Pemilu berlalu, harga beras terus melaju. Harga beras naik gila-gilaan. Bahkan tidak sedikit pedagang yang megeluhkan bahwa harga beras kali ini sudah melampaui rekor tertingginya.Â
Rakyat kecil menjerit. Sebagian sampai harus rela antre super panjang dan berdesak-desakan demi mendapat beras dibawah harga pasaran.
Padahal, beberapa waktu lalu pemerintahan Presiden Jokowi dengan gagahnya bagi-bagi beras bansos ke hampir segala penjuru negeri.Â
Konon kabarnya pembagian bansos beberapa bulan ke belakang jumlahnya hampir menyamai masa-masa puncak pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu. Sehingga sebagian pihak menganggap bahwa melejitnya harga beras adalah imbas dari masifnya kucuran beras bansos tersebut.
Dugaan tersebut memang cukup masuk akal. Gelontoran beras yang luar biasa besar pastilah akan menguras sejumlah persediaan yang sebenarnya disiapkan untuk kebutuhan beberapa bulan kedepan sampai datangnya pasokan berikutnya.
Inilah yang sering disebut dengan ketahanan persediaan atau ketahanan stok. Jadi, jumlah persediaan tidak ditentukan jumlahnya secara sembarangan, melainkan harus memperhatikan jumlah konsumsi setiap periode waktu tertentu berikut estimasi waktu kapan pasokan berikutnya datang.
Ketika ritme ketahanan stok yang sudah dirancang sebelumnya tiba-tiba dikacaukan, maka terjadilah seperti yang ada sekarang.
Ketahanan Stok Beras
Ketika otoritas pemerintah mengatakan bahwa stok beras bisa bertahan untuk sekian bulan mendatang, itu artinya pemerintah (seharusnya) mengetahui besaran dari kebutuhan konsumsi beras selama rentang waktu tersebut.
Untuk memudahkan pembahasan, mari kita ambil data konsumsi beras masyarakat Indonesia tahun 2022 yakni sebesar 35,3 juta metrik ton (katadata.co.id). Tergolong besar memang. Apalagi Indonesia memang menempati peringkat keempat dunia sebagai negara dengan konsumsi beras paling banyak.
Nah, katakanlah 35,3 juta metrik ton besar itu adalah konsumsi selama satu tahun maka per bulan rata-ratanya sekitar 2,9 juta metrik ton. Meskipun sebenarnya hal itu tidak bisa dipukul rata mengingat pada periode tertentu konsumsi beras menjadi lebih tinggi ketimbang bulan-bulan yang lain, misalnya ketika lebaran, akan tetapi setidaknya kita sudah memiliki cukup gambaran untuk memprediksi kebutuhan beras dalam negeri setiap bulannya.