktif dan pemantauan toksisitas untuk orang yang menggunakan PrEP penting untuk mengidentifikasi potensi hasil buruk yang mungkin timbul ketika program PrEP meningkat dan menjangkau lebih banyak orang.
Indikator keempat kejadian HIV positif di antara pengguna PrEP, merupakan persentase orang dengan hasil tes HIV-positif di antara pengguna PrEP setidaknya sekali dalam 12 bulan terakhir dan setidaknya satu kali tes HIV lanjutan. Indikator ini mengukur persentase orang yang dites HIV positif setelah diberi resep PrEP. Tes HIV diperlukan sebelum memulai PrEP, dan secara teratur sesudahnya saat menggunakan PrEP. Tes HIV untuk menentukan kelayakan PrEP tidak termasuk dalam pembilang atau penyebut. Tes HIV terakhir yang tercatat dalam periode pelaporan adalah yang dihitung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H