Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Andai Instansi Pelayanan Publik Memiliki Kompetitor

25 September 2021   10:49 Diperbarui: 26 September 2021   09:14 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala hal khususnya perihal urusan administrasi yang menyangkut kepentingan warga negara pada umumnya dikelola secara khusus oleh suatu lembaga atau institusi publik tertentu dengan fokus jenis pelayanannya masing-masing.

Apabila ingin mengurus SKCK dan pembuatan SIM maka harus dengan kepolisian. Demikian halnya saat membuat data kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), hingga Akte Kelahiran mesti berurusan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Urusan pajak harus dengan dinas pajak.

Instansi tersebut pada umumnya bertindak "seorang diri" dalam menjalankan fungsi kerjanya. Tidak ada instansi pesaing yang bertindak sebagai kompetitor dalam perlombaan memberikan pelayanan terbaik seperti halnya korporasi bisnis layaknya bank, dan sebagainya.

Mungkin bisa dibilang ada kesan praktik "monopoli" dalam hal ini. Publik atau warga masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan dari "jasa" yang diberikan oleh segenap instansi tersebut tidak memiliki opsi lain untuk mendapatkan layanan serupa. Mau tidak mau harus ke satu jenis instansi tersebut saja. Tidak bisa ke yang lain.

Kita tidak bisa mengurus data kependudukan pada gerai-gerai ritel Alfamart. Tidak juga dengan mendatangi kantor bank seperti BCA, Mandiri, BNI, dan sebagainya. Hal itu hanya bisa kita lakukan dengan mendatangi kantor Dukcapil setempat dimana kita tinggal. Hanya itu pilihannya.

Disatu sisi, hal ini memang sudah menjadi "mandat" yang tidak boleh diemban oleh sembarangan instansi, institusi, ataupun korporasi. Mengingat hal itu sudah menjadi ranah paling mendasar sebagai penduduk suatu negara. Sehingga sangatlah wajar apabila hanya ada satu instansi pemerintah saja yang bertugas mengurusinya.

Tapi disisi lain ada celah yang menyebabkan pelayanan menjadi kurang maksimal di beberapa tempat tertentu. Mungkin pelayanan yang diberikan tidak terlalu ramah, terkesan semaunya sendiri, dan jauh dari upaya untuk menciptakan customer satisfaction. 

Bagaimanapun juga, ketiadaan kompetitor untuk mengusung suatu jenis layanan tertentu menyebabkan ketiadaan iklim kompetisi yang pada akhirnya mereduksi effort untuk menjadi yang terbaik di bidangnya.

Peran Keberadaan Pesaing

Kita semua mungkin sudah familiar dengan keberadaan retail modern seperti Alfamart dan Indomart. Di mana ada Alfamart maka hampir bisa dipastikan tidak jauh darinya juga akan ada Indomart yang "menemani". Mirip halnya dengan eksistensi Coca-cola yang hampir selalu "berdampingan" dengan Pepsi Cola.

Cola-cola bisa menjadi entitas bisnis yang sedemikian besar seperti sekarang mungkin disebabkan oleh pengelolaannya yang profesional, inovatif, dan lain sebagainya. 

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa mereka bisa menjadi seperti sekarang juga berkat adanya Pepsi Cola yang mampu menjadi pesaing sangat kuat bagi mereka. Begitupun sebaliknya dari sisi Pepsi Cola.

Kompetitor yang berkualitas mau tidak mau mengharuskan kita untuk berusaha menyamai atau bahkan melebihi mereka. Hal ini juga sekaligus "merangsang" suatu entitas tertentu untuk mempertahankan prestise beserta kehormatan diri mereka agar jangan sampai tertutup oleh kilau pencapaian milik orang lain.

Kompetisi antara Coca-cola dan Pepsi Cola barangkali hanyalah satu dari sekian banyak kisah persaingan bisnis yang menjadikan kedua belah pihak semakin bertumbuh besar satu sama lain seiring berjalannya waktu. Semakin banyak yang terlibat dalam persaingan maka akan semakin bertambah stimulus untuk menjadikan diri semakin lebih baik.

Kompetisi melahirkan iklim persaingan yang komeptitif sehingga masing-masing dari mereka yang terlibat akan terpacu untuk memperbaiki dirinya. Memberikan produk berkualitas terbaik. Memberikan layanan terbaik. Memberikan seyuman termanis.

Bukan Layanan Egois

Andaikan kita adalah seorang nasabah bank. Tatkala memanfaatkan produk layanan dari suatu jenis bank tertentu sementara kualitas pelayanannya buruk sekali, sambutan pegawainya jauh dari kata ramah, dan tidak ada kepedulian untuk memberikan respon yang positif terhadap nasabah maka satu hal yang kemungkinan besar akan kita lakukan adalah berpindah ke bank lain.

Ilustri pelyanan publik semestinya mengutamakan kepuasan pengguna layanan | Sumber gambar: news.detik.com / PTPS
Ilustri pelyanan publik semestinya mengutamakan kepuasan pengguna layanan | Sumber gambar: news.detik.com / PTPS

Saat menggunakan satu jenis provider kartu tertentu ternyata banyak sekali paket internet yang mengecewakan maka apa yang selanjutnya kita perbuat? Beralih menggunakan kartu dari provider yang lain.

Untuk beberapa jenis pelayanan atau produk tertentu memang dengan mudah bisa kita lakukan. Kita bisa kapan saja berpindah dan mencari alternatif pilihan pelayanan yang lebih baik.

Namun, bagaimana jika kekecewaan itu terjadi pada pelayanan publik seperti saat mengurus keperluan pembuatan KK, KTP, SKCK, dan beragam pelayanan publik lain dari instansi pemerintah? Kekecewaan yang diterima tidaklah bisa diobati dengan beralih atau berganti ke instansi yang lain. Karena hanya itulah satu-satunya tempat yang ada.

Dalam beberapa kesempatan saya pribadi pernah mengalami situasi yang demikian. Tidak puas dengan kualitas pelayanan dari lembaga publik tertentu yang bertugas mengurusi data keperluan warga negara. Tapi apadaya pilihan untuk mendapatkan layanan yang lebih baik tidak ada lagi. Sehingga meski ada kekecewaan yang dirasakan maka hal itu tetap harus kita terima karena kita yang sedang butuh.

Saat ada prosedur pelayanan yang tidak jelas sementara diantara kita ada yang tidak tahu apa-apa harus menerima konsekeuensi tertolak dilayani maka hal itu tentu terasa sangat menyebalkan. Terlebih ketika urusan tersebut harus dilakukan dengan mengantre panjang dan kita sudah begitu lama menunggu waktu antrian tersebut.

Hanya karena ketidaksempurnaan kita dalam mempersiapkan beberapa berkas bukan berarti hal itu menjadikan kita pantas untuk tidak diberikan pelayanan yang terbaik. Setidaknya usaha seseorang untuk mendatangi tempat tersebut haruslah membuahkan hasil yang tidak mengecewakan.

Maka tidak mengherankan apabila beberapa orang memilih untuk adu mulut asalkan kepentingannya bisa dituntaskan daripada mendapatkan pelayanan yang tidak diharapkan. 

Pada kondisi yang lain ada juga yang lebih memilih untuk menggunakan jasa pihak ketiga alias calo agar urusannya dengan lembaga publik bisa diselesaikan tanpa perlu menghadapi risiko pelayanan yang bisa jadi mengecewakan tersebut.

Mungkin saja instansi pelayanan publik perlu merasakan iklim kompetisi agar mereka tidak merasa jumawa dengan tugas dan fungsi yang diembannya. Bahwa mereka pun sebenarnya memiliki keharusan untuk memberikan pelayanan terbaik, tutur kata tersopan, dan senyuman termanis kepada setiap orang yang hendak menggunakan jasanya.

Bagaimanapun juga ada kontribusi uang rakyat yang dipakai untuk menggaji para  pegawai instansi layanan publik. Dan hal itu sudah sepatutnya dibalas dengan itikad baik melalui layanan yang berkelas. Bukan layanan yang egois.

Salam hangat,

Ash

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun