"Piye kabare? Enak jamanku, to?", Kalimat bernada sindiran itu mungkin cukup sering kita temui di beberapa mural dinding pinggir jalan ataupun di belakang mobil angkutan. Sebuah tulisan yang dilengkapi dengan gambar penguasa order baru, (Alm) Presiden Soeharto.
Bagi sebagian orang, orde baru memang dianggap sebagai zaman yang penuh kekangan, tidak ada kebebasan, dan sebagainya. Sehingga wajar kiranya tatkala Kaharuddin mengutarakan sesuatu yang sebaliknya maka respon negatif pun bermunculan.
Padahal belum tentu juga semua orang menganggap "zamannya Pak harto" adalah lebih buruk daripada era kepemimpinan presiden lain. Terlepas pemahaman itu lahir karena anggapan yang tepat atau tidak.
Bisa jadi Kaharuddin pernah merasakan masa dimana keluarganya meraup banyak kebahagiaan di era kepemimpinan Presiden Soeharto.
<3> Bukan Esensi
Blunder penyataan dari salah seorang petinggi BEM SI hanyalah satu dari sekian hal yang mereka sampaikan atas ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah. Jangan hanya karena satu pernyataan yang dinilai kurang relevan lantas pemikiran yang lain dianggap salah.
Esensi yang ingin disampaikan dalam aksi demo mahasiswa bukanlah mengenai sejarah orde baru yang sejahtera atau tidak, yang diliputi kebebasan atau tidak, melainkan terhadap kebijakan pemerintah sekarang yang dinilai belakangan ini.
Minyak goreng langka, wacana masa jabatan tiga periode, BBM naik, dan sebagainya. Iklim demokrasi kita rasanya menjadi kurang bersahabat di era media sosial seperti sekarang ini. Dimana setitik kesalahan bisa langsung menghapus sebelangga niatan baik.
Jika terus berlaku seperti itu maka jangan kaget jika suatu saat nanti tidak akan ada lagi orang-orang yang memberanikan dirinya untuk berjuang atas nama orang banyak
Kaharuddin dan BEM SI memang masih harus banyak belajar, pemerintah juga demikian harus banyak belajar mendengarkan esensi bukan narasi. Kita pun harus bertindak serupa bahwa adakalanya maksud dan penyampaian dari orang lain tidak terdengar seperti yang seharusnya.
Jika kita memang belum bisa memposisikan diri sebagai pihak pengevaluasi kebijakan seperti halnya yang coba dilakukan oleh para mahasiswa itu, maka akan jauh lebih baik bagi kita untuk menjauhi peran sebagai pem-bully.