Mohon tunggu...
agistasya fatma fairi
agistasya fatma fairi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Muhammadiyah Malang

Saya merupakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2024 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Stratifikasi Sosial : Bagaimana Kelas Sosial Membentuk Struktur Masyarakat

24 Desember 2024   10:23 Diperbarui: 24 Desember 2024   10:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


Individu sebagai makhluk sosial tidak dapat terhindar dari interaksi sosial dalam masyarakat. Adanya interaksi sosial ini akan mempengaruhi terbentuknya suatu kelompok. Secara umum, pengelompokan masyarakat di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, pengelompokan horizontal yang disebut diferensiasi, dimana konsep ini penggambaran perbedaan dalam masyarakat berdasarkan berbagai karakteristik seperti suku bangsa, agama, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan. Kedua, pengelompokan vertikal yang dikenal sebagai stratifikasi sosial, stratifikasi sosial sendiri merupakan konsep yang menggambarkan pengelompokan individu atau kelompok dalam masyarakat ke dalam lapisan-lapisan tertentu. Pengelompokan ini biasanya didasarkan pada faktor-faktor seperti kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan status sosial. Dengan kata lain, stratifikasi sosial adalah bagaimana masyarakat mengatur dirinya melalui perbedaan kelas atau hierarki yang ada.
Stratifikasi sosial berasal dari istilah social stratification yang berarti sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Kata stratification berasal dari kata stratum (jamaknya: strata) yang berarti lapisan. Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Sistem stratifikasi merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang dan kelas rendah. Atau dapat pula diartikan sebagai pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal. Biasanya stratifikasi didasarkan pada kedudukan yang diperoleh melalui serangkaian usaha perjuangan.

Untuk lebih jelasnya apa itu stratifikasi sosial dapat kita lihat pengertian-pengertian yang diberikan oleh beberapa ahli tentang stratifikasi sosial seperti berikut ini:
a) Robert M. Z. Lawang, Stratifikasi sosial adalah adanya penggolongan dalam masyarakat dalam suatu sistem dan struktur sosial tertentu yang dimana terbentuk melalui jalur hirarki yang kemudian didasari atas pembedaan kekuasaan dan nilai seseorang yang ada pada masyarakat tersebut.
b) Soerjono Soekanto, Stratifikasi sosial merupakan perbedaan yang ada dalam masyarakat secara vertikal atau bertingkat. Perbedaan ini muncul disebabkan oleh adanya latar belakang status dan peranan masyarakat yang berbeda-beda.
c) Bruce J. Cohen, Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan individu sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan individu tersebut dalam kelas sosial yang sesuai.
d) Max Weber, Stratifikasi sosial adalah penggolongan individu dalam suatu sistem sosial tertentu ke lapisan yang sifatnya hirarki berdasarkan kekuasaan, privilese dan prestise.
e) Horton dan Hunt, Stratifikasi merupakan sistem perbedaan status yang ada dalam masyarakat.
f) Pitirim A. Sorokin, stratifikasi sosial merupakan pembedaan masyarakat kedalam kelas-kelas sosial yang sifatnya hirarki.
Meskipun banyaknya ahli yang menyampaikan pendapatnya tentang apa itu stratifikasi sosial, tidak menunjukkan arti setiap pendapatnya memiliki maksut yang berbeda dan menyimpang, justru arti yang disampaiakan oleh masing-masing ahli memiliki keterkaitan satu sama lain. Hal tersebut akan membantu kita dalam menganalisis dan memahami bagaiamana stratifikasi sosial itu terjadi.

Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya stratifikasi sosial ini seperti faktor Pendidikan, faktor ekonomi,, faktor kekuasaan, faktor keturunan, dan faktor status sosial. Faktor Pendidikan dengan faktor ekonomi ini saling berkaitan satu sama lain. Tingkat Pendidikan dapat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang, dimana jika keadaan ekonominya rendah maka Pendidikan yang akan ditempuh pun hanya sebatas apa adanya bahkan bisa untuk memilih tidak menempuh Pendidikan karna mencari uang untuk makan saja kesulitan. Pendidikan yang rendah memiliki hubugan langsung bagaimana status sosial terbangun, Pendidikan yang tinggi umumnya memiliki akses lebih luas terhadap pekerjaan dengan posisi sosial yang tinggi dan mendapat penghasilan yang layak. Sedangkan, di sisi lain seseorang yang berpendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan akan terjebak di situasi kesusahan karna terbatasnya akses terhadap pekerjaan yang berkualitas. Jadi, bisa disimpulkan pendidikan  merupakan dasar dalam penentuan sesorang akan masuk dalam lapisan kelas sosial yang mana. Namun, di Indonesia masih mengalami tidak meratanya Pendidikan yang layak bagi daerah terpencil, maka diperlukannya peran pemerintah disini untuk melakukan pembangunan sekolah di daerah terpencil secara merata dengan kualitas Pendidikan yang layak. Kebijakan pemerintah juga merupakan salah satu cara sebagai jembatan bagi masyarakat untuk mengubah kelas sosialnya dari kelas bawah ke kelas atas.

Terjadinya stratifikasi sosial ini sudah pasti disadari oleh seluruh masyarakat Indonesia dari kalangan bawah maupun kalangan atas. Hal ini terlihat lebih menonjol karena masyarakat yang memiliki dampak besar di sekitarnya seperti para artis, pejabat, san sebagainya itu semakin memperlihatkan bagaiaman ketimpangan sosial itu terjadi di sekitar kita. Suatu keadaan seseorang yang menunjukkan adanya stratifikasi sosial ini bisa bersifat tertutup dan terbuka. Sifat tertutup stratifikasi sosial ini yang dimaksud adalah individu terlahir ke dalam lapisan tertentu dan tidak memiliki kesempatan untuk berpindah, biasanya hal ini dipengaruhi oleh faktor kasta, keturunan, dan budaya maupun tradisi. Contohnya kasta yang ada di india seperti pada puncak hierarki adalah kaum Brahmana yang sebagian besar adalah guru dan intelektual dan diyakini berasal dari kepala Brahma. Kemudian muncul kaum Kshatriya, atau para prajurit dan penguasa, yang konon berasal dari tangannya. Posisi ketiga ditempati kaum Vaishya, atau para pedagang, yang diciptakan dari pahanya. Di bagian paling bawah adalah kaum Shudra, yang berasal dari kaki Brahma dan melakukan semua pekerjaan kasar.. Sistem kasta ini merupakan salah satu bentuk stratifikasi sosial tertua di dunia, yang diperkirakan sudah ada sejak periode Weda awal sekitar 1500 SM. Lain dari statis, sifat terbuka yang dimaksud dalam stratifikasi sosial adalah individu yang memiliki kesempatan untuk berpindah antar lapisan sosial. Perubahan kelas dapat terjadi baik ke atas maupun ke bawah, tergantung pada usaha dan pencapaian individu.

Stratifikasi sosial ditandai dengan beberapa ciri utama yang membedakannya dari bentuk pengelompokan sosial lainnya. Pertama, adanya perbedaan akses terhadap sumber daya yang bernilai di masyarakat, seperti kekayaan, kekuasaan, dan prestise. Contohnya, seorang direktur perusahaan memiliki akses yang lebih besar terhadap pendapatan dan kekuasaan dibandingkan seorang staf administrasi. Kedua, stratifikasi membentuk lapisan-lapisan sosial yang hierarkis, di mana individu atau kelompok ditempatkan dalam tingkatan yang berbeda. Misalnya, dalam konteks pendidikan, lulusan S3 umumnya dianggap memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA. Ketiga, terdapat simbol-simbol status yang digunakan untuk menandai perbedaan antar lapisan, seperti jenis pakaian, kendaraan, atau gaya bahasa. Contoh sederhana, seseorang yang mengenakan pakaian bermerek mewah seringkali diasosiasikan dengan status sosial yang lebih tinggi. Keempat, stratifikasi memungkinkan adanya mobilitas sosial, yaitu perpindahan individu atau kelompok antar lapisan. Contohnya, seorang anak dari keluarga petani yang berhasil meraih pendidikan tinggi dan mendapatkan pekerjaan profesional mengalami mobilitas sosial vertikal naik. Terakhir, stratifikasi seringkali menciptakan ketidaksetaraan dalam hak dan kewajiban, di mana kelompok di lapisan atas cenderung memiliki lebih banyak hak dan keistimewaan. Misalnya, akses terhadap layanan kesehatan berkualitas mungkin lebih mudah dijangkau oleh masyarakat dari lapisan ekonomi atas dibandingkan lapisan bawah. Kelima ciri ini saling berkaitan dan membentuk sistem stratifikasi sosial yang kompleks dalam masyarakat.

Dapat kita lihat dari kasus peningkatan angka kemiskinan di Jakarta, menunjukkan semakin menonjolnya stratifikasi sosial ini terjadi. Jakarta, dimana kota sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia, ironisnya masih menghadapi permasalahan kemiskinan yang ekstrem. Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi yang signifikan di ibu kota, dimana sebagian masyarakat hidup dalam kemewahan sementara sebagian lainnya hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian warga mengaku tidak menerima bantuan sosial, hal ini memperlihatkan bahwa akses pemerintah terhadap bantuan sosial masih tidak merata. Ketidakmerataan ini dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari cakupan penerima, bantuan sosial seringkali tidak menjangkau seluruh masyarakat yang membutuhkan. Beberapa kelompok rentan mungkin terlewat karena berbagai faktor, seperti kurangnya informasi, kesulitan administrasi, atau diskriminasi. Data yang tidak akurat atau pemutakhiran data yang lambat juga dapat menyebabkan kesalahan dalam penentuan penerima. Selain itu, distribusi bantuan sosial seringkali terkonsentrasi di wilayah perkotaan atau wilayah yang lebih mudah diakses saja. Wilayah terpencil, daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (3T) seringkali kurang mendapatkan perhatian, padahal masyarakat di wilayah tersebut mungkin lebih membutuhkan bantuan. Bisa juga kondisi ini dipengaruhi oleh bagaimana mekanisme penyaluran bantuan sosial ini tidak melaksanakan tugasnya dengan sesuai. mekanisme penyaluran bantuan yang tidak efisien atau transparan dapat menyebabkan penyimpangan dan penyelewengan. Korupsi, pungutan liar, dan birokrasi yang berbelit-belit dapat mengurangi efektivitas bantuan dan merugikan penerima yang berhak. Maka dari itu perlunya pengawasan secara berkala oleh pemerintah pusat agar masyarakat mendapatkan haknya secara penuh.

Ketidaksetaraan yang mengakar dalam struktur masyarakat Jakarta, sebuah kota metropolitan, berdampak signifikan pada munculnya dan abadinya kemiskinan ekstrem. Perbedaan akses terhadap sumber daya ekonomi, seperti pekerjaan yang layak dengan upah mencukupi dan jaminan sosial, sangat dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah. Mereka seringkali terperangkap dalam pekerjaan informal yang tidak stabil, tanpa perlindungan, dan dengan penghasilan yang jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kesulitan ini diperparah oleh terbatasnya akses terhadap pendidikan berkualitas dan pelatihan keterampilan, yang pada akhirnya membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup. Selain itu, jurang pemisah juga terlihat dalam akses terhadap layanan publik yang esensial, seperti kesehatan, sanitasi, air bersih, dan transportasi. Masyarakat miskin seringkali tinggal di lingkungan kumuh dengan fasilitas yang minim, meningkatkan risiko penyakit dan memperburuk kualitas hidup mereka. Diskriminasi dan stigma yang melekat pada kemiskinan juga menjadi penghalang, menyulitkan mereka untuk berinteraksi sosial dan mendapatkan kesempatan yang sama. Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus, di mana masyarakat terjebak dalam kondisi serba terbatas dan kesulitan untuk keluar dari kemiskinan ekstrem, yang pada akhirnya memunculkan berbagai masalah sosial.

Dampak kemiskinan ekstrem yang diakibatkan oleh ketidaksetaraan ini meluas ke berbagai masalah sosial yang kompleks. Tingkat kriminalitas cenderung meningkat karena sebagian orang terdorong untuk melakukan tindakan ilegal demi memenuhi kebutuhan hidup. Kerentanan terhadap eksploitasi dan kekerasan juga meningkat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan. Masalah kesehatan mental seperti depresi dan stres juga lebih umum terjadi di kalangan masyarakat miskin karena tekanan hidup yang berat dan ketidakpastian ekonomi. Selain itu, disintegrasi sosial juga mengancam, di mana rasa saling percaya dan solidaritas antar warga masyarakat berkurang, dan potensi konflik sosial meningkat akibat kesenjangan yang semakin lebar. Dengan demikian, ketidaksetaraan yang mendasari kemiskinan ekstrem tidak hanya berdampak pada individu yang mengalaminya, tetapi juga merusak tatanan sosial yang lebih luas.
Stratifikasi sosial yang terjadi memiliki pengaruh terhadap sistem politik di sebuah negara. Bagaimana masyarakat terstruktur dalam lapisan-lapisan sosial yang berbeda, berdasarkan faktor-faktor secara langsung memengaruhi cara kekuasaan didistribusikan, diakses, dan dijalankan dalam ranah politik. Kelompok-kelompok sosial yang berbeda memiliki tingkat pengaruh yang berbeda pula dalam proses politik, mulai dari partisipasi dalam pemilihan umum, pembentukan opini publik, hingga akses terhadap posisi-posisi kekuasaan.

