Kabar kenaikan upah minimum yang "cuma 1.09 persen" baru-baru ini sudah langsung memantik perdebatan di ruang publik. Kaum buruh menjadi pihak yang paling lantang menentang hal ini karena dinilai kurang layak untuk mengapresiasi profesi mereka yang berjasa dalam menunaikan tugas-tugas operasional perusahaan.
Dalih terkait kondisi ekonomi yang masih baru saja menemukan titik terang seiring pandemi COVID-19 berkepanjangan sepertinya tidak terlalu digubris atau bahkan diabaikan sama sekali. Sebagian orang tidak mau tahu dengan semua situasi tersebut karena yang diinginkan adalah kenaikan upah yang jauh lebih besar daripada apa yang sudah diputuskan beberapa waktu belakangan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa besaran gaji merupakan penyokong terbesar motivasi kerja para pekerja. Gaji atau fasilitas lain yang mumpuni akan membuat seseorang betah menunaikan tugasnya. Sebaliknya, nilai yang relatif kecil dianggap kurang sepadan dengan rentetan kebutuhan hidup yang menghadang. Meski sejatinya hal itu tetap jauh lebih baik ketimbang apa yang diterima oleh para pengangguran.
Seringkali topik mengenai kenaikan upah minimum jauh lebih nyaman diperbincangkan ketimbang mengulas sisi lain dari keberadaan pekerja di suatu industri atau unit usaha. Idealnya setiap kali terjadi kenaikan gaji maka itu juga berarti kenaikan performa kerja.
Pertanyaanya sekarang, mengapa hanya urusan upah minimum saja yang ramai diperbincangkan? Hal ini memantik "kecurigaan" bahwa yang menciptakan rasa nyaman dan motivasi kerja para karyawan hanyalah dari segi gajinya saja. Sementara hal-hal lain diluar itu dianggap tidak memiliki kontribusi samasekali.
Entah ini karena para pekerja yang menganggap tempat kerjanya tidak memberikan apresiasi selain daripada gaji ataukah memang dari sisi pemilik usaha yang kurang memperhatikan aspek lain yang bisa menghadirkan perasaan puas bagi para pekerjanya.
Apakah para pekerja sudah dibekali keterampilan lain selain dari skill untuk tugas utamanya? Misalnya para pekerja di bidang kebersihan, seharusnya mereka juga diberikan kesempatan untuk membekali dirinya dengan wawasan lain seperti komunikasi, komputer, dan sebagainya.
Develop skill pada pekerja hendaknya tidak dilakukan secara tebang pilih terhadap orang-orang dengan level jabatan tertentu saja. Karena melalui cara inilah akan tercipta cara pandang baru bahwa mengapresiasi profesi pekerja itu adalah lebih dari sekadar memberikan gaji atau fasilitas ekonomis semata.
Bukan tidak mungkin benefit diluar gaji, tunjangan, atau sesuatu yang sejenis dengannya inilah yang tidak pernah dirasakan keberadaannya oleh para pekerja. Sehingga pada akhirnya mereka hanya bisa menuntut kenaikan gaji lagi dan lagi.
Rasa-rasanya seorang pekerja yang memiliki keterampilan tambahan diluar fungsi tugasnya sebagai pekerja dan mampu mendapatkan keuntungan yang memadai darinya akan berkurang kecenderungannya untuk meminta gaji lebih. Karena ia tidak hanya menggantungkan pendapatannya dari sana.