Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Demokrasi Berkelanjutan dan Perang Harga Politisi

4 Oktober 2023   13:34 Diperbarui: 5 Oktober 2023   03:07 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila ukurannya adalah yang berani membayar paling tinggi akan mendapatkan suara dari konstituen, maka si pemilik modal terbesar akan menjadi kandidat terdepan dalam pemenangan.

Ironisnya, hal-hal semacam inilah yang masih terus terjadi di masyarakat kita. Khususnya berkaitan dengan prosesi pemilu. Biasanya, semakin ke bawah level pemilunya maka potensi politik uang terjadi akan semakin besar.

Bahkan belum lama ini ada salah seorang calon anggota DPRD di lingkungan tempat tinggal saya yang tebar pesona merayu warga perumahan baru untuk menunjukkan KTP domisilinya dan diganti dengan beberapa kilogram beras. Bukankah ini bagian dari politik uang juga?

Sangat mungkin ketika hari pemilihan sudah dekat praktik-praktik serupa akan kembali terjadi. Bahkan lebih masif.

Ini sangat tidak sehat bagi demokrasi kita. Bukan hanya bagi masyarakat pemilih, tetapi juga untuk para kandidat yang ikut terlibat dalam pesta demokrasi pemilu segala tingkatan.

Kandidat Tenggelam

Perang harga dalam ajang pesta demokrasi akan menciptakan kerentanan pada keberlanjutan sistem demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang sustain akan sulit terjadi manakala dalam praktiknya selalu terjadi perang harga dimana yang membayar lebih tinggi berpeluang menang lebih besar.

Hal ini selain melanggengkan praktik korupsi juga menenggelamkan kandidat potensial tapi minim modal. Memubazirkan anak bangsa berkualitas karena tersingkir oleh figur-figur lain dengan sokongan finansial kuat.

Coba saja perhatikan baliho caleg yang bertebaran di pinggir jalan pusat-pusat keramaian. Ada sebagian baliho berukuran paling besar terpajang di papan reklame. Untuk memasang disana pasti butuh duit jutaan, bahkan milayaran.

Sedangkan di sisi jalan lainnya ada baliho calon yang hanya seukuran beberapa meter saja dan itupun ditopang tiang dari bambu . Belum lagi yang melakukan join baliho dimana ada dua foto atau lebih calon dalam satu banner berukuran minimalis.

Kalaupun sudah tebar pesona melalui berbagai papan iklan hal itu belum tentu menjamin keterpilihan sampai pada akhirnya bagi-bagi amplop pun dilakukan. Meski pada akhirnya hal itu juga sulit dilakukan oleh kandidat dengan modal cekak.

Tapi, apa daya inilah praktik perang harga yang terjadi dalam sistem demokrasi kita sekarang. Yakni ketika nilai-nilai yang semestinya dikedepankan dalam pemilu seperti gagasan, ideologi, program, dan komitmen justru tersisihkan oleh praktik politik uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun