Sebagai seorang penyedia konten di ruang digital, Najwa Shihab telah membuka akses bagi warga dunia maya untuk turut belajar sesuatu yang berharga dari sosok cendekiawan besar. Kolaborasi ayah anak dari keluarga Shihab barangkali merupakan sebuah contoh berharga dalam hal menebar kebaikan di ruang digital.
Paradigma Lama dan Perubahan Zaman
Bagi sebagian orang khususnya di kalangan bijak bestari mungkin ada yang beranggapan bahwa teknologi digital, internet, dan khususnya media sosial merupakan sesuatu yang kurang baik. Paradigma lama yang berkembang memberikan pemahaman bahwa teknologi adalah candu, sumber masalah, dan sebagainya.
Sementara itu disisi yang lain peradaban kita saat ini justru sedang menjurus ke arah digitalisasi. Bahkan era metaverse sudah menjelang di depan mata. Sehingga mengabaikan hal itu sepertinya bukan pilihan yang bijak.
Seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa ruang digital belakangan kerap dipandang sebagai sumber masalah, maka sepatutnya kebajikan juga perlu diberlakukan disana agar supaya bisa menghapus stigma negatif tersebut.
Zaman telah berubah, seruan kebaikan tidak cukup hanya di dunia nyata. Dunia maya pun juga memerlukan atensi serupa atau bahkan lebih seiring semakin bertambahnya "penghuni" disana.
Menukil perkataan dari Habib Husein Ja'far Al-Hadar selaku Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta yang sekaligus merupakan pemilik kanal youtube "CAHAYA UNTUK INDONESIA", beliau mengatakan bahwa tipologi ulama ada tiga, yaitu[4] :
- Khutabi, yaitu berdakwah atau khutbah melalui lisan
- Kutubi, yaitu berdakwah melalui tulisan
- Yutubi, yaitu berdakwah melalui youtube.
Menurut beliau, untuk mendukung tipologi yang ketiga (yutubi) diperlukan adanya kecakapan digital, kecakapan kreativitas, dan kecakapan konteks agar supaya video yang disampaikan mendapatkan respon positif dari penghuni dunia maya.
Dengan demikian para bijak bestari yang memiliki keilmuwan memadai yang tidak semuanya memiliki kecakapan penunjang di ruang digital perlu mendapatkan dukungan yang cukup dari semua pihak. Termasuk kita yang mungkin hanya berperan sebagai penikmat konten juga harus bisa memposisikan diri disana.
Setidaknya kita bisa turut berperan menjadi fasilitator yang turut mem-viral-kan konten digital yang memuat nilai-nilai kebajikan agar bisa tersampaikan kepada sebanyak mungkin orang yang mengakses ruang digital tersebut.