Beberapa hal tersebut merupakan pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan oleh semua pihak otoritas terkait. Percuma saja menggembar-gemborkan penggunaan angkutan umum apabila layanan yang diberikan tidak mampu memenuhi ekspektasi pengguna.
Masyarakat akan dengan sendirinya beralih menggunakan transportasi umum apabila hal itu dirasa lebih menguntungkan jika dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi. Angkutan umum akan lebih dipilih jikalau hal itu memberikan waktu tempuh lebih cepat. Apalagi jika ditunjang dengan situasi kendaraan yang nyaman untuk ditempati tanpa harus berdesak-desakan.
Hal itu bisa diupayakan dengan jadwal keberangkatan yang padat antar kendaraan sehingga penumpang tidak perlu kejar-kejaran untuk mendapatkan angkutan pertama. Selain itu, ketersediaannya juga sebisa mungkin mampu mengakomodasi waktu mobilitas masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari.
Salah satu hal terpenting perihal transportasi adalah terkait biaya. Ongkos yang lebih murah ketimbang saat menggunakan kendaraan pribadi tentu akan menjadi pertimbangan tersendiri untuk lebih mengedepankan penggunaan transportasi publik.
2>> Menetapkan Standar Engineering Produksi Kendaraan Bermotor (Khususnya Mobil) Keluaran Terbaru
Jumlah mobil pribadi pada tahun 2022 ini yang sudah mencapai 23.230.797 unit (15.5%) tentu bukanlah jumlah yang sedikit. Bayangkan apabila semua mobil pribadi tersebut mengonsumsi BBM bersubsidi, maka sudah barang tentu akan sangat menguras kuota BBM yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Rata-rata konsumsi BBM mobil setiap tahunnya bisa mencapai 1.500 liter. Dengan jumlah mobil pribadi yang mencapai 23 juta lebih maka bisa dihitung berapa besaran konsumsinya.
Peraturan pengkhususan jenis mobil tertentu yang diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi mungkin diatas kertas bisa dilakukan. Namun tantangan implementasi di lapangan pasti akan jauh lebih sulit. Apalagi pihak SPBU selaku garda terdepan dalam pendistribusian BBM ke masyarakat merupakan unit bisnis yang berorientasi keuntungan.
Sangat mungkin bagi mereka untuk lebih mengedepankan kecepatan penjualan ketimbang harus memilih dan memilah kendaraan yang boleh dan tidak boleh menggunakan BBM jenis tertentu. Sehingga perlu adanya kebijakan yang menyasar lebih mendasar ketimbang hal itu.
Mendorong proses rekayasa fabrikasi (engineering) di perusahaan-perusahaan produsen mobil mungkin bisa dilakukan. Yakni dengan menetapkan peraturan dimana mobil-mobil keluaran terbaru harus dan hanya bisa mengonsumsi bensi dengan ron tinggi. Atau bahkan untuk mobil mewah hanya bisa menggunakan bensin dengan ron kelompok non subsidi.
Asumsi dasarnya adalah para pemilik mobil adalah mereka yang memiliki kondisi ekonomi mampu. Sehingga terkait BBM pun seharusnya turut bisa menyesuaikan.