Salah satu dampak utama stratifikasi sosial terhadap sistem politik adalah terciptanya ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan. Kelompok-kelompok yang berada di lapisan sosial atas, umumnya memiliki sumber daya ekonomi dan sosial yang lebih besar, cenderung memiliki akses yang lebih mudah terhadap kekuasaan politik. Mereka dapat memengaruhi kebijakan publik melalui berbagai cara, seperti donasi kampanye politik, lobi-lobi di parlemen, dan kontrol terhadap media massa. Sebaliknya, kelompok-kelompok yang berada di lapisan sosial bawah seringkali memiliki suara yang kurang terdengar dalam proses politik. Mereka mungkin menghadapi berbagai hambatan untuk berpartisipasi dalam politik, seperti kurangnya informasi, keterbatasan sumber daya, dan diskriminasi. Akibatnya, kebijakan publik seringkali lebih mencerminkan kepentingan kelompok-kelompok yang berkuasa, sementara kepentingan kelompok-kelompok minoritas terabaikan. Selain itu, kondisi ini juga memengaruhi representasi politik. Sistem politik yang ideal seharusnya mencerminkan keragaman masyarakat, di mana setiap kelompok sosial memiliki perwakilan yang proporsional di lembaga-lembaga pemerintahan. Namun, dalam kenyataannya, kelompok-kelompok yang dominan secara sosial dan ekonomi seringkali mendominasi pula lembaga-lembaga politik. Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam pembuatan kebijakan, di mana kepentingan kelompok-kelompok minoritas tidak terwakili dengan baik.

Kesenjangan sosial yang terjadi terlalu lebar dan ketidakadilan dalam akses terhadap kekuasaan dapat memicu konflik sosial dan ketidakstabilan politik. Kelompok-kelompok yang merasa terpinggirkan dan tidak memiliki saluran untuk menyuarakan aspirasi mereka dapat melakukan protes, demonstrasi, atau bahkan tindakan kekerasan. Sebaliknya, sistem politik yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan seluruh lapisan masyarakat dapat memperkuat stabilitas dan kohesi sosial. Sebagai contoh, dalam sistem politik yang didominasi oleh elite ekonomi, kebijakan-kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan kelompok pemilik modal, sementara kepentingan buruh atau petani kurang diperhatikan. Hal ini dapat memicu ketegangan sosial dan bahkan konflik kelas. Sebaliknya, di negara-negara dengan tingkat kesetaraan sosial yang lebih tinggi, partisipasi politik cenderung lebih merata dan stabilitas politik lebih terjaga.

Untuk mengatasi permasalahan stratifikasi sosial yang memiliki dampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga partisipasi politik, dibutuhkan serangkaian solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Solusi ini tidak bisa hanya berfokus pada satu aspek saja, melainkan harus menyentuh akar permasalahan dan melibatkan transformasi di berbagai bidang.

Langkah pertama adalah memperkuat sistem pendidikan yang merata dan berkualitas. Akses pendidikan yang setara bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi, merupakan investasi jangka panjang yang sangat penting. Hal ini mencakup penyediaan infrastruktur pendidikan yang memadai di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil, peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui pelatihan dan pengembangan profesional, serta penyediaan beasiswa dan bantuan finansial bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Kurikulum yang relevan dan inklusif, yang tidak hanya berfokus pada aspek kognitif tetapi juga pengembangan karakter dan keterampilan juga sangat diperlukan. Selain pendidikan formal, program pendidikan non-formal dan pelatihan keterampilan juga harus diperluas untuk memberikan kesempatan bagi mereka yang putus sekolah atau ingin meningkatkan kompetensi diri.

Kedua, pemerataan akses ekonomi menjadi kunci untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Penciptaan lapangan kerja yang layak dengan upah yang adil dan jaminan sosial yang memadai harus menjadi prioritas. Pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk mendorong investasi yang menciptakan lapangan kerja, khususnya di sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga perlu didukung melalui pelatihan manajemen, akses permodalan yang mudah, dan fasilitasi akses pasar. Program pengentasan kemiskinan yang efektif dan berkelanjutan, yang tidak hanya bersifat bantuan langsung tunai tetapi juga pemberdayaan masyarakat untuk mandiri secara ekonomi, juga sangat penting.

Ketiga, pemerataan pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik merupakan langkah penting untuk memastikan semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses fasilitas dan layanan dasar. Pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah, termasuk jalan, jembatan, listrik, air bersih, dan telekomunikasi, akan membuka akses ke daerah-daerah terpencil dan meningkatkan konektivitas antar wilayah. Peningkatan kualitas pelayanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan perumahan, juga harus menjadi prioritas.

Keempat, penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif, serta sistem peradilan yang transparan dan akuntabel, merupakan pilar penting dalam mewujudkan keadilan sosial. Penegakan hukum yang tegas terhadap segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, etnis, agama, gender, dan status sosial harus diutamakan. Akses yang sama terhadap keadilan, termasuk bantuan hukum bagi masyarakat miskin juga harus dipastikan.

Kelima, penguatan partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pembangunan akan memastikan aspirasi seluruh lapisan masyarakat terwakili. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kesadaran politik dan kewarganegaraan, mendorong partisipasi aktif dalam pemilihan umum dan pengambilan keputusan publik, serta memperkuat peran organisasi masyarakat sipil sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan.

Terakhir dan yang paling mendasar adalah transformasi mindset dan budaya. Penghapusan stereotip dan prasangka negatif terhadap kelompok masyarakat tertentu, penanaman nilai-nilai kesetaraan, keadilan sosial, toleransi, dan inklusi, serta penguatan dialog antar kelompok masyarakat, merupakan langkah penting untuk membangun kohesi sosial dan mencegah konflik. Transformasi ini membutuhkan peran aktif dari keluarga, sekolah, media massa, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Keseluruhan upaya ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan komitmen berkelanjutan dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Tanpa upaya yang terintegrasi dan berkesinambungan, permasalahan stratifikasi sosial akan terus berlanjut dan menghambat kemajuan bangsa.

Dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial antar individu dalam masyarakat membentuk pengelompokan yang dapat dibedakan menjadi dua jenis: horizontal (diferensiasi) dan vertikal (stratifikasi sosial). Diferensiasi menggambarkan perbedaan berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, dan pekerjaan, sementara stratifikasi sosial mengelompokkan individu ke dalam lapisan berdasarkan kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan status sosial yang membentuk hierarki atau kelas sosial. Stratifikasi sosial, berasal dari istilah "social stratification," menekankan pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas bertingkat, seperti kelas tinggi, menengah, dan rendah yang dikelompokan berdasarkan kedudukan yang diperoleh melalui usaha dan perjuangan. Faktor-faktor yang memengaruhi stratifikasi sosial meliputi pendidikan, ekonomi, kekuasaan, keturunan, dan status sosial, di mana pendidikan dan ekonomi saling berkaitan. Kondisi ekonomi memengaruhi tingkat pendidikan, yang pada gilirannya memengaruhi akses sumber daya manusia pada pekerjaan dan status sosial. Stratifikasi sosial dapat bersifat tertutup, di mana individu terlahir dalam lapisan tertentu dan tidak dapat berpindah (misalnya sistem kasta) atau terbuka di mana individu memiliki kesempatan untuk berpindah antar lapisan sosial. Ciri-ciri stratifikasi sosial meliputi perbedaan akses sumber daya, lapisan hierarkis, simbol status, mobilitas sosial, dan ketidaksetaraan hak dan kewajiban. Kasus peningkatan kemiskinan di Jakarta mencerminkan dampak stratifikasi sosial dengan kesenjangan ekonomi, ketidakmerataan akses bantuan sosial, dan terbatasnya akses terhadap pendidikan dan layanan public yang berujung pada masalah sosial seperti kriminalitas dan disintegrasi sosial. Stratifikasi sosial juga memengaruhi sistem politik melalui ketidaksetaraan akses kekuasaan dan representasi yang berpotensi memicu konflik. Oleh karena itu, diperlukan solusi komprehensif yang meliputi pemerataan pendidikan, akses ekonomi, pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik, penegakan hukum yang adil, penguatan partisipasi masyarakat, dan transformasi mindset dan budaya untuk mengatasi dampak negatif stratifikasi sosial dan mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun