Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Jalan Raya, Hak Istimewa, dan Rasionalitas: Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap?

13 Januari 2025   14:07 Diperbarui: 13 Januari 2025   20:34 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patwal RI 36 yang memantik kontroversi, publik harus menyikapinya secara rasional | Sumber gambar: Tangkapan layar Instagram @PMI_Official via KOMPAS.com

Aksi polisi patroli pengawal (patwal) yang mengawal mobil dinas pejabat dengan plat nomor RI 36 yang viral di media sosial baru-baru ini menyulut perdebatan panas di kalangan warganet.

Kabarnya, artis Raffi Ahmad yang juga merupakan utusan khusus presiden menjadi sosok pejabat yang hendak dijemput oleh iring-iringan itu. Tak ayal, reaksi publik pun terpecah. Ada yang mengkritik keras, sementara yang lain membela tindakan tersebut sebagai bagian dari tugas negara.

Namun, di tengah hingar-bingar opini publik tersebut, bagaimanakah seharusnya masyarakat merespons situasi serupa? Apakah reaksi emosional berlebihan merupakan solusi yang tepat? Atau kah ada pendekatan berbasis logika yang mungkin lebih efektif?

Polisi patroli pengawal memang memiliki tugas dan kewenangan tertentu, yang mana salah satunya adalah memberi pengawalan khusus kepada pejabat negara demi kelancaran tugas mereka.

Meski demikian, kewenangan ini bukan tanpa batas. Tindakan yang melibatkan plat nomor istimewa, seperti RI 36, harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan menghormati pengguna jalan lainnya.

Saat prinsip ini terabaikan, wajar apabila memantik kritik. Hanya saja, kritik yang dibangun atas dasar emosi kerap kali sering kehilangan arah, hingga berujung pada perdebatan tanpa solusi. Hal ini menggarisbawahi perlunya pendekatan logis yang mampu melihat gambaran besar tanpa terjebak dalam prasangka sepihak.

Reaksi bijaksana tidak hanya menunjukkan kedewasaan publik, tetapi juga membantu membangun ekosistem transportasi yang lebih manusiawi. Jadi, mari kita coba kulik masalah ini untuk mendapatkan perspektif yang lebih utuh.

Hak Istimewa Pejabat

Hak istimewa di jalan raya, seperti penggunaan sirine dan pengawalan polisi, memiliki landasan hukum yang jelas. Dalam konteks negara kita, pengaturan ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Hak ini diberikan demi memastikan kelancaran tugas pejabat negara yang memiliki tanggung jawab strategis. Namun, dalam pelaksanaannya, sering kali muncul persepsi negatif akibat ketidakseimbangan antara kewenangan dan tanggung jawab.

Penggunaan hak istimewa secara arogan sering menimbulkan resistensi di masyarakat. Misalnya, tindakan seperti yang terekam dalam video viral tersebut dapat dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan, atau bahkan kesombongan terutama jika tidak disertai komunikasi yang baik. Dalam situasi seperti ini, masyarakat kerapkali merasa terabaikan, sehingga akhirnya memunculkan reaksi emosional.

Namun, harus diingat juga bahwa tidak semua tindakan pengawalan sebagai bentuk arogansi. Masyarakat perlu memahami konteks di balik setiap tindakan. Apakah ini untuk kepentingan darurat? Apakah prosedurnya sesuai aturan? Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, barangkali masyarakat dapat menghindari prasangka yang tidak perlu.

Bagaimanapun rasionalitas memainkan peran kunci dalam menyikapi insiden seperti ini. Ketika emosi menguasai, sering kita kehilangan kemampuan untuk menilai situasi secara objektif. Sebaliknya, pendekatan yang berbasis logika akan membantu kita melihat masalah dari berbagai sudut pandang.

Contoh konkretnya yaitu bagaimana publik dapat memanfaatkan data dan fakta untuk mendukung argumen mereka.

Alih-alih hanya mengkritik, masyarakat dapat menggali informasi lebih dalam tentang regulasi terkait pengawalan polisi atau mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan sesuai prosedur. Sikap ini tidak hanya memperkuat argumen, tetapi juga membuka ruang dialog yang konstruktif.

Selain itu, edukasi publik juga menjadi elemen penting. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang aturan lalu lintas dan kewenangan polisi, publik dapat mengurangi miskomunikasi yang seringkali menjadi sumber konflik. Dalam hal ini, rasionalitas bukan hanya soal bagaimana kita berpikir, tetapi juga bagaimana kita bertindak.

Membangun Ekosistem Kolaborasi

Insiden ini juga menjadi pengingat betapa pentingnya kolaborasi dalam menciptakan ekosistem transportasi yang lebih baik. Jalan raya bukan cuma milik individu tertentu. Ia adalah ruang publik yang menuntut penghormatan dan kerja sama dari semua pihak.

Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, memiliki peran besar dalam memastikan bahwa hak istimewa seperti pengawalan polisi digunakan secara bijak. Sosialisasi aturan, pelatihan petugas, dan evaluasi berkala adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan kualitas layanan.

Di sisi lain, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk memahami dan mematuhi aturan yang ada.

Kolaborasi ini juga melibatkan media dan warganet. Alih-alih hanya menyebarkan video viral, media dapat berperan sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah dengan menyediakan informasi yang berimbang. Warganet, dengan segala kekuatan digitalnya, juga dapat menjadi agen perubahan yang positif dengan menyuarakan kritik yang membangun.

Insiden ini mengajarkan kita pentingnya mengubah kritik menjadi solusi. Menghadapi isu sosial seperti hak istimewa di jalan raya membutuhkan keseimbangan antara emosi dan logika. Kritik yang konstruktif tidak hanya membantu menyelesaikan masalah, tetapi juga mendorong perubahan yang lebih besar.

Sebagai bagian dari masyarakat yang cerdas, kita memiliki tanggung jawab untuk membangun budaya transportasi yang lebih baik.

Mari kita jadikan insiden ini sebagai momentum untuk berbenah, baik dalam memahami aturan maupun dalam menjalankan kewajiban kita sebagai pengguna jalan. Karena pada akhirnya, jalan raya adalah cerminan dari masyarakat itu sendiri.

Bagaimana masyarakat bereaksi terhadap insiden seperti ini menjadi ujian nyata dari kedewasaan kolektif kita. Apakah kita memilih untuk terjebak dalam siklus kritik emosional, atau kita melangkah maju dengan solusi yang logis dan berkelanjutan?

Pilihan ada di tangan kita, dan langkah kecil kita hari ini dapat membawa perubahan besar di masa depan.

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun