Namun, momentum ramadan terasa pas sekali untuk menambah porsi latihan ibadah wajib itu. Mengajaknya sholat, di masjid pun saat di rumah.
Terkadang saat siang Mbah Uti-nya juga mengajak untuk menunaikan sholat dhuhur dan ashar. Meski angin-anginan juga anaknya saat mengikuti ajakan si Mbah.
Tapi bagaimanapun, kali ini saya masih menargetkannya untuk menunaikan sholat maghrib dan isyak terlebih dahulu. Pelan-pelan. Kelak, jika dirasa sudah siap saya pun akan meningkatkan porsi belajarnya lagi.
Bulan ramadan merupakan kesempatan berharga untuk memulai kebiasaan baik. Khususnya kebiasaan menunaikan ibadah yang sifatnya ritual seperti sholat dan juga puasa.
Antara Imbalan dan Kebiasaan
Saya kira cukup banyak diantara kita yang menikmati momen ramadan ini dengan iming-iming pahala berlipat ganda.
Sepuluh hari pertama bulan ramadan umat muslim akan mendapatkan rahmat. Sepuluh hari kedua Allah akan memberikan maghfiroh atau diampuninya dosa-dosa. Dan setiap muslim yang beribadah di sepuluh hari ketiga bulan ramadan akan dibebaskan dari api neraka.
Ada begitu banyak imbalan yang Allah janjikan.
Inilah momen dimana beribadah satu hari bisa mendapat ganjaran laksana ibadah seribu bulan. Pokoknya sekarang adalah momen obral pahala dari Sang Pencipta.
Tapi, dari sudut pandang yang lain bulan ramadan sejatinya merupakan momen emas untuk membangun kebiasaan baik pada setiap diri seorang muslim.
Ketika anak saya kelak sudah terbiasa menunaikan ibadah sholat wajib, maka itu akan terasa lebih bernilai ketimbang apapun.
Anak saya melihat imbalan sebagai motivasi awalnya untuk belajar beragama. Sedangkan saya sebagai orang tua melihat bahwa sebuah momen istimewa haruslah dimanfaatkan lebih dari sekadar ajang mengeruk imbalan sebesar-besarnya.