Kita berada dalam pusaran krisis iklim yang semakin nyata, namun di Pilkada, isu ini sepertinya masih saja terpinggirkan. Di tengah hiruk-pikuk kampanye politik, masalah iklim seolah terjebak di bawah radar. Kandidat lebih sibuk berbicara tentang masalah sosial dan ekonomi, meninggalkan krisis iklim sebagai topik yang hanya dibahas sambil lalu atau bahkan tidak dibahas sama sekali. Padahal, peran daerah dalam memerangi krisis iklim sangatlah krusial. Daerah adalah garda terdepan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, namun mengapa isu ini selalu saja gagal menarik perhatian para pemimpin lokal? Apakah pemilih benar-benar tidak peduli, atau justru para kandidat yang mengabaikan isu ini karena tidak dianggap 'seksi' dalam kancah politik?
Seperti yang pernah dikatakan oleh H. Bulkeley dan M. M. Betsill (2005) dalam jurnal mereka tentang kota berkelanjutan, "Kota-kota dan daerah adalah aktor kunci dalam menghadapi perubahan iklim, tetapi tata kelola multilevel sering kali gagal untuk memprioritaskannya." Ini mencerminkan betapa besarnya peran daerah, namun diabaikan dalam pengambilan keputusan. Di banyak daerah, kebijakan terkait iklim sering kali tak mendapat perhatian yang semestinya, meskipun dampak iklim secara nyata dirasakan oleh masyarakat lokal.
Â
Isu Iklim: Dianggap Tidak 'Seksi' dalam Politik Lokal
Pilkada sering kali dianggap sebagai ajang yang berfokus pada isu-isu populis seperti infrastruktur, lapangan kerja, dan kesehatan. Memang, semua ini penting, namun mengapa perubahan iklim selalu berada di luar topik utama? Isu iklim seringkali dianggap sebagai masalah global yang tak menyentuh kehidupan sehari-hari warga. Para kandidat, dalam pandangan ini, cenderung menghindar dari membicarakan isu-isu yang tidak memberikan keuntungan langsung pada elektabilitas mereka. Mengapa?
Alasannya sederhana, masalah iklim jarang menarik perhatian pemilih dalam jangka pendek. Sebagian besar masyarakat mungkin masih melihat perubahan iklim sebagai isu yang tak berdampak langsung, meskipun kenyataannya, peristiwa seperti banjir bandang, kekeringan panjang, hingga kenaikan suhu sudah meresap dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, pemilih cenderung lebih memilih pemimpin yang menjanjikan perbaikan langsung dalam hal ekonomi dan infrastruktur. Padahal, jika dikelola dengan baik, kebijakan iklim bisa memberikan dampak jangka panjang yang positif, termasuk dalam sektor ekonomi.
Dalam jurnal "Successful Adaptation to Climate Change Across Scales," Adger et al. (2005) menekankan bahwa tantangan besar dalam menangani krisis iklim adalah ketidaksesuaian antara komitmen global dan pelaksanaan lokal. Di tingkat internasional, sudah banyak komitmen yang dibuat, seperti perjanjian Paris, yang menargetkan pengurangan emisi global. Namun, di tingkat lokal, kebijakan adaptasi seringkali tertinggal. Para pemimpin lokal kerap terbentur oleh keterbatasan anggaran, prioritas politik, dan minimnya dukungan dari pemerintah pusat.
Ini juga yang mungkin menyebabkan isu iklim tidak pernah menjadi program unggulan di Pilkada. Banyak kandidat lebih memilih untuk fokus pada isu-isu yang lebih mudah diukur dampaknya, seperti pembangunan infrastruktur atau peningkatan kesejahteraan sosial. Sementara itu, perubahan iklim tetap menjadi masalah yang terlihat besar dan rumit, sehingga dihindari karena tak menarik pemilih dalam jangka pendek.
Â
Kenapa Daerah Harus Jadi Pionir dalam Perubahan Iklim?
Meskipun begitu, daerah memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim. Seperti yang dijelaskan Bulkeley dan Betsill, kebijakan iklim di tingkat lokal bisa jauh lebih efektif dalam mengurangi dampak perubahan iklim dibandingkan kebijakan nasional yang sering kali terlalu terfokus pada diplomasi dan perjanjian global. Di sinilah letak paradoksnya: justru di daerahlah dampak perubahan iklim lebih nyata terasa, namun justru di sinilah pula isu ini paling sering diabaikan.
Kandidat Pilkada seharusnya lebih berani mengambil langkah-langkah progresif dalam kebijakan lingkungan. Daerah bisa menjadi garda terdepan dalam mengembangkan solusi lokal untuk tantangan global ini, termasuk program-program adaptasi yang berkelanjutan. Bayangkan jika setiap kepala daerah membuat kebijakan lokal yang mendukung energi terbarukan, mengurangi emisi, dan meningkatkan ketahanan lingkungan. Mungkin alam kita tidak sampai semerana sekarang.
Solusi permasalahan ini sejatinya tidak bisa hanya bergantung pada satu pihak. Kesadaran iklim harus dibangun dari akar rumput hingga ke pengambil kebijakan. Pendidikan lingkungan perlu lebih ditingkatkan, baik di sekolah, komunitas, maupun dalam lingkup kampanye politik. Para pemilih juga harus diedukasi tentang bagaimana krisis iklim berdampak langsung pada kehidupan mereka. Jika pemilih menyadari bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata, mereka mungkin akan lebih memilih pemimpin yang peduli terhadap lingkungan.
Membangun budaya peduli iklim dalam politik lokal memang memerlukan waktu, namun perubahan bisa dimulai dari sekarang. Dan para kandidat perlu memahami bahwa program lingkungan bukan hanya tentang menjaga alam, melainkan juga tentang menjaga kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat di masa depan.
Â
Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan isu krisis iklim terjebak di bawah radar politik lokal. Pemimpin daerah harus menyadari bahwa masa depan keberlanjutan bergantung pada kebijakan-kebijakan mereka hari ini. Seperti kata David Orr, "When we heal the earth, we heal ourselves." (Saat kita menyembuhkan bumi, kita juga menyembuhkan diri kita sendiri). Mungkin sudah saatnya kita semua memandang kebijakan iklim sebagai investasi jangka panjang untuk kesejahteraan bersama.
Sebagai pemilih, kita tidak bisa menunda lima tahun lagi untuk menentukan sosok pemimpin yang memiliki kepedulian serta komitmen tinggi terhadap pelestarian lingkungan. Jadi, silahkan kritisi semua kandidat pemimpin di daerahmu, kemudian tentukan siapa yang paling layak untuk diberi amanah. Diujung pasca mereka terpilih, tagih janji mereka khususnya dalam hal pelestarian lingkungan dan merawat bumi yang kita tinggali ini.
Nasib bumi kini ada ditanganmu.!
Maturnuwun,
Growthmedia
NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H