Sadar gak sih di tengah gegap gempita hari ini, pemikiran-pemikiran mulai menemukan kebebasannya. Bukan  dibebasin oleh karna virus corona ye seperti pembahasan yang lagi hangat hari ini, tapi karna manusia udah muak dan bosan dengan kehidupan yang biasa-biasa aja.Â
Di zaman yang fleksibel ini, hal-hal yang nyeleneh, unik, dan memiliki ciri khas sering kali menjadi hal yang lebih dicari dan di gandrungi oleh khalayak ramai.
Bisa dibilang kita sudah teramat bosan dengan ritual kehidupan yang itu-itu saja, yang baik-baik saja, dan yang datar-datar saja. Mulai dari pilihan profesi pekerjaan, produk makanan, gaya berpakaian, hingga aliran musik kini mulai mengingkan 'pembaharuan'.Â
Sebut saja profesi freelancer, makanan-makanan unik, gaya berpakaian nyentrik, hingga aliran musik indie. Demi meraih pembaharuan itu diperlukan kebebasan untuk menemukan ide-ide, dan mewujudnyatakannya dalam kreatifitas.
Sebagai bukti bahwa orang sudah bosan dengan kehidupan yang flat adalah perkembangan freelancer. Sudah banyak anak muda yang tidak pernah mengirim surat lamaran, dan tidak pernah mengenal durasi jam kerja 8 jam seperti orang-orang lain.Â
Banyak dari mereka yang memilih hobi sebagai pekerjaannya, santuy tapi tetap produktif. Berdasarkan data dari Indonesia Freelancer Association (IFA), terdapat grafik penigkatan bagi mereka yang mengidentifikasi dirinya sebagai freelancer.Â
Jumlah yang awalnya hanya sekitar 60 ribu, pada 2017 naik menjadi lebih dari 940 ribu. Ini menunjukkan bahwa orang-orang nyaman dengan kebebasan yang dipilihnya. Kerjanya di rumah, kerjanya jalan-jalan, kerjanya makan-makan tapi dibayar, asek bener hehe.
Sejak dulu norma, nilai, dan aturan yang di genggam di lapisan masyarakat, seperti sekolah, hingga keluarga seolah sudah terpatri dalam benak kita masing-masing. Kita diinginkan untuk mencapai standar-standar yang telah mereka tentukan.Â
Jika kita tidak mencapainya, kita gagal menjadi manusia yang baik dalam sudut pandangnya. Jika kita mencapai standar itu, kita menjadi serupa dengan semua. Ya jadinya kita terbatasi oleh pola pikir sempit yang sudah terbentuk.
"Siswa yang baik itu yang dapat peringkat 1 sampai 10, anak yang baik itu yang nurut dengan setiap kemauan orangtuanya, mahasiswa yang baik itu yang masuk terus, rajin kerjain tugas, rajin cari muka (eh rajin cari referensi) dan sebagainya".Â
Ini tidak sinkron. Di satu sisi mengemukakan 'be yourself', sedang disaat yang sama mereka yang menjadi dirinya sendiri malah dibatasi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!