Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Automasi Emosi, Bisakah AI Menggantikan Sentuhan Manusia dalam Negosiasi Bisnis?

11 Oktober 2024   13:29 Diperbarui: 11 Oktober 2024   13:39 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI berusaha menganalisis bahasa tubuh, tapi masih terbatas pada ekspresi dasar | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Apa yang terlintas di benakmu saat mendengar "AI" dan "emosi" dalam satu kalimat? Apakah ini terdengar seperti film fiksi ilmiah yang terlalu futuristik? Nyatanya, di era digital seperti sekarang, kombinasi AI dengan aspek emosi bukan lagi sesuatu yang mustahil. Bahkan, beberapa perusahaan teknologi besar sudah mulai merambah wilayah ini, yakni merancang algoritma yang bisa "merasakan" dan "merespons" emosi manusia. Chatbot adalah salah satu contohnya.

Lalu, bisakah AI benar-benar menggantikan sentuhan manusia, khususnya dalam negosiasi bisnis yang sering kali melibatkan permainan emosi? Mari kita bedah lebih dalam melalui 5 aspek penting berikut.

#1. Pemahaman AI tentang Emosi: Apakah Memadai?

AI memang pintar. Sangat pintar. Namun, seberapa dalam pemahaman AI tentang emosi manusia? Dalam jurnal yang ditulis oleh Cowen & Keltner (2017), emosi manusia dibagi menjadi 27 kategori, dan ini adalah tantangan besar bagi AI. Meski algoritma mampu mengenali pola, apakah mereka bisa merasakan emosi di balik kata-kata yang diucapkan?

Bayangkan sebuah negosiasi bisnis yang krusial. Di satu sisi, AI bisa menganalisis data lebih cepat dari manusia dan membuat keputusan yang "logis". Tapi di sisi lain, emosi adalah elemen penting yang sering kali menjadi penentu akhir negosiasi. "Kepintaran logis tanpa hati sama seperti mendengarkan musik tanpa melodi," kata Antonio Damasio, seorang ahli neurologi.

 

#2. Fleksibilitas dalam Respon, Kekuatan AI atau Kelemahan?

Manusia memiliki kelebihan besar dalam fleksibilitas berkomunikasi. Ketika lawan bicara tiba-tiba mengubah sikap atau strategi dalam negosiasi, manusia bisa langsung beradaptasi. Nah, bagaimana dengan AI?

AI memang bisa diprogram untuk merespons perubahan cepat, tapi masih dengan aturan yang rigid. Dalam bisnis, negosiator sering kali menggunakan taktik soft power, membujuk dengan emosi dan persuasi halus. AI bisa merespons dengan data akurat, namun tanpa kelembutan atau intuisi.

Bayangkan AI menghadapi klien yang tiba-tiba emosional. Apakah AI akan tetap teguh pada analisis logisnya atau bisa memahami perasaan sang klien? Bayangkan AI sedang bernegosiasi lalu dia berbicara, "Aku tidak tahu perasaanmu, tapi data menunjukkan kamu harus setuju.". Nah, bagaimana itu?

 

AI yang berusaha menavigasi negosiasi bisnis, namun menghadapi kendala dalam merespon secara fleksibel | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
AI yang berusaha menavigasi negosiasi bisnis, namun menghadapi kendala dalam merespon secara fleksibel | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

#3. Kecerdasan Emosional (EQ), Apa yang Masih Hilang dari AI?

Emosi dan kecerdasan emosional (EQ) adalah salah satu aspek terpenting dalam interaksi manusia. Dalam negosiasi bisnis, kemampuan membaca perasaan lawan bicara, menyesuaikan nada bicara, dan merasakan suasana adalah hal yang tidak bisa dianggap remeh.

AI mungkin bisa memahami ketika seseorang marah atau sedih berdasarkan data analitik atau suara, namun apakah AI bisa memberikan empati yang tulus? Ini menjadi pertanyaan besar. "Technology is a useful servant but a dangerous master," kata Christian Lous Lange. Apakah kita benar-benar ingin sepenuhnya menyerahkan keputusan yang mengandalkan perasaan kepada mesin?

 

Robot berusaha memancarkan empati, namun dengan ekspresi terbatas | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Robot berusaha memancarkan empati, namun dengan ekspresi terbatas | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

#4. Apakah AI Bisa Membaca Bahasa Tubuh?

Negosiasi bisnis bukan hanya tentang kata-kata. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan intonasi suara memegang peranan penting dalam menentukan arah negosiasi. AI sudah cukup pintar dalam menganalisis data tekstual, tetapi bahasa tubuh adalah permainan yang berbeda.

Sejauh ini, banyak AI masih kesulitan untuk sepenuhnya menangkap isyarat non-verbal manusia. Ya, ada teknologi facial recognition, tetapi apakah cukup untuk meniru intuisi manusia? Misalnya, saat seseorang merespons dengan senyuman tipis---itu bisa berarti banyak hal, mulai dari kesetujuan, skeptisisme, hingga ejekan halus. Apakah AI bisa membedakan semua itu?  Karena terkadang senyuman tipis lebih membingungkan daripada deretan kode binari.

 

AI berusaha menganalisis bahasa tubuh, tapi masih terbatas pada ekspresi dasar | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
AI berusaha menganalisis bahasa tubuh, tapi masih terbatas pada ekspresi dasar | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

#5. AI sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti

Pada akhirnya, mungkin yang lebih realistis adalah melihat AI sebagai alat bantu, bukan pengganti dalam negosiasi bisnis. Di satu sisi, AI bisa membantu dengan menganalisis data kompleks secara real time, memberi wawasan berbasis angka yang cepat. Di sisi lain, emosi manusia dan keahlian negosiasi berbasis empati tetap tidak tergantikan.

Sama seperti kalkulator yang membantu kita menghitung tanpa menggantikan kemampuan berpikir matematis manusia, AI bisa menjadi mitra dalam membantu negosiasi, tapi tidak seharusnya menggantikan interaksi manusia sepenuhnya. "Humans should remain at the center." ujar Elon Musk, menekankan bahwa teknologi harus tetap di bawah kendali manusia.

Manusia dan AI berkolaborasi dalam negosiasi bisnis untuk hasil optimal | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Manusia dan AI berkolaborasi dalam negosiasi bisnis untuk hasil optimal | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
 

***

Jadi, apakah AI bisa menggantikan sentuhan manusia dalam negosiasi bisnis? Jawabannya adalah belum. Meski AI berkembang pesat dalam hal memahami emosi, fleksibilitas, dan membaca bahasa tubuh, tetap ada elemen-elemen penting dalam negosiasi yang hanya bisa dilakukan oleh manusia.

Sentuhan personal, empati yang tulus, dan kemampuan beradaptasi dengan cepat adalah aspek-aspek yang masih sulit dicapai oleh AI. Meskipun begitu, AI dapat menjadi alat bantu yang hebat dalam negosiasi, khususnya dalam menganalisis data dan memberi saran berbasis fakta.

Namun, ketika berbicara tentang memahami perasaan dan emosi, AI masih memiliki jalan panjang untuk benar-benar menandingi manusia. Siapa yang tahu? Mungkin suatu hari nanti, kita akan bernegosiasi dengan robot yang bisa membaca pikiran dan perasaan kita. Tapi untuk sekarang, mari kita tetap percaya pada kekuatan sentuhan manusia.

Merasa beruntunglah kalian apabila memiliki beberapa hal yang tidak bisa ditiru oleh AI ini. Setidaknya untuk saat ini.

Maturnuwun,

Growthmedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun