Namun, cepatnya akses informasi juga bisa jadi pedang bermata dua. Misalnya, fenomena fear of missing out (FOMO) sering kali mendorong mereka untuk berinvestasi di aset berisiko tinggi tanpa didahului analisis yang mendalam.
Dalam conspicuous consumption (Veblen, 1899), mereka juga membeli aset untuk menunjukkan status. Twenge (2017) menambahkan bahwa media sosial sering kali memicu perilaku konsumsi berlebihan di kalangan Generasi Z.
Â
#3. Pengaruh Media Sosial: Antara Gaya Hidup dan Realitas Finansial
Media sosial memiliki dampak besar dalam membentuk money mindset Generasi Z. Mereka dibombardir oleh gambar-gambar gaya hidup mewah, liburan ke destinasi eksotis, hingga barang-barang branded yang seolah wajib dimiliki. Tapi, apakah mereka benar-benar hidup seperti itu?
Sebagian besar Generasi Z berusaha tampil sesuai dengan standar sosial media, meskipun kondisi finansial mereka belum tentu sepadan. Inilah yang menyebabkan banyak dari mereka terjebak dalam conspicuous consumption---mengeluarkan uang hanya demi terlihat sukses di mata orang lain.
Namun, ada sisi lain dari Generasi Z yang juga bijak dalam menggunakan media sosial untuk belajar finansial. Dengan mengikuti akun-akun edukasi finansial, mereka bisa belajar tips-tips investasi, pengelolaan keuangan, dan bahkan bisnis.
"Too many people spend money they haven't earned, to buy things they don't want, to impress people they don't like." -- Will Rogers
Â
#4. Fleksibilitas Karir dan Pendapatan: Siapa Bilang Harus 9-to-5?
Jika Generasi sebelumnya terbiasa dengan pola kerja 9-to-5, Generasi Z justru memimpikan fleksibilitas. Mereka tidak lagi terpaku pada pekerjaan kantoran sebagai sumber penghasilan utama. Banyak dari mereka memilih jalur freelance, menjadi konten kreator, atau menjalankan bisnis digital.
Studi Twenge (2017) menyebutkan bahwa Generasi Z lebih fokus pada gig economy dan memiliki ekspektasi berbeda terhadap pekerjaan dibanding generasi sebelumnya. Mereka lebih mengutamakan kebebasan waktu dan ruang.
Dengan berkembangnya platform seperti YouTube, Instagram, hingga TikTok, mereka dapat menghasilkan uang hanya dengan menjadi diri sendiri---menyajikan konten yang mereka sukai. Ini tidak hanya mengubah definisi pekerjaan, tapi juga bagaimana mereka melihat penghasilan.