Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Cara Kerja "Prod Plan" Mengerek Profitabilitas Bisnis

6 September 2021   10:10 Diperbarui: 7 September 2021   07:51 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intisari beroperasinya suatu unit bisnis hampir tidak bisa dipisahkan dari satu hal yang bernama profit. Sebuah usaha dijalankan dengan tujuan mendapatkan margin keuntungan darinya. 

Suatu organisasi bisnis dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mengeruk sebanyak mungkin keuntungan. Bisnis yang berjalan tanpa adanya keuntungan barangkali lebih baik diberhentikan saja.

Mungkin bisa dikatakan bahwa keuntungan merupakan orientasi utama sebuah bisnis. Segala bentuk tatanan manajerial dimaksudkan untuk mewujudkan hal itu. Demikian juga perekrutan talenta pekerja terbaik juga ditujukan sebagai penunjang perwujudkan orientasi utama tadi. Begitupun dengan penggunaan metode hingga alat bantu (tools) terbaik juga untuk mendukung upaya tersebut.

Prinsip mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin pada dasarnya dapat diraih dengan dua cara. Pertama, dengan cara menaikkan harga juga produk yang ada. Sehingga selisih antara ongkos produksi dengan nilai jual turut meningkat. Selisih itulah yang nantinya bisa diambil sebagai keuntungan.

Kedua, dengan cara mereduksi ongkos produksi sementara harga jualnya tetap. Seiring hal itu maka selisih pun akan membesar yang pada akhirnya menjadikan margin keuntungannya pun meningkat.

Namun, cara pertama sangatlah berisiko. Terlebih untuk produk-produk yang memiliki iklim kompetisi cukup ketat. Karena sekali menaikkan harga sementara kompetitor lain tidak menempuh jalan serupa maka produk kita pun akan ditinggalkan oleh konsumen. Sekalipun misalnya produksi kita terkategori unik dan spesial, menaikkan harga diluar batas akan berimbas pada menurunnya kepercayaan konsumen.

Sehingga opsi terbaik untuk mengerek semaksimal mungkin keuntungan adalah dengan cara mereduksi ongkos produksinya agar supaya margin keuntungan yang didapat meningkat. 

Dalam rangka mengupayakan hal ini jalan yang ditempuh bisa beraneka ragam. Termasuk halnya dengan mengutak-atik perencanaan produksi atau Production Planning (Prod Plan) sehingga menjadikan operasional produksi berjalan dengan lebih efektif dan efisien.

Perencana produksi berkontribusi penting terhadap profitabilitas bisnis | Sumber gambar : erpnext.com
Perencana produksi berkontribusi penting terhadap profitabilitas bisnis | Sumber gambar : erpnext.com

Bagaimana "Prod Plan" Bekerja?

Perencanaan produksi atau prod plan ada karena urgensi untuk melakukan pengelolaan produksi yang memiliki kompleksitas cukup tinggi. Bagaimanapun juga, sebuah proses produksi berjalan karena adanya keterlibatan beberapa rantai informasi, instruksi, kepentingan, target, dan sejenisnya. 

Semua hal itu disyaratkan untuk saling "memahami" satu sama lain sehingga didapatkan titik pelaksanaan paling optimal dari semuanya. Dimana kepentingan satu pihak haruslah tidak sampai merugikan kepentingan pihak yang lain.

Pro Plan diharapkan menemukan titik temu terbaik (tradeoff) dari semuanya agar semua kepentingan terakomodasi secara optimal. Dengan demikian hal itu akan menempatkan kepentingan organisasi sebagai yang paling utama.

Keberadaan prod plan memungkinkan beberapa potensi waste untuk diminimalisir. Hal-hal seperti waktu tunggu tanpa adanya nilai tambah (waiting), kelebihan jumlah produksi (over production), dan lain-lain akan mampu direduksi apabila "tata letak" perencanaan produksinya dilakukan secara tepat.

Terkadang ada beberapa item yang perlu dijalankan berurutan dengan beberapa item lain. Dilakukan pengelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu yang dimiliki oleh suatu produk. Mungkin secara dimensi, ukuran, berat, dan sejenisnya. Sehingga dengan pengelompokan tersebut maka jeda waktu setiap pergantian produksi antar item menjadi lebih cepat.

Di dunia industