jobdesc sebenarnya merupakan perkara yang lumrah. Seseorang dimutasi atau dipindahtugaskan untuk mengerjakan jenis pekerjaan lain yang berbeda dari sebelumnya juga wajar terjadi. Karena bagaimanapun juga sebagai profesional tentu harus siap sedia tatkala tempat kerja yang menggajinya membutuhkan yang bersangkutan untuk menempati posisi baru tersebut.
Melakukan pergantian tugas pekerjaan atauHanya saja perpindahan itu adakalanya tidak semudah yang terlihat. Mungkin dari karyawan bersangkutan merasa tidak nyaman terhadap pekerjaan barunya tersebut, tidak cocok dengan suasana baru, atau bahkan menolak untuk dipindahtugaskan.
Selain itu, dari karyawan yang sedianya akan digantikan posisinya oleh orang lain pun mungkin saja bersikap serupa. Berlaku defensif, tidak bersahabat dengan rekan kerja calon penggantinya, atau bisa jadi sampai memusuhi yang bersangkutan.
Kalaupun orang-orang yang ditugaskan untuk mengajari orang baru tersebut sudah mendapatkan perintah langsung dari atasan, tidak menutup kemungkinan mereka akan melakukan "pemberontakan" secara frontal ataupun secara halus.
Pembereontakan frontal misalnya dilakukan dengan membantah atau menolak langsung instruksi atasan. Namun hal ini tentu berisiko membuat yang bersangkutan menerima teguran atau bahkan sanksi. Sehingga kebanyakan dari mereka akan memiliki pemberontakan secara halus.
Yang mana hal ini dilakukan seperti menunda-nunda waktu untuk mengajari rekan kerja calon pengganti. Alasannya mungkin sibuk lah, tidak mood lah, sedang malas lah, dan lain-lain. Pada intinya upaya tersebut merupakan bentuk ketidaksetujuan akan keberaadan rekan tersebut yang dianggap berpotensi mengusik posisi pekerjaannya.
Mengajari orang baru kemampuan atau keterampilan pekerjaan yang kita miliki seringkali ditafsirkan bahwa kita akan "dibuang", ditendang, diabaikan. Sehingga mengajari orang lain keterampilan pekerjaan kita layaknya sebuah tindakan "bunuh diri" sekaligus seperti tindakan pasrah menyerah terhadap keputusan yang sebenarnya tidak kita inginkan.
Meskipun maksud dari perintah atasan untuk mengajari suatu pekerjaan tersebut bisa jadi karena hal lain yang sama sekali tidak bermaksud menyingkirkan siapapun.Â
Tapi paradigma yang kadung dipahami oleh umumnya pekerja adalah ketika ada orang lain yang mempelajari fungsi tugas mereka dengan segala keterampilan pendukungnya, maka hal itu merupakan langkah awal dari upaya menyingkirkan kita dari sana.
Hal ini pada satu sisi memang bisa dimaklumi mengingat siapa yang rela pekerjaannya diambil alih orang lain. Akan tetapi, kondisi semacam ini sebenarnya juga merupakan suatu ancaman terhadap kondusivitas kerja.Â
Ketika ada salah seorang yang merasa pekerjaannya terancam oleh rekan kerjanya yang lain, maka ini merupakan indikasi rendahnya sinergi segenap elemen yang ada di tempat kerja tersebut.
Hindari Ketakutan
Merasakan posisi pekerjaan terancam tentunya bukan merupakan sesuatu yang nyaman untuk dirasa. Hal itu mesti sesegera mungkin ditanggulangi. Bukan dengan cara membenci orang lain yang "dicurigai" akan menyerobot posisinya, melainkan dengan terus mengasah diri dengan keterampilan yang lebih kompleks.
Menambah perbendaharaan keterampilan adalah salah satu cara terbaik untuk "melawan" ancaman terhadap posisi kita di suatu pekerjaan. Khususnya keterampilan pendukung yang tidak menyangkut teknis sebuah pekerjaan.
Terkadang kita sering salah persepsi sehingga mengambil tindakan yang tidak tepat. Menolak mengajari rekan kerja padahal itu menyangkut aspek teknis pekerjaan atau berhubungan langsung dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) ataupun Instruksi Kerja (IK).
Hal ini tidak semestinya terjadi karena SOP dan IK memang sudah menjadi mandat dari tempat kerja kepada orang-orang yang bertugas disana. Dalam hal menunjang terlaksananya SOP dan IK itu ada beberapa keterampilan pendukung yang memang mesti dikuasai oleh seseorang. Keterampilan inilah yang membedakan satu orang dengan orang yang lain.
Ketakutan mengajari rekan kerja hanya karena takut posisi kita direbut sepertinya kurang tepat dilakukan. Karena jikalau kita memang memiliki performa kerja yang lebih baik pastinya hal itu sudah menjadi cukup alasan untuk tetap mempertahankan kita pada posisi. Terkecuali kita memang bermasalah.
Disingkirkan dengan alasan performa kerja sejatinya tergantung pada diri kita masing-masing. Baik tidaknya yang kita kerjakan semestinya berada dalam kendali kita, bukan orang lain.
Kalaupun pada akhirnya kita dipinggrikan karena alasan non teknis yang tidak ada sangkut pautnya langsung dengan performa kerja kita maka kita hanya perlu meyakini satu hal. Bahwa mutiara biarpun dipinggirkan dan terbuang diantara lumpur tetap akan menjadi mutiara.
Ia hanya menunggu waktu untuk mendapatkan apresiasi yang semestinya.
Salam hangat,
Ash
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H