Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Apa yang Hilang Saat Libur Sebulan di Ramadan? Perspektif Cerdas untuk Generasi Muda

17 Januari 2025   15:21 Diperbarui: 17 Januari 2025   23:05 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah tengah menggulirkan wacana yang memantik kontroversi publik. Apa itu? Sekolah bakal diliburkan sebulan penuh selama bulan suci Ramadan. Kebijakan ini sebenarnya mengingatkan kita pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang memberlakukan kebijakan tersebut. Namun, tetapi saja pro kontra muncul disana.

Ide libur sekolah sebulan penuh sepertinya memang terdengar mengakomodasi kebutuhan spiritual masyarakat muslim, akan tetapi di sisi lain hal itu juga memunculkan kekhawatiran tersendiri.

Lantas, apa sebenarnya dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut, khususnya bagi para generasi muda? Yang tidak kalah pentingnya adalah apa yang akan dilakukan untuk memanfaatkan waktu libur tersebut secara optimal tanpa mengorbankan produktivitas belajar generasi muda?

Libur sekolah selama Ramadan memang memberi kesempatan besar untuk memperdalam ibadah. Namun, apabila tidak dikelola dengan baik, maka masa libur panjang ini bisa berubah menjadi ajang untuk bermalas-malasan, berkurangnya rutinitas belajar, hingga menurunnya daya juang siswa dalam menghadapi tantangan akademik.

Padahal, masa usia sekolah merupakan momen emas untuk membangun karakter dan keterampilan.

Jadi, alih-alih menjadikan libur panjang sebagai jeda total dari aktivitas intelektual, kita justru harus mengubahnya menjadi momentum pembelajaran informal yang lebih produktif. 

Keseimbangan Spiritual dan Akademik

Salah satu kekhawatiran terbesar dari kebijakan ini adalah bagaimana caranya menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan perkembangan akademik siswa.

Bulan Ramadan memang mendorong umat Islam untuk lebih fokus pada ibadah, seperti berpuasa, shalat tarawih, dan membaca Al-Qur'an. Hanya saja ini bukan berarti bahwa kegiatan akademik harus benar-benar dikesampingkan? Lagipula, bukankah belajar adalah bagian dari aktivitas ibadah juga?

Justru, masa Ramadan bisa menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan nilai-nilai spiritual itu ke dalam aktivitas pembelajaran.

Misalnya, siswa dapat diajak untuk belajar melalui pendekatan proyek berbasis nilai-nilai Ramadan, seperti empati, kepedulian sosial, kejujuran, hingga pengendalian diri.

Dalam hal ini, peran guru dan orangtua menjadi sangat penting dalam menciptakan aktivitas yang menggabungkan pembelajaran dengan praktik keagamaan ini, seperti membuat jurnal Ramadan, proyek amal sederhana, atau diskusi pentingnya nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu jurnal tentang pendidikan dan psikologi memperlihatkan bahwa keterlibatan dalam pembelajaran berbasis nilai akan membantu meningkatkan daya ingat jangka panjang siswa.

Libur panjang akan memberikan ruang bagi siswa untuk mengasah keterampilan hidup yang jarang disentuh dalam ruang kelas. Misalnya, keterampilan manajemen waktu, kepemimpinan, hingga kewirausahaan.

Bulan Ramadan bisa menjadi momentum bagi generasi muda ini untuk memulai proyek kecil, seperti berjualan takjil, membuat kerajinan tangan, atau bahkan mengorganisasi kegiatan sosial di lingkungan sekitar.

Dengan kata lain, sah-sah saja anak-anak sekolah itu libur sebulan penuh asalkan selama masa liburannya sudah dikondisikan sedemikian rupa sehingga menjadi bagian dari kurikulum pelajaran sekolah.

Ada banyak hal yang bisa dipelajari dalam praktik belajar selama libur bulan puasa tersebut, seperti berbisnis, menulis, berbicara di depan umum, atau bahkan belajar memasak untuk sahur dan berbuka.

Maka dari itu, libur panjang Ramadan perlu diisi dengan aktivitas yang memperkaya pengalaman generasi muda, tidak hanya secara spiritual tetapi juga intelektual dan emosional.

Koneksi Antar Generasi

Bulan Ramadan bisa menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat hubungan antar generasi didalam keluarga. Misalnya orangtua dengan anak-anaknya; Anak-anak dengan kerabat dari orang tuanya; Anak-anak dengan kakek-neneknya.

Karena selama siswa menjalani rutinitas sekolahnya mereka sering tidak memiliki cukup waktu untuk bercengkerama dengan keluarga atau belajar dari pengalaman orang tua serta kakek-nenek mereka.

Libur panjang ini bisa menjadi kesempatan emas untuk menghidupkan tradisi bercerita, berbagi pengalaman, atau sekadar menjalankan kegiatan bersama yang mempererat hubungan emosional.

Sebuah studi menyebut bahwa keterlibatan keluarga dalam pendidikan anak dapat meningkatkan hasil belajar hingga 30%. Dalam konteks Ramadan, hal ini berarti kolaborasi antar anggota keluarga bisa menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara belajar dan bermain.

Wacana libur sebulan penuh selama Ramadan akan membuka ruang kesempatan diskusi yang menarik tentang bagaimana kita mempersiapkan generasi muda menghadapi masa depan.

Di dalam ekosistem pendidikan ideal, kebijakan semacam ini seharusnya tidak hanya memikirkan kebutuhan spiritual tetapi juga memberikan ruang untuk pengembangan keterampilan dan nilai-nilai hidup.

Bagi para generasi muda, Ramadan bisa menjadi waktu refleksi sekaligus momentum untuk belajar di luar batasan sekolah formal. Rabindranath Tagore berkata, "You can't cross the sea merely by standing and staring at the water" (Kamu tidak bisa menyeberangi lautan hanya dengan berdiri dan memandang air).

Dengan kata lain, perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang diambil dengan penuh keyakinan. Ramadan adalah kesempatan untuk melatih langkah-langkah kecil itu, baik dalam hal spiritualitas maupun produktivitas.

Dengan memanfaatkan waktu secara bijak, libur panjang Ramadan tidak hanya menjadi jeda aktivitas, tetapi juga jembatan menuju generasi muda yang lebih cerdas, produktif, dan proaktif. Ramadan bukan sekadar waktu untuk berpuasa, tetapi juga momen untuk tumbuh bersama.

Lantas, apa yang hilang jikalau sekolah diliburkan selama Ramadan? Tidak ada, tapi dengan catatan kita mengisinya dengan aktivitas serta kegiatan yang bermakna.

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun