Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

3 Alasan Mengapa Olokan kepada Koordinator BEM SI Harus Dihentikan

18 April 2022   14:43 Diperbarui: 18 April 2022   14:49 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi demonstrasi mahasiswa : metro.sindonews.com

Sebuah kesalahan memang tatkala Kaharuddin, Koordinator Pusat BEM SI, memberikan suatu pernyataan bahwa di Era Orde baru rakyat memperoleh kesejahteraan dan kebebasan. Sebuah pernyatan yang lantas memicu gelombang kritikan warganet mulai dari golongan  "rakyat jelata" sampai dengan publik figur yang menilai bahwha Kaharuddin tidak tahu sejarah.

Namun, apakah lantas olok-olok patut disematkan kepada seorang mahasiswa yang sejatinya mempunyai niatan untuk memperjuangkan sebuah hal besar sebagaimana sejarah perjuangan mahasiswa di masa lalu?

Bagaimanapun juga Kaharuddin memang terlalu sembrono mengutarakan pernyataannya. Entah itu karena ketidaktahuannya, kegugupannya, atau bisa jadi yang bersangkutan memang memiliki persepsi yang demikian terhadap era orde baru tersebut. Kita tidak tahu.

Berikut ini adalah 3 alasan mengapa kita harus memaafkan dan menyudahi olok-olok kepada Kaharuddin khususnya, dan BEM SI pada umumnya. Jangan sampai hal ini justru membuat kita mengabaikan jejak perjuangan mahasiswa yang sedari dulu menjadi pengawal  peradaban bangsa dengan segala dinamikanya.

<1> Masih Maha-Siswa yang Perlu Belajar

Sejatinya kita semua adalah orang-orang yang harus terus belajar dari waktu ke waktu. Apalagi mereka yang dengan secara jelas menuliskan statusnya sebagai siswa ataupun mahasiswa.

Kesalahan seorang siswa dalam proses belajar adalah lumrah. Namun dari sana seharusnya mereka belajar untuk menjadi lebih baik. Diberikan kritik yang membangun, bukan ledekan yang merundung dan menjatuhkan.

Terkadang kita tidak adil dalam memperlakukan orang lain atas keberanian yang dilakukannya untuk melakukan sesuatu. Kaharuddin dan komunitas BEM SI yang berkenan melakukan aksi demonstrasi bisa jadi mewakili sebagian dari aspirasi kita yang kurang cakap berkata-kata.

Mereka tentu bukan sosok yang sempurna dalam banyak hal, termasuk halnya perihal pengetahuan dan pemahaman sejarah. Mereka juga bisa salah. Jikalau kita yang berada pada posisi mereka, yang yang kita rasakan tatkala niatan mulia menyampaikan aspirasi justru berujung pada bully?

<2> Perbedaan Persepsi

"Piye kabare? Enak jamanku, to?", Kalimat bernada sindiran itu mungkin cukup sering kita temui di beberapa mural dinding pinggir jalan ataupun di belakang mobil angkutan. Sebuah tulisan yang dilengkapi dengan gambar penguasa order baru, (Alm) Presiden Soeharto.

Bagi sebagian orang, orde baru memang dianggap sebagai zaman yang penuh kekangan, tidak ada kebebasan, dan sebagainya. Sehingga wajar kiranya tatkala Kaharuddin mengutarakan sesuatu yang sebaliknya maka respon negatif pun bermunculan.

Padahal belum tentu juga semua orang menganggap "zamannya Pak harto" adalah lebih buruk daripada era kepemimpinan presiden lain. Terlepas pemahaman itu lahir karena anggapan yang tepat atau tidak.

Bisa jadi Kaharuddin pernah merasakan masa dimana keluarganya meraup banyak kebahagiaan di era kepemimpinan Presiden Soeharto.

<3> Bukan Esensi

Blunder penyataan dari salah seorang petinggi BEM SI hanyalah satu dari sekian hal yang mereka sampaikan atas ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah. Jangan hanya karena satu pernyataan yang dinilai kurang relevan lantas pemikiran yang lain dianggap salah.

Esensi yang ingin disampaikan dalam aksi demo mahasiswa bukanlah mengenai sejarah orde baru yang sejahtera atau tidak, yang diliputi kebebasan atau tidak, melainkan terhadap kebijakan pemerintah sekarang yang dinilai belakangan ini.

Minyak goreng langka, wacana masa jabatan tiga periode, BBM naik, dan sebagainya. Iklim demokrasi kita rasanya menjadi kurang bersahabat di era media sosial seperti sekarang ini. Dimana setitik kesalahan bisa langsung menghapus sebelangga niatan baik.

Jika terus berlaku seperti itu maka jangan kaget jika suatu saat nanti tidak akan ada lagi orang-orang yang memberanikan dirinya untuk berjuang atas nama orang banyak

Kaharuddin dan BEM SI memang masih harus banyak belajar, pemerintah juga demikian harus banyak belajar mendengarkan esensi bukan narasi. Kita pun harus bertindak serupa bahwa adakalanya maksud dan penyampaian dari orang lain tidak terdengar seperti yang seharusnya.

Jika kita memang belum bisa memposisikan diri sebagai pihak pengevaluasi kebijakan seperti halnya yang coba dilakukan oleh para mahasiswa itu, maka akan jauh lebih baik bagi kita untuk menjauhi peran sebagai pem-bully.

Salam hangat,

Agil S Habib

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun