Pemandangan memilukan ketika gunungan sampah plastik berserakan di pinggir jalan raya menjadi gambaran bahwa limbah masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Akan tetapi, mari kita bayangkan andaikata limbah tersebut diubah menjadi peluang bisnis yang bernilai miliaran. Bukankah itu akan sangat menguntungkan?
Disinilah inti dari bisnis berkelanjutan, era green economy, mengoptimasi bisnis dengan dilatarbelakangi kebutuhan mendesak akibat perubahan iklim.
Beberapa tahun lalu saya pernah mengunjungi sebuah tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di Surabaya, TPA Benowo, dan melihat bahwasanya sampah itu tidak selalu hanya tumpukan barang bekas sisa manusia. Tetapi ada aspek lain didalamnya, salah satunya terkait dengan pengelolaan sampah.
Baru-baru ini, sebuah data menunjukkan kalau Indonesia saat ini sudah menghasilkan lebih dari 64 juta ton sampah per tahunnya, dengan sampah plastik berkontribusi sekitar 15%. Dalam skala global, nilai ekonomi untuk produk berkelanjutan terus meningkat, hal ini didorong oleh generasi Y dan Z yang semakin peduli pada lingkungan.
Sebuah studi di Marketing Science yang berjudul "Green Consumer Behavior" juga mencatat bahwa 73% konsumen muda lebih memilih produk yang ramah lingkungan. Dalam hal ini mereka bahkan bersedia untuk membayar lebih demi memperoleh produk yang "sejalan dengan prinsip" keberlanjutan. Hal ini membuka peluang besar bagi para pelaku bisnis untuk mengubah limbah menjadi aset berharga seiring besarnya potensi pasar yang akan menyerap produk-produk ramah lingkungan.
Sudah ada cukup banyak inovasi yang menunjukkan bagaimana limbah bisa diolah menjadi sesuatu yang berharga. Contohnya seperti yang dilakukan salah satu startup yang memproduksi furnitur dari plastik daur ulang atau inovasi fashion upcycling yang mengubah sisa tekstil menjadi koleksi kelas atas.
Pendekatan seperti ini tak hanya mendukung upaya penyelamatan lingkungan, akan tetapi juga menciptakan keuntungan finansial bagi pelakunya. Dan faktanya, bisnis berbasis pengolahan limbah memang bisa menghasilkan profit margin mencapai 30% lebih tinggi dibandingkan model konvensional. Dalam hal inilah ekonomi sirkular menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Sebagai salah satu penggerak ekonomi hijau, bisnis berkelanjutan menawarkan kesempatan emas bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi penghasil limbah terbesar, tetapi juga menjadi inovator dalam pengolahannya.
Lantas, bagaimana sebenarnya strategi mengubah limbah jadi laba ini dilakukan?
Strategi Bisnis Hijau yang Mengubah Limbah Jadi Laba
Elemen terpenting dalam bisnis hijau adalah inovasi dan teknologi. Penggunaan teknologi pengolahan limbah yang canggih, seperti pyrolysis untuk plastik atau anaerobic digestion untuk sisa makanan, telah memungkinkan produksi energi dan material baru dari limbah yang sebelumnya dianggap tak berguna.