Dalam hal ini, masyarakat cenderung terpecah; ada yang merasa tersentuh, tetapi ada pula yang merasa bahwa pembagian sembako semacam ini sekadar alat pencitraan.
Sebuah studi oleh History and Policy di Inggris menyebutkan bahwa masyarakat memiliki respons yang ambivalen terhadap aksi amal yang dilakukan tokoh publik.
Beberapa merasa tergugah karena setidaknya ada yang "peduli," namun sebagian lagi merasa geram karena aksi ini dinilai kurang memadai dan hanya menjadi ajang pencitraan tanpa membawa perubahan nyata.
Dari sudut pandang psikologi, manusia memang lebih mudah tersentuh dengan aksi yang terlihat di depan mata, namun ini bisa berubah menjadi kemarahan ketika publik melihat aksi tersebut hanya sebagai pertunjukan belaka.
Ada sebuah sentilan lucu beredar di media sosial terkait hal ini, "Jika bantuan sembako memang efektif memberantas kemiskinan, kenapa negara tak sekalian bagi-bagi mobil mewah buat semua rakyat?"
Meski terdengar sarkastik, seloroh ini mencerminkan kekesalan publik yang mendambakan solusi lebih mendasar. Perasaan marah ini hadir karena persepsi bahwa aksi amal sering kali dilakukan hanya pada momen tertentu, saat mendekati pemilu misalnya, tetapi bukan sebagai langkah konsisten mengatasi kemiskinan.
Peran Negara dalam Penanggulangan Kemiskinan
Ketika aksi amal dilakukan tanpa solusi struktural yang jelas, banyak pihak yang merasa skeptis dan menuntut peran negara yang lebih besar. Data dari survei British Social Attitudes menunjukkan bahwa sebagian besar publik lebih mendukung peran pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dibandingkan dengan sektor amal atau individu.
Bagi mereka, permasalahan ekonomi yang begitu kompleks tidak bisa diselesaikan dengan hanya membagikan sembako. Termasuk bansos-bansos yang lain.
Di Indonesia, ekspektasi terhadap peran negara untuk menyelesaikan kemiskinan semakin tinggi. Bukan hanya soal memberi bantuan, tetapi juga mengatasi akar masalah kemiskinan seperti akses pendidikan dan kesehatan yang layak, kesempatan kerja yang stabil, serta infrastruktur yang mendukung.
Dengan cara ini, masyarakat dapat mandiri dan keluar dari kemiskinan tanpa perlu bergantung pada bantuan sembako semata. Karena itulah, publik merasa bahwa solusi yang ditawarkan pemerintah seharusnya jauh lebih cerdas dan menyeluruh daripada sekadar aksi bagi-bagi sembako.