Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KAI Commuter dan Solusi Transportasi Kaum Urban

4 September 2023   14:53 Diperbarui: 4 September 2023   15:02 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menangkal polusi butuh kesadaran dari semua pihak | Ilustrasi gambar: freepik.com/jcomp

Siang hari menjelang jam istirahat kantor tiba-tiba sebuah telepon masuk dari nomor baru yang tidak saya kenali. Tanpa dinyana ternyata di ujung sambungan adalah pihak HRD dari perusahaan tempat saya bekerja sekarang yang kala itu menghubungi untuk melakukan panggilan wawancara.

Pada saat itu, sekitar tahun 2016, saya masih bekerja pada salah satu perusahaan di Surabaya. Sedangkan panggilan untuk wawancara tersebut berasal dari Jakarta.

Berbeda dengan sekarang dimana interview bisa dilakukan secara daring, ketika itu saya harus datang langsung ke Jakarta untuk menjalani sesi. Mengikuti serangkaian tes hingga wawancara dengan beberapa pihak yang perlu saya jalani dalam prosesi one day recruitment.

Di momen tersebut saya dan istri sebetulnya baru saja melangsungkan pernikahan beberapa bulan sebelumnya sehingga kami bersepakat untuk sama-sama mencari pekerjaan di Surabaya atau Tangerang (kota tempat Istri bekerja) demi alasan keluarga.

Puji syukur, tidak harus menunggu lama kesempatan itu pun datang. Ada panggilan kerja untuk saya dari sebuah perusahaan yang berlokasi di Tangerang, cuma prosesi rekrutmennya harus dilaksanakan di kantor pusat, di Jakarta.

Tapi, persoalannya, saya belum pernah sekalipun menyusuri ruang-ruang Kota Jakarta. Ke Jakarta saja tidak pernah. Harus menuju kemana dan menggunakan kendaraan apa saya pun tidak tahu. Sekadar bermodalkan alamat lokasi wawancara dan pengalaman istri menggunakan transportasi umum Commuter Line saja.

Beruntung, ketika mengendarai commuter line kami bisa dengan leluasa melihat rute lokasi mana saja yang terakses oleh moda transportasi tersebut. Biarpun mungkin saat itu merupakan kali pertama saya mengendarai commuter line, saya merasa tidak menemukan kendala berarti.

Berangkat dari stasiun Poris (Tangerang), berganti kereta di stasiun Duri menuju stasiun Kampung Bandan, dan berganti kereta lagi menuju destinasi terakhir di stasiun Jakarta Kota.

Tempat saya wawancara kerja tidak jauh dari sana, kurang lebih sekitar 5 menit menggunakan mobil angkutan umum dan 10 menit tambahan menggunakan ojek sepeda (angin).

Syukur alhamdulillah, prosesi rekrutmen kerja hari itu berjalan lancar. Biarpun harus menunggu seharian sejak pukul enam pagi berangkat dari stasiun Poris dan baru berakhir setelah pengumuman hasil seleksi pada pukul enam malam, akhirnya saya pun berhasil diterima kerja disana.

Jikalau bisa menghaturkan ucapan terima kasih, mungkin salah satunya harus saya sampaikan kepada moda transportasi commuter line ini karena sudah turut memudahkan langkah saya dan istri untuk bisa hidup bersama hingga kini.

 

Rute commuter line dari KAI commuter memberi kemudahakan bagi penumpang | Sumber gambar: commuterline.id
Rute commuter line dari KAI commuter memberi kemudahakan bagi penumpang | Sumber gambar: commuterline.id

Transportasi Andalan Masyarakat Perkotaan

Setiap kali mengendarai commuter line yang dioperasikan oleh KAI Commuter, rasa-rasanya tidak pernah sekalipun saya bertemu dengan suasana transportasi umum yang sepi. Seringnya justru penumpang bejibun yang mengisi setiap gerbong kereta.

 Masyarakat perkotaan membutuhkan sarana transportasi yang nyaman dan aman untuk hidup dan beraktivitas | Sumber gambar: pixabay.com / B_Me
 Masyarakat perkotaan membutuhkan sarana transportasi yang nyaman dan aman untuk hidup dan beraktivitas | Sumber gambar: pixabay.com / B_Me

Biarpun saat ini saya sudah tidak tinggal lagi di pusat Kota Tangerang, namun setiap kali hendak berkunjung ke kawasan Jabodetabek maka commuter line dari KAI commuter senantiasa menjadi pilihan pertama saya dibandingkan sarana transportasi umum lain atau bahkan kendaraan pribadi.

Misalnya, ketika ada keperluan meeting dengan rekan kerja di kantor pusat yang terletak di kawasan Jakarta, ataupun ketika mengikuti kegiatan lain di wilayah-wilayah sekitaran Jabodetabek yang lebih cepat dan mudah diakses menggunakan commuter line.

