Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Saudaraku Istimewa, Begini Cara Kami Membaur dengan Anak Berkebutuhan Khusus

3 Agustus 2022   11:54 Diperbarui: 4 Agustus 2022   10:25 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak merupakan anugerah Sang Pencipta yang dititipkan kepada para orangtua untuk dirawat, dibesarkan, dididik, serta dilindungi. Ia adalah buah hati dan bagian dari diri orangtua yang kelak akan melanjutkan nilai-nilai dari sebuah keluarga. Sehingga kehadirannya akan disambut dengan suka cita dan bahagia.

Akan tetapi, terkadang Sang Pencipta memiliki rencana yang berbeda. Dia menganugerahi sebagian orangtua anak-anak dengan kondisi istimewa. Yang mungkin oleh sebagian orang disebut tidak sempurna, diliputi kekurangan fisik, dan sebagainya.

Meskipun begitu, Sang Pencipta sejatinya tidak pernah salah dalam menentukan suatu keputusan, dalam menentukan sebuah pemberian, dalam menganugerahi para orang tua sebuah amanah untuk dijaga.

Hanya saja memang realitas seringkali berkata lain. Tidak sedikit dari para orang tua yang justru berkeluh kesah terhadap takdir Tuhannya. Hanya sekitar 3 dari 10 orang tua yang bersedia menerima keadaan putra-putri mereka istimewa kondisinya. Bahkan tantangan terbesar dalam menangani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) justru berasal dari orang tua yang malu[1].

Mungkin kita bisa memahami mengapa para orangtua tersebut berlaku demikian. Tentu setiap orang mendambakan fisik anak-anaknya yang sempurna dalam definisi umum yang kita tahu selama ini. Padahal sebenarnya kesempurnaan itu relatif bergantung pada persepsi dan paradigma umum yang tersebar di masyarakat.

Penolakan atau ketidakterimaan terhadap anugerah istimewa tersebut adalah kesalahan pertama yang merenggut hak ABK untuk mendapatkan atensi yang sama. Bahkan semestinya mereka mendapatkan perhatian lebih sebagai kompensasi atas "kekurangan" yang sebenarnya tidak mereka harapkan.

Kita mungkin pernah mendengar sosok Nick Vujicic, seorang difabel yang fenomenal dengan kisah sukses yang luar biasa. Ia tumbuh dan berkembang menjadi sosok hebat dan menginspirasi berkat cinta kasih kedua orangtuanya yang menerima keadaan diri Nick dengan apa adanya sebagai sebuah rencana dari Sang Pencipta[2].

Senada dengan apa yang dialami oleh Nick, saya juga memiliki seorang saudara yang memiliki kelainan fisik bawaan semenjak lahir. Ia memiliki gangguan gerak yang membuatnya sukar beraktivitas dengan normal. Berbicara pun kadang terdengar tidak jelas. Singkat kata, ia dipandang sebagai orang yang cacat kondisi fisiknya.

Namun, hampir semua anggota keluarga kami menyayanginya. Ia disayangi dan dihormati sebagaimana layaknya saudara. Ia adalah adik bagi sebagian saudaranya. Dan ia juga merupakan kakak bagi saudara yang lainnya.

Ilustrasi gambar : rsud.bontangkota.go.id
Ilustrasi gambar : rsud.bontangkota.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun