Sebagai bagian dari generasi yang tumbuh dalam dunia digital, teknologi dan otomatisasi semakin menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dari belanja online hingga bekerja secara remote, kehadiran teknologi sudah begitu dalam sampai-sampai kita merasa tidak bisa menjalani hidup tanpa adanya bantuan dari teknologi.
Namun, ada satu hal yang menarik perhatian saya belakangan ini, yakni teknologi tidak hanya mengubah cara kita berbelanja atau bekerja, tetapi juga mulai mengambil peran dalam proses yang dulunya hanya bisa dikerjakan oleh manusia. Salah satunya adalah dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 di Indonesia.
Di sinilah AI (Artificial Intelligence) mulai menunjukkan tajinya. Seiring dengan tantangan transparansi dan efisiensi yang dihadapi oleh pemerintah dalam setiap seleksi CPNS, teknologi AI hadir sebagai harapan baru. Di tahun 2024, seleksi CPNS tidak lagi hanya melibatkan ribuan panitia seleksi yang memeriksa setiap berkas secara manual. Bayangkan, ribuan dokumen aplikasi CPNS yang dulu menumpuk seperti bukit kertas di meja panitia, kini bisa disaring dan dievaluasi oleh AI hanya dalam hitungan detik. Efisiensi? Jelas. Transparansi? Itu yang sedang kita kejar.
Namun, apakah hal ini akan menjadi revolusi yang positif bagi dunia kerja Indonesia? Atau justru, kehadiran AI ini hanya menambah satu lagi lapisan tantangan bagi para pelamar yang masih terikat pada cara-cara lama?
Â
AI dan Revolusi Seleksi CPNS
Penerapan AI dalam seleksi CPNS tentu bukan isapan jempol belaka. Beberapa negara seperti Estonia dan Korea Selatan telah lebih dahulu menggunakan teknologi ini untuk mempercepat dan meningkatkan akurasi proses seleksi pegawai negeri mereka. Indonesia pun tidak ketinggalan dengan wacana penerapan AI dalam CPNS 2024.
Dalam konteks Indonesia, teknologi ini sangat penting, mengingat jumlah pelamar CPNS yang setiap tahun terus membludak. Bayangkan jika Anda adalah seorang pelamar CPNS dan harus bersaing dengan jutaan orang lain. Bagaimana caranya memastikan bahwa proses seleksi berjalan adil tanpa ada faktor X yang bisa merugikan Anda? Jawabannya ada pada AI.
Teknologi ini dapat digunakan untuk menilai CV, tes tertulis, dan bahkan simulasi kerja secara objektif. Dengan algoritma yang tepat, AI mampu menilai kinerja calon pegawai secara merata tanpa adanya bias, subjektivitas, atau kesalahan manusia yang tidak disengaja.
Namun, apakah pelamar CPNS siap menghadapi "jurinya" yang bukan manusia? Di sinilah letak tantangannya. AI tidak memiliki rasa kasihan, tidak bisa digoyahkan oleh pandangan mata penuh harap, dan tidak terpengaruh oleh nama belakang atau koneksi. Itu bisa menjadi mimpi buruk atau mimpi indah, tergantung dari sudut mana Anda melihatnya.
Seperti kata Stephen Hawking, "The rise of powerful AI will be either the best, or the worst thing, ever to happen to humanity." (Bangkitnya AI yang kuat akan menjadi hal terbaik, atau terburuk, yang pernah terjadi pada umat manusia). Bayangkan AI yang menilai dengan kejam tanpa toleransi sedikitpun. Tapi, di sisi lain, AI memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang tanpa terkecuali. Lucunya, mungkin suatu hari nanti kita akan bercanda bahwa AI lebih adil daripada manusia!
Â
Tantangan Baru bagi Pemerintah dan Pelamar
Selain soal transparansi, AI juga menawarkan efisiensi yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Proses yang dulu memakan waktu berbulan-bulan kini bisa dipadatkan menjadi beberapa minggu, atau bahkan hari. Ini tentu sebuah revolusi dalam birokrasi yang sering kali terjebak dalam proses yang lambat dan membosankan.
Namun, kemajuan teknologi ini juga menghadirkan tantangan baru bagi pemerintah. AI mungkin efektif dalam seleksi awal, tetapi siapa yang akan bertanggung jawab jika sistemnya mengalami kegagalan? Teknologi secanggih apapun tetap membutuhkan manusia untuk menjaga dan mengawasi. Ada pepatah yang berbunyi: "Technology is a useful servant but a dangerous master." Teknologi akan sangat bermanfaat ketika digunakan dengan benar, tapi bisa menjadi bencana jika diandalkan tanpa kontrol yang baik.
Sebagai pelamar CPNS, kita juga harus mulai beradaptasi. Pelamar tidak lagi hanya bersaing dengan sesama pelamar, tapi juga harus mengesankan AI yang menjadi gerbang awal seleksi. Kita tidak bisa hanya mengandalkan prestasi yang dituliskan di CV, tetapi harus mampu menonjolkan kualitas-kualitas yang mungkin tidak terdeteksi oleh mesin pintar. Di sinilah kemampuan untuk berinovasi, berpikir kreatif, dan memanfaatkan teknologi secara bijak menjadi sangat penting.
Â
AI memang menawarkan solusi revolusioner bagi seleksi CPNS, tetapi kita harus ingat bahwa teknologi ini hanyalah alat. Bagaimana kita menggunakannya yang menentukan apakah AI akan menjadi berkah atau justru malapetaka. Seperti kata salah satu pendiri Microsoft, Bill Gates, "Automation applied to an inefficient operation will magnify the inefficiency." (Otomatisasi yang diterapkan pada operasi yang tidak efisien akan memperbesar ketidakefisienan itu). Jadi, AI bisa memperbaiki sistem kita, tetapi hanya jika sistem tersebut sudah berada di jalur yang benar.
Ke depannya, dengan AI di dalam seleksi CPNS, kita bisa berharap bahwa prosesnya akan menjadi lebih transparan, efisien, dan lebih objektif. Namun, jangan lupakan satu hal: di balik setiap teknologi, tetap ada manusia yang mengendalikannya. Dan itulah yang akan menjadi penentu akhir apakah revolusi ini akan berjalan sukses atau sebaliknya.
Maturnuwun,
Growthmedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H