Ketepatan waktu merupakan pertimbangan utama saya mengapa memilih moda transportasi ini. Disamping tentunya terhindar dari potensi kemacetan jalan raya. Terlebih mengingat situasi jalanan sekitaran ibukota Jakarta yang memang identik dengan macet.

Apalagi sekarang, jangankan di pusat kota, di pinggiran kota saja kemacetan juga cukup sering terjadi. Sehingga tidak jarang memantik rasa jengah kita untuk pergi melewati jalan raya. Terlebih ketika siang hari di tengah sinar matahari nan terik. Rasanya emosi cepat terpantik tatkala ada pengguna jalan lain yang mengusik.

Berbeda dengan suasana di dalam commuter line yang dingin dan sejuk. Meski mungkin harus berebut tempat duduk dengan pengguna lain, tapi setidaknya hal itu masih lebih baik ketimbang harus berebut jalur di belantika kemacetan jalan raya. Terlebih biaya tiketnya juga terbilang murah, yakni Rp 3.000 untuk 25 km pertama dan tambahan Rp 1.000 untuk perjalanan setiap 10 km selanjutnya.

Dengan sebagian besar kaum urban yang berpacu menghadapi dinamika, waktu, dan tuntutan ekonomi perkotaan, kehadiran moda transportasi yang memungkinkan hidup berjalan lebih produktif, efektif, dan efisien tentu akan menjadi prioritas pilihan.

Dalam hal ini, keberadaan commuter line bisa dibilang merupakan andalan masyarakat perkotaan di sektor transportasi. Utamanya dalam menunjang rutinitas sehari-hari.

Solusi Polusi

Hidup di perkotaan memang menghadirkan peluang kehidupan yang lebih baik secara ekonomi. Akan tetapi, kenyataan tentang polusi pada akhirnya justru menghadirkan masalah lain yang dapat mengancam kenyamanan bahkan keamanan hidup masyarakat perkotaan.

Menangkal polusi butuh kesadaran dari semua pihak | Ilustrasi gambar: freepik.com/jcomp
Menangkal polusi butuh kesadaran dari semua pihak | Ilustrasi gambar: freepik.com/jcomp

Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya polusi udara merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi oleh masyarakat perkotaan saat ini. Kualitas udara yang buruk menjadi musabab berkurangnya angka harapan hidup seseorang hingga beberapa tahun.

Apabila ditelisik lebih dalam, keberadaan kendaraan pribadi yang masih mendominasi sarana transportasi masyarakat perkotaan ternyata memberi andil besar terkait polusi ini.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan bahwa kontributor pencemaran emisi dan penurunan kualitas udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya 44 persen diantaranya berasal dari kendaraan pribadi.

Tidak aneh jika melihat jutaan kendaraan bermotor yang beredar saat ini.

Menurut paparan Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, di Jabodetabek jumlah pengguna transportasi umum baru mencapai 10% berbanding 90% pengguna kendaraan pribadi. Maka tidak mengherankan apabila persoalan polusi terus mengintai kita sebagaimana yang baru-baru ini ramai dikabarkan terjadi di Jakarta.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, keputusan beralih dari menggunakan kendaraan pribadi menuju transportasi umum bisa jadi merupakan alternatif solusi yang ampuh.

Sebagai contoh, daya tampung mobil pribadi paling banyak hanya sekitar 7 orang, atau sepeda motor yang umumnya hanya 2 orang. Sedangkan untuk commuter line sendiri berdasarkan rilis data KAI commuter pada awal Maret 2023 lalu, rata-rata pengguna harian commuter line mencapai 795.067 penumpang dan bahkan pernah mencapai 800 ribuan lebih penumpang.

Dengan demikian, peralihan dari kendaraan pribadi ke commuter line akan berhasil mereduksi penggunaan kurang lebih 114 ribu mobil atau 400 ribu sepeda motor.

Jika emisi CO2 yang dihasilkan oleh mobil setiap kilometernya mencapai 192 gram dan sepeda motor mencapai 103 gram, dikutip dari visualcapitalis.com sebagaimana dilansir oleh kompas.com, maka commuter line berhasil mereduksi sekitar 21,89 ton CO2 dari penggunaan mobil atau 41,2 ton CO2 dari penggunaan sepeda motor setiap harinya.

Apabila cakupan KAI commuter ini diperluas hingga ke kota-kota lain yang kini sudah semakin bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi, bukan tidak mungkin permasalahan polusi udara bisa diredam. Selain tentunya perbaikan di beberapa aspek pelayanan commuter line yang sudah ada seperti penumpang yang berebut gerbong kereta sampai dengan ancaman kejahatan seksual terhadap kaum wanita.

Saya rasa, layanan transportasi masal commuter line dari KAI commuter ini akan memegang peranan yang sangat penting pada periode-periode mendatang, khususnya dalam rangka menciptakan kondusivitas kehidupan masyarakat perkotaan yang produktif, sehat, dan bersahabat bagi segenap penghuninya.

Paling tidak itulah yang menjadi harapan dari saya, istri, dan segenap anggota keluarga.

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun