Dengan menyadari gejolak revolusi industry 4.0 sebagai tantangan setiap Negara termasuk Indonesia, agar mampu beradaptasi dengan era ini yang ditandai dengan era percepatan tekhnologi dan digitalisasi.
Pada era ini kemampuan siswa tidak lagi diharapkan hanya mampu menjadi pekerja yang mengikuti perintah atau alur saja, namun dibutuhkan pekerja yang mampu berinovasi (creativity), berpikir kritis (critical thinking), berkolaborasi (collaboration), dan mampu menyelesaikan masalah (problem solving). Artinya tuntutan bagi siswa adalah bagaimana menciptakan ide-ide inovatif dan tidak lagi hanya mengulang dan mengulang apa yang telah ada. Â
Kemudian apa perbedaan pada setiap level pada taxonomy ini. Untuk itu mari kita ambil contoh yang terkait dengan pendidikan karakter di kurikulum pendidikan Indonesia, yaitu toleransi. Tindakan setiap manusia akan berbeda satu sama lain tergantung pada kemampuan kognitifnya.
Pada tingkat menghafal (remembering), siswa belum mengenal konsep hidup bertoleransi. Ini bisa kita temukan jika kita tanyakan kepada mereka bagaimana hidup bertoleransi, mereka mungkin tidak tahu jawabannya karena mereka masih dalam tahap pengenalan akan toleransi tersebut.
Pada tingkatan memahami (understanding), siswa sudah memahami konsep hidup bertoleransi, Jika kita tanyakan bagaimana caranya bertoleransi dengan teman dengan suku yang berbeda dengan kita, mereka akan bisa menjawab hidup bersama-sama karena kita semua saudara. Namun, mereka hanya paham secara teori, tetapi secara praktek mereka masih belum mampu melakukannya. Oleh kerena itu masih ada kejadian bullying terhadap RAS.
Di tahap selanjutnya, yaitu tingkatan aplikasi (applying), setelah siswa paham bahwa semua manusia adalah sama, mereka juga mampu saling menghargai satu sama lain.Â
Tetapi, jika ditanyakan, mengapa harus saling menghargai kepada teman dengan suku yang berbeda? Mereka tidak mampu menjawabnya karena mereka bertindak hanya sekedar aturan dan perintah saja. Artinya mereka belum paham sebab akibat dari saling menghargai tersebut.
Nah, ketiga tahap tersebut adalah bagian dari kemampuan berpikir tingkat rendah atau LOTS. Ada perbedaan konsep berpikir pada ketiga tahapan tersebut.
"Seni tertinggi guru adalah untuk membangun kegembiraan dalam ekspresi kreatif dan pengetahuan" - Albert Einstein
Kemudian, tiga tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi diawali dengan, Â tingkatan analisis (analyzing) yaitu mereka sudah bisa berpikir mengapa harus saling hidup bersama, saling menghargai dalam beragam perbedaan.
Contohnya, jika tidak saling menghargai antara sesama kita akan menyebabkan kebencian, permusuhan, hingga perpecahan diantara kita yang sebenarnya adalah saudara. Pada tahap ini mereka sudah mampu memikirkan konsekuensi dari setiap tindakan mereka.