Dan ini tentunya menjadi sesuatu yang kontraproduktif dengan komitmen Indonesia dalam mengusung misi Net Zero Emission (NZE) beberapa tahun mendatang.
Perangkat STB mungkin hanya membutuhkan daya sebesar 5 sampai dengan 10 Watt saja. Angka yang tampak kecil untuk disebutkan. Hanya saja kita berbicara tentang daya kecil yang akan dipakai STB untuk 28.7 juta rumah tangga se-Indonesia.
Mengutip pernyataan dari Direktur Utama PLN, Darmawan Prasojo, untuk 1 kWh listrik Indonesia yang ditopang PLTU besaran emisi CO2 yang dihasilkannya yaitu sekitar 0,85 kg.
Apabila mengacu pada hasil penelitian Nielsen Media Indonesia yang menyatakan bahwa orang Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 5 jam 37 menit (+/- 5.5 jam) sehari untuk menonton televisi, maka kita bisa membuat perhitungan sederhana perihal emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan STB ini.
Total Emisi CO2 / Hari = Emisi CO2/kWh X Total kWh X Lama Pemakaian X Jumlah Pengguna
Total Emisi CO2 / Hari = 0,85 kg/kWh X 0,005 kW (saya ambil dari daya STB terkecil dan dikonversi dari satuan Watt ke kiloWatt) X 5,5 hours X 28,7 Juta = 670.862,50 kg atau 670,86 ton CO2 per hari.
Berapa total emisi CO2 yang dihasilkan oleh penggunaan STB dalam sehari? 670,86 ton. Itu setara 20.125,88 ton dalam 30 hari (1 bulan) atau 241.510,50 ton dalam 360 hari (1 tahun).
Dan ini baru dari penggunaan STB saja. Padahal masih ada kontributor emisi gas karbon lain yang juga perlu diperhatikan. Sekadar informasi, tahun 2021 lalu jumlah emisi CO2 yang dihasilkan negara kita adalah sebesar 259,1 juta ton (dataindonesia.id).
Apa artinya? Alih-alih mereduksi pasokan emisi karbon ke atmosfer bumi, kita justru menambahnya. Komitmen NZE yang telah digembar-gemborkan itu sepertinya hanya angin lalu belaka. Sekadar janji manis untuk menarik perhatian publik sementara dalam praktiknya justru terbalik.
Dalam hal ini sebenarnya saya tidak sedang mempermasalahkan kebijakan peralihan siaran televisi dari analog ke digital, akan tetapi yang saya pertanyakan adalah tentang ketiadaan kebijakan penyeimbang atas pemberlakuan kebijakan migrasi siaran ini.
Justru yang muncul ke permukaan adalah kesediaan pemerintah membagi-bagikan STB gratisan untuk sekitar 6,7 juta warga miskin agar tetap bisa menikmati siaran televisi pasca berlakunya kebijakan tersebut. Tentu ini keputusan yang baik karena meringankan beban masyarakat agar tetap bisa menikmati hiburan.