Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Gibran Buka Layanan "Lapor Mas Wapres!", Bagus Sih, Kalau Setingkat RT!

12 November 2024   13:16 Diperbarui: 13 November 2024   21:24 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Layanan pengaduan Lapor Mas Wapres Sudah menerima 20 pengaduan dari masyarakat usai pertama dibuka pada Senin (11/11/2024) hari ini. (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)

"Lapor Mas Wapres!" Mungkin terdengar seperti judul sitkom di salah satu stasiun televisi, namun ini kenyataan.

Di tengah hiruk-pikuk birokrasi nasional, langkah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membuka layanan aduan di kantor Wapres memang bisa menjadi sinyal positif, menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat.

Tapi, tunggu dulu. Ide ini terdengar menarik di permukaan, namun apakah efektif dalam praktiknya?

Apakah membuka posko aduan di tingkat pusat adalah solusi yang tepat untuk mendekatkan diri kepada masyarakat? Atau sekadar upaya menciptakan citra pemimpin yang "berdiri di tengah rakyat"?

Mari kita kulik kebijakan ini dengan perspektif kritis mulai dari potensi kelebihan beban, rantai komando yang terabaikan, hingga bagaimana pemerintah daerah sebenarnya yang lebih tepat menangani pengaduan langsung.

Seperti yang diungkap dalam studi London School of Economics (LSE) dan IEEE, efektivitas sistem pengaduan bukan hanya soal siapa yang membuka posko, tetapi juga siapa yang mendengarkan dan mampu bertindak tepat di lapangan.

Program aduan langsung
Program aduan langsung "Lapor Mas Wapres" apakah efektif? | Ilustrasi gambar: rri.co.id

Antara Pencitraan dan Efektivitas Program

Langkah Gibran menginisiasi layanan "Lapor Mas Wapres!" memang terlihat sebagai bentuk empati pada rakyat. Namun, seiring kita membedah lebih dalam, kebijakan ini sebenarnya perlu kita pertanyakan.

Berlandaskan pada riset dari LSE, sebuah posko aduan efektif jika dilengkapi dengan tim pengolah data dan tindak lanjut yang responsif di setiap lini pemerintahan mulai dari pusat hingga daerah.

Sistem aduan publik idealnya menjadi alat peringatan dini, namun di tingkat nasional, posko semacam ini bisa kewalahan saat harus menghadapi ribuan aduan setiap harinya.

Menurut IEEE, tanpa struktur dan hierarki yang memadai, posko aduan di kantor Wapres justru rentan hanya menjadi tempat "pencitraan." Bayangkan bagaimana jika ribuan aduan terkumpul, tapi tanpa prosedur yang terstruktur, banyak laporan masyarakat yang justru tidak tertangani.

Hal Ini mengingatkan kita pada quote dari Pierre Trudeau, mantan Perdana Menteri Kanada dimana ia mengatakan, "The essential ingredient of politics is timing. Just because you can hear the people, doesn't mean you can serve them well." (Bahan utama dalam politik adalah waktu yang tepat. Hanya karena Anda bisa mendengar rakyat, bukan berarti Anda bisa melayani mereka dengan baik.)

Birokrasi pemerintahan memiliki struktur berjenjang, dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, hingga pusat. Tanpa sistem yang memungkinkan penyaluran aduan secara efisien dari level terendah, posko seperti ini hanya akan menambah beban.

Riset IEEE menunjukkan bahwa keluhan publik yang tidak terorganisir bisa mengakibatkan sumber daya terkuras hanya untuk memilah mana aduan yang relevan.

Bayangkan posko "Lapor Mas Wapres!" menerima ribuan aduan dari seluruh penjuru negeri. Tanpa rantai komando dan koordinasi, respons yang diberikan rentan menjadi tidak akurat.

Selain itu, tanpa arahan jelas dari pimpinan daerah atau pejabat setempat, siapa yang akan memastikan aduan itu benar-benar ditindaklanjuti? Sistem yang memadai seharusnya mampu mengalirkan aduan dari bawah ke atas, bukan sekadar menumpuk aduan di satu titik pusat.

Apakah Sistem Aduan Efektif Tanpa Keterlibatan Pemerintah Lokal?

Sebuah aduan yang datang dari kota kecil atau pelosok mungkin lebih cepat diselesaikan oleh pejabat setempat ketimbang langsung oleh pemerintah pusat. 

Berdasarkan penelitian LSE, aduan publik seringkali berfungsi lebih baik sebagai alat peringatan dini yang dikelola oleh aparatur daerah yang paham konteks lokal. Tanpa keterlibatan pemerintah lokal, maka keluhan masyarakat bisa menjadi beban bagi pusat tanpa adanya solusi nyata.

LSE juga menyoroti bagaimana bias bisa muncul dalam pengelolaan aduan di tingkat nasional. Keluhan dari warga dengan pengaruh atau akses lebih mungkin mendapat prioritas, sementara aduan dari masyarakat di wilayah terpencil bisa saja tidak terdengar. Padahal, dalam demokrasi yang adil, semua suara seharusnya dihargai tanpa memandang latar belakang.

Sistem pengaduan efektif sebaiknya dibangun dari tingkat paling bawah, RT atau kelurahan, dan mengalir secara berjenjang ke atas. Sementara Wapres fokus saja pada tataran yang lebih strategis.

Hal Ini memungkinkan setiap level pemerintahan memikul tanggung jawab dan memberi respons yang sesuai dengan kapasitasnya.

Riset IEEE menekankan pentingnya manajemen keluhan yang terstruktur dan berlapis agar sumber daya tidak terkuras untuk masalah yang seharusnya bisa diselesaikan di tingkat lokal.

Dalam sistem ini, keluhan dari tingkat RT akan diawasi oleh kepala desa, kecamatan, hingga mencapai kantor Wapres bila perlu. Solusi ini tidak hanya lebih efisien, tetapi juga mengurangi ketimpangan dalam penanganan aduan.

Dengan begitu, posko aduan di kantor Wapres tidak perlu langsung menjadi tempat menampung segala masalah, melainkan menjadi pengawas dari sistem pengaduan yang lebih menyeluruh.

Akhir kata, ide membuka posko aduan memang terdengar "pro rakyat" di permukaan. Namun, tanpa struktur yang jelas dan keterlibatan pemerintah lokal, layanan ini lebih berpotensi menjadi langkah pencitraan daripada solusi nyata.

Maka, alih-alih menumpuk keluhan di pusat, membangun sistem pengaduan berjenjang dari bawah ke atas akan jauh lebih berdampak. Sistem ini tidak hanya efektif, tetapi juga lebih adil, serta memungkinkan masyarakat benar-benar merasa didengar.

Bagaimana Mas Gibran? Apakah hal ini perlu saya sampaikan juga lewat posko pengaduan?

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun