Kebangkrutan Sritex bukan hanya sekadar catatan kelam dalam sejarah industri tekstil Indonesia, tetapi juga sebuah pelajaran berharga bagi banyak perusahaan lain di tanah air.
Globalisasi memang membuka peluang besar, namun ketergantungan yang terlalu tinggi pada pasar internasional tanpa memperkuat pasar domestik dapat menjadi bencana ketika terjadi krisis global.
Sritex mungkin kuat di masanya, tetapi kekuatan saja tidak cukup untuk bertahan dalam dunia yang terus berubah. Dengan runtuhnya Sritex, kita belajar bahwa kunci kesuksesan jangka panjang terletak pada kemampuan untuk beradaptasi. Bukan hanya menghadapi perubahan, tetapi juga mampu mengantisipasinya sebelum terlambat.
Sebagaimana dijelaskan dalam teori rantai pasokan resilient oleh Christopher & Peck, fleksibilitas dan kecepatan dalam merespons gangguan sangat penting dalam mempertahankan kelangsungan bisnis. Ini adalah sesuatu yang, sayangnya, Sritex gagal lakukan.
Pada akhirnya, kebangkrutan Sritex adalah sebuah kisah tentang bagaimana perusahaan besar bisa hancur ketika gagal membaca tanda-tanda zaman. Di tengah derasnya arus perubahan global, hanya mereka yang mampu beradaptasi dengan cepat yang akan bertahan.
"We do not learn from experience, we learn from reflecting on experience." - John Dewey
("Kita tidak belajar dari pengalaman, tetapi dari merenungkan pengalaman tersebut.")
Maturnuwun,
Growthmedia
NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H