Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengubah Limbah Jadi Laba, Rahasia Lesatan Bisnis Berkelanjutan

12 Desember 2024   11:38 Diperbarui: 12 Desember 2024   12:58 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengolahan limbah menjadi produk bernilai tinggi yang menggambarkan konsep ekonomi sirkular | Ilustrasi gambar: freepik.com/dragonimages

Pemandangan memilukan ketika gunungan sampah plastik berserakan di pinggir jalan raya menjadi gambaran bahwa limbah masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Akan tetapi, mari kita bayangkan andaikata limbah tersebut diubah menjadi peluang bisnis yang bernilai miliaran. Bukankah itu akan sangat menguntungkan?

Disinilah inti dari bisnis berkelanjutan, era green economy, mengoptimasi bisnis dengan dilatarbelakangi kebutuhan mendesak akibat perubahan iklim.

Beberapa tahun lalu saya pernah mengunjungi sebuah tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di Surabaya, TPA Benowo, dan melihat bahwasanya sampah itu tidak selalu hanya tumpukan barang bekas sisa manusia. Tetapi ada aspek lain didalamnya, salah satunya terkait dengan pengelolaan sampah.

Baru-baru ini, sebuah data menunjukkan kalau Indonesia saat ini sudah menghasilkan lebih dari 64 juta ton sampah per tahunnya, dengan sampah plastik berkontribusi sekitar 15%. Dalam skala global, nilai ekonomi untuk produk berkelanjutan terus meningkat, hal ini didorong oleh generasi Y dan Z yang semakin peduli pada lingkungan.

Sebuah studi di Marketing Science yang berjudul "Green Consumer Behavior" juga mencatat bahwa 73% konsumen muda lebih memilih produk yang ramah lingkungan. Dalam hal ini mereka bahkan bersedia untuk membayar lebih demi memperoleh produk yang "sejalan dengan prinsip" keberlanjutan. Hal ini membuka peluang besar bagi para pelaku bisnis untuk mengubah limbah menjadi aset berharga seiring besarnya potensi pasar yang akan menyerap produk-produk ramah lingkungan.

Sudah ada cukup banyak inovasi yang menunjukkan bagaimana limbah bisa diolah menjadi sesuatu yang berharga. Contohnya seperti yang dilakukan salah satu startup yang memproduksi furnitur dari plastik daur ulang atau inovasi fashion upcycling yang mengubah sisa tekstil menjadi koleksi kelas atas.

Pendekatan seperti ini tak hanya mendukung upaya penyelamatan lingkungan, akan tetapi juga menciptakan keuntungan finansial bagi pelakunya. Dan faktanya, bisnis berbasis pengolahan limbah memang bisa menghasilkan profit margin mencapai 30% lebih tinggi dibandingkan model konvensional. Dalam hal inilah ekonomi sirkular menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Sebagai salah satu penggerak ekonomi hijau, bisnis berkelanjutan menawarkan kesempatan emas bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi penghasil limbah terbesar, tetapi juga menjadi inovator dalam pengolahannya.

Lantas, bagaimana sebenarnya strategi mengubah limbah jadi laba ini dilakukan?

Strategi Bisnis Hijau yang Mengubah Limbah Jadi Laba

Elemen terpenting dalam bisnis hijau adalah inovasi dan teknologi. Penggunaan teknologi pengolahan limbah yang canggih, seperti pyrolysis untuk plastik atau anaerobic digestion untuk sisa makanan, telah memungkinkan produksi energi dan material baru dari limbah yang sebelumnya dianggap tak berguna.

Nike misalnya, melalui inisiatif Move to Zero, menjadi contoh bagaimana daur ulang limbah bisa menjadi strategi branding sekaligus operasional yang efektif.

Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa tantangan untuk hal ini tidaklah sedikit. Biaya awal yang tinggi, kebutuhan mengedukasi pasar, dan beberapa hal lain kerap menjadi hambatan. Oleh karena itu, kolaborasi dengan pemerintah dan LSM bisa menjadi solusi jitu mewujudkan inisiatif hijau. Skema insentif, seperti pengurangan pajak untuk bisnis daur ulang yang telah berhasil di negara lain mungkin bisa menjadi inspirasi untuk konteks Indonesia.

Komunikasi perihal nilai-nilai keberlanjutan kepada konsumen juga menjadi elemen penting. Melalui strategi pemasaran hijau yang efektif, seperti transparansi proses produksi serta penggunaan media sosial, bisnis dapat membangun loyalitas konsumen.

Menilik dari sebuah jurnal berjudul "Sustainability in Business Practices", disana dikatakan kalau 85% konsumen cenderung lebih mendukung merek yang terbuka tentang dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, memanfaatkan tren digital untuk menyebarluaskan kesadaran terhadap produk berkelanjutan adalah langkah yang mesti dilakukan.

Strategi pemasaran hijau dengan pendekatan teknologi digital  | Ilustrasi gambar: freepik.com/ Frolopiaton  Palm
Strategi pemasaran hijau dengan pendekatan teknologi digital  | Ilustrasi gambar: freepik.com/ Frolopiaton  Palm

Masa Depan Bisnis Berkelanjutan di Indonesia

Keberadaan potensi pasar global untuk produk-produk berkelanjutan yang terus berkembang menjadi angin segar tersendiri karena kita memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi sirkular.

Karena bagaimanapun bisnis hijau tidak hanya memberikan solusi bagi permasalahan limbah, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat.

Selain itu, pengelolaan limbah yang inovatif dapat memberdayakan masyarakat lokal melalui pelatihan dan program pengelolaan sampah berbasis komunitas. Hal ini akan memicu efek positif dalam interaksi dimasyarakat di waktu-waktu mendatang.

Kesadaran akan pentingnya keberlanjutan memang semakin meluas dari waktu ke waktu. Apalagi menilik situasi alam yang makin tidak karuan belakangan ini. Akan tetapi, untuk memanfaatkan peluang ini, perlu adanya dukungan yang lebih besar dari pemerintah, baik secara regulasi ataupun pendanaan.

Dengan visi Indonesia Maju pada tahun 2045, bisnis berbasis pengelolaan limbah dapat menjadi salah satu penggerak utama transformasi ini. Dan mewujudkan visi besar bahwa Indonesia Maju bukanlah pepesan kosong belaka.

Paul Polman, CEO Unilever tahun 2009-2018, pernah mengatakan "Sustainability isn't just about doing good; it's about doing better business." (*"Keberlanjutan bukan hanya tentang berbuat baik; tetapi juga tentang menjalankan bisnis yang lebih baik."). Dalam hal ini, bisnis hijau adalah masa depan yang sebaiknya kita mulai dari sekarang.

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun