Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimalisasi Badan Bank Tanah sebagai Sistem Kontrol Pemanfaatan Lahan yang Adil dan Berkelanjutan

24 Januari 2025   06:07 Diperbarui: 24 Januari 2025   06:07 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mang, berapa harga rambutan satu ikat?" Tanya istriku kepada seorang pedagang buah rambutan  'tidak tetap' yang ia singgahi di pinggir jalan saat perjalanan pulang dari tempat kerjanya.  "Oh, satu ikatnya dua puluh lima ribu, Neng."  Timpal seorang berperawakan setengah baya.

"Mahal amat ya." Gumam istriku dalam hati. Tapi istriku pun tetap membeli satu ikat rambutan itu dan membawanya pulang.

Setiba di rumah aku melihat wajah istriku masih diliputi ekspresi ketidakpuasan. "Kalau gak lagi pingin-pingin amat males deh beli. Harganya itu lho, gak sebanding sama jumlah rambutan yang didapat." Keluhnya waktu itu.

"Hehehehe... Yah, hitung-hitung bantu ekonomi rakyat kecil aja lah, Umi."  Celetukku menimpali dengan sedikit basa-basi diplomatis. "Heemmm... Memangnya kita ini bukan rakyat kecil ya?!" Pungkasnya sambil nyelonong ke dapur.

***

Periode awal tahun biasanya memang menjadi momennya para penjual buah musiman untuk mengais keuntungan dari menjajakan buah-buahan hasil panen mereka. Kesempatan untuk menjajakan rambutan (atau buah-buahan musiman lain) mungkin sudah dinantikan sejak lama oleh para pedagang buah 'dadakan' tersebut. Karena pada masa itulah mereka bisa mendapatkan tambahan penghasilan.

Meskipun hasil panen mereka tidak seberapa mengingat dukungan lahan yang terbatas, namun sejumlah rupiah yang diperoleh dari hasil menjajakan buah tersebut tetaplah sangat berguna.

 

Tapi, Aku menduga kalau harga rambutan yang dikeluhkan istriku sebenarnya bukan murni kehendak dari si pedagang rambutan. Adanya keterbatasan akses lahan yang membuat hasil panen tidak seberapa, pada akhirnya membuat ongkos transportasi untuk menjajakan rambutan jadi lebih tinggi. Beban inilah yang lantas mereka limpahkan kepada pembeli.

Dimasa sekarang, memiliki sejumlah lahan yang cukup luas tentu sangat berguna. Karena dengannya seseorang bisa menanam bermacam-macam tanaman, melakukan budidaya hewan, mengembangkan usaha pertanian, atau menjalankan usaha-usaha lainnya.

Sayangnya, tidak setiap orang punya atau tidak memiliki cukup lahan untuk dimanfaatkan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, yakni ketimpangan pemilikan lahan dengan penguasaan segelintir orang.

Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2022 menyebut level gini rasio pertanahan kita berada pada kisaran 0.58 alias 1% populasi menguasai 58% lahan. Bahkan, ketimpangan lahan tertinggi sempat terjadi pada tahun 2003 dengan level gini rasio sebesar 0.72 atau 1% populasi menguasai 72% lahan.

Jika kepemilikan tanah masih terus mengalami ketimpangan, lantas bagaimana dengan nasib kesejahteraan kita yang bahkan sejengkal lahan pun belum tentu punya?

Badan Bank Tanah

Ketimpangan pemilikan lahan memang masih terjadi di negara kita, dan hal itu bisa saja menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas negara.  

Namun, upaya pemerataan ekonomi melalui reduksi ketimpangan pemilikan tanah terus dilakukan oleh negara atau Pemerintah Pusat. Salah satunya dengan membentuk badan khusus (sui generis) yang memiliki kewenangan khusus untuk mengelola tanah negara.

Maka pada tahun 2021 lalu dibentuklah Badan Bank Tanah untuk menjalankan otorisasi tersebut.

Berdasarkan PP Nomor 64 Tahun 2021, Badan Bank Tanah mendapat mandat dari negara agar menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan sosial, kepentingan umum, kepentingan pembangunan, konsolidasi lahan, pemerataan ekonomi, dan  reforma agraria.

Dengan fungsi utamanya yakni melakukan perencanaan, mengupayakan perolehan tanah, pengadaan tanah,  pengelolaan tanah, pemanfaatan tanah, dan pendistribusian (ulang) tanah.

Badan Bank Tanah memiliki kewenangan khusus untuk mengelola tanah negara | Sumber gambar : banktanah.id
Badan Bank Tanah memiliki kewenangan khusus untuk mengelola tanah negara | Sumber gambar : banktanah.id

Badan Bank Tanah wajib menyalurkan minimal 30% Hak Pengelolaan Lahan atau HPL-nya dalam rangka mendukung program Reforma Agraria. Sedangkan HPL sisanya akan diberdayakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan tempat ibadah, pembangunan lapangan olah raga, dan lain sebagainya.

Selain itu, HPL juga dikelola dalam bentuk pemanfaatan komersial berupa kerjasama jual beli, kerjasama usaha, dan sewa yang mana dari hasil pendapatannya akan dipakai untuk pengembangan organisasi (misalnya untuk membeli lahan yang baru, dan hal-hal terkait lainnya).

Ketika HPL tersebut sudah berhasil didistribusikan sesuai peruntukan, maka bukan berarti kemudian peran Badan Bank Tanah selesai. Justru disinilah titik paling krusialnya mengingat kualitas pemanfaatan lahan akan sangat menentukan sejauh mana kesejahteraan, pemerataan ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan terjadi di masyarakat.

Bagaimanapun, setelah tanah disalurkan dan proses pemanfaatan lahan mulai berjalan, tidak ada jaminan bahwa hasilnya akan selalu sesuai harapan. Beragam potensi kendala akan muncul, demikian halnya sesuatu yang tidak diinginkan lain dapat terjadi sewaktu-waktu.

Misalnya, potensi pengalihan fungsi lahan tanpa izin dengan menyewakan lahan kepada pihak ketiga atau mengubahnya menjadi kompleks perumahan, penelantaran tanah, atau memanfaatkan tanah untuk aktivitas ilegal oleh masyarakat penerima program Reforma Agraria.

Selain itu, ada juga potensi pengingkaran perjanjian kerjasama pemanfaatan tanah oleh mitra Badan Bank Tanah, seperti, memanfaatkan tanah tidak sesuai peruntukan, melanggar ketentuan lingkungan, atau mengabaikan ketentuan waktu pemanfaatan lahan.

Akankah potensi-potensi penyimpangan semacam ini dibiarkan terjadi tanpa adanya upaya pengendalian samasekali?

Sistem Kontrol Pemanfaatan Lahan

Perilaku atau tindakan menyalahi "standar operasi" sebenarnya merupakan sesuatu yang sering terjadi dalam interaksi suatu organisasi. Bahkan perusahaan sekelas McDonald's (McD) pun pernah mengalami situasi pelik ketika banyak dari para mitra waralabanya (pewaralaba) tidak mengikuti standar pelayanan dari perusahaan induk. Alhasil, operasional McD pun sempat mengalami carut marut hingga terancam bangkrut.

Beruntung, Ray Kroc (sebagai pemilik waralaba) bertemu Harry Sonneborn yang kemudian mengusulkan untuk mengubah model bisnis McD dari sekadar jualan burger menjadi bisnis berbasis pemilikan tanah.

Dalam hal ini, pewaralaba diwajibkan menyewa lahan milik perusahaan induk McD untuk operasional gerai mereka apabila ingin menjadi mitra. Berbeda dari sebelumnya ketika pewaralaba menentukan dan menguasai sendiri lahan untuk operasional gerainya.

Dengan hal itu maka kendali yang dimiliki oleh perusahaan induk McD kepada seluruh pewaralaba menjadi lebih kuat. Karena kalau sampai ada gerai waralaba yang berani mengacau dan tidak mematuhi standar pelayanan maka akses tanahnya akan dicabut sehingga gerai tersebut tidak bisa lagi beroperasi.

Badan Bank Tanah, sebagai pemilik aset tanah seluas 27.169,54 HA (dikutip dari laman banktanah.id, akses per tanggal 19 Januari 2025), dan sekaligus sebagai pemegang HPL tentu mempunyai kapasitas setara atau bahkan lebih untuk mendisiplinkan pihak-pihak yang telah diberi mandat pemanfaatan lahan.

Melalui regulasi tertentu yang disusun oleh Badan Bank Tanah, semua pihak penerima mandat harus patuh terhadap aturan. Pelanggaran terhadap regulasi bisa menghasilkan konsekuensi berupa surat teguran, denda, sampai ditariknya mandat pemanfaatan lahan.

Untuk menjalankan sistem kontrol terkait pemanfaatan lahan tersebut, Badan Bank Tanah dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi GIS atau Geographic Information System,  yang sudah banyak dipergunakan juga oleh para pengembang properti, pelaku pertanian modern, dan berbagai lembaga pemerintah. Melalui GIS, ketika ada objek terpantau melanggar maka Badan Bank Tanah bisa segera mengambil tindakan.

Dengan upaya-upaya optimalisasi sistem kontrol inilah diharapkan pemanfaatan lahan akan bisa dijalankan secara benar dan bertanggung jawab.

 

McDonald's memiliki kontrol kuat kepada waralaba bisnisnya dengan mengoptimalkan aset tanah | Sumber gambar : mcdonalds.co.id
McDonald's memiliki kontrol kuat kepada waralaba bisnisnya dengan mengoptimalkan aset tanah | Sumber gambar : mcdonalds.co.id

Pilar Keberlanjutan

Badan Bank Tanah bukan semata sebagai lembaga yang bertugas mengelola tanah dan menyalurkan pemanfaatannya untuk menunjang terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat. Lebih dari itu, Badan Bank Tanah juga mengamban peran krusial untuk mewujudkan pembangunan keberlanjutan.

Berkaitan dengan perananan yang dijalankan oleh Badan Bank Tanah, setidaknya terdapat 5 kontribusi penting lembaga tersebut menuju terlaksananya pembangunan berkelanjutan.

1) Mengurangi Kemiskinan

Proses redistribusi lahan melalui program Reforma Agraria yang diberikan kepada kelompok masyarakat miskin, petani kecil, dan masyarakat adat diharapkan dapat membantu mereka meningkatkan penghasilan melalui pemanfaatan lahan dari bertani, berternak, atau aktivitas bernilai ekonomi lainnya.

Seiring penghasilan yang makin meningkat, maka peluang untuk lepas dari jerat kemiskinan akan lebih besar.

2) Ketahanan Pangan

Badan Bank Tanah bisa memberikan dukungan terhadap upaya peningkatan ketahanan pangan nasional melalui penyediaan lahan untuk persawahan.

Selama beberapa tahun terakhir, luas lahan pertanian disinyalir terus menyusut sehingga berimbas pada hasil panen pertanian.

Namun, dengan adanya dukungan alokasi lahan dari Badan Bank Tanah, baik itu melalui program Reforma Agraria ataupun dari skema kerjasama usaha, maka pasokan pangan dapat ditingkatkan.

3) Pengurangan Kesenjangan Ekonomi

Ketimpangan pemilikan lahan yang tinggi merupakan salah satu akar masalah timpangnya ekonomi kita. Melalui redistribusi lahan yang adil oleh Badan Bank Tanah kepada masyarakat yang berhak, maka diharapkan kualitas ekonomi masyarakat akan ikut diperbaiki sehingga menyulut terjadinya pemerataan kesejahteraan.

4) Penanganan Perubahan Iklim

Perubahan iklim atau lebih tepatnya krisis iklim sudah menjadi perhatian global yang makin sensitif belakangan ini. Badan Bank Tanah dituntut untuk lebih cermat dalam memantau pemanfaatan lahan yang ada sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Penegakan regulasi dan pemanfaatan teknologi GIS bisa menjadi alat bantu kontrol.

5) Pelestarian Ekosistem Daratan

Tanah sebagai bagian tidak terpisahkan dari ekosistem daratan menjadi penopang penting dalam upaya mempertahankan keanekaragaman hayati serta pencegahan terhadap kerusakan ekosistem darat akibat eksploitasi berlebihan.

Ketegasan Badan Bank Tanah untuk memastikan setiap pemanfaatan HPL dijalankan dengan memperhatikan aspek ekologis akan turut menentukan kualitas ekosistem daratan dimana lahan tersebut berada.

 

Infografis Badan Bank Tanah (1) | Diolah dari berbagai sumber
Infografis Badan Bank Tanah (1) | Diolah dari berbagai sumber

 

Infografis Badan Bank Tanah (2) | Diolah dari berbagai sumber
Infografis Badan Bank Tanah (2) | Diolah dari berbagai sumber

Badan Bank Tanah memiliki kapasitas mumpuni dalam mengontrol aktivitas pemanfaatan lahan, sehingga hal itu harus dioptimalisasi sedemikian rupa sehingga lahan yang diberdayakan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Mari kita bersama-sama mendukung peran Badan Bank Tanah sebagai instrumen penting dalam mewujudkan keadilan ekonomi di Indonesia. Pengelolaan lahan yang adil dan berkelanjutan tidak hanya membangun kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memastikan masa depan generasi mendatang yang cerah.

Kini saatnya kita berkontribusi melalui kesadaran, tindakan nyata, dan penyebaran informasi positif. Apakah Kalian siap menjadi bagian dari perubahan ini? Ayo mulai langkah kecil kita dengan memahami dan mendukung Badan Bank Tanah untuk Indonesia yang lebih baik!

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib

Refferensi :

[1] https://cekfakta.tempo.co/fakta/2646/sebagian-benar-klaim-mahfud-md-tentang-1-persen-orang-kuasai-75-persen-lahan-di-indonesia?utm_source=chatgpt.com

[2] https://banktanah.id/

[3] https://lestari.kompas.com/read/2023/05/02/080000486/mengenal-17-tujuan-sdgs-pembangunan-berkelanjutan-beserta-penjelasannya?page=all

[4] https://www.kompas.id/baca/utama/2019/03/19/ketimpangan-penguasaan-lahan-3

[5] https://terralogiq.com/apa-definisi-dan-cara-kerja-geographic-information-system-gis/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun