Arena (ruang) adalah langkah terakhir setelah habitus dan kapital. Arena adalah ruang tempat pengaplikasian semua habitus, sering sekali kita terjebak pada arena yang tidak relevan dengan habitus dan modal kita.Â
Sebagai contoh mahasiswa yang ingin menjadi dosen tadi sudah membangun habitus membaca dan menulis, sudah memiliki modal buku, relasi, status sebagai lulusan program pasca sarjana, gelar magister pendidikan namun berkecimpung di dunia kesehatan ataupun politik.
Tentunya hal itu membuat habitus dan kapitalnya tidak relevan dengan arena yang membuat dirinya tidak sampai pada bidang yang dia usahakan sejauh ini dan sebaliknya dia menjadi seorang dokter ataupun politikus yang tidak relevan dan 'tidak diakui' sesuai pada bidangnya.Â
Dengan memperhatikan habitus, kapital, dan arena pada diri kita masing-masing, kita akan lebih optimis menghadapi tantangan dan realitas di masa depan karena kita telah mengatur dan mengendalikan diri kita dengan kebiasaan, modal dan arena juang yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan di awal.
Maka kehidupan akan lebih optimis dan maju jika lingkungan sosial yang terdiri dari individu-individu fokus pada titik bidang keahliannya dan dalam arti tetap membuka mata pada apa saja yang terjadi pada ruang di ruang lingkup lainnya. Dengan begini semua orang diakui pada bidang yang digelutinya sesuai dengan habitus, kapital, dan arenanya masing-masing.Â
Untuk menyimpulkan tulisan ini, penulis mengutip pada pesan Bourdieu, "Barangsiapa yang habitusnya paling pas, kapitalnya paling banyak, arenanya paling sesuai dialah pemenang kehidupan sosial".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H