Solusi permasalahan ini sejatinya tidak bisa hanya bergantung pada satu pihak. Kesadaran iklim harus dibangun dari akar rumput hingga ke pengambil kebijakan. Pendidikan lingkungan perlu lebih ditingkatkan, baik di sekolah, komunitas, maupun dalam lingkup kampanye politik. Para pemilih juga harus diedukasi tentang bagaimana krisis iklim berdampak langsung pada kehidupan mereka. Jika pemilih menyadari bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata, mereka mungkin akan lebih memilih pemimpin yang peduli terhadap lingkungan.
Membangun budaya peduli iklim dalam politik lokal memang memerlukan waktu, namun perubahan bisa dimulai dari sekarang. Dan para kandidat perlu memahami bahwa program lingkungan bukan hanya tentang menjaga alam, melainkan juga tentang menjaga kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat di masa depan.
Â
Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan isu krisis iklim terjebak di bawah radar politik lokal. Pemimpin daerah harus menyadari bahwa masa depan keberlanjutan bergantung pada kebijakan-kebijakan mereka hari ini. Seperti kata David Orr, "When we heal the earth, we heal ourselves." (Saat kita menyembuhkan bumi, kita juga menyembuhkan diri kita sendiri). Mungkin sudah saatnya kita semua memandang kebijakan iklim sebagai investasi jangka panjang untuk kesejahteraan bersama.
Sebagai pemilih, kita tidak bisa menunda lima tahun lagi untuk menentukan sosok pemimpin yang memiliki kepedulian serta komitmen tinggi terhadap pelestarian lingkungan. Jadi, silahkan kritisi semua kandidat pemimpin di daerahmu, kemudian tentukan siapa yang paling layak untuk diberi amanah. Diujung pasca mereka terpilih, tagih janji mereka khususnya dalam hal pelestarian lingkungan dan merawat bumi yang kita tinggali ini.
Nasib bumi kini ada ditanganmu.!
Maturnuwun,
Growthmedia
NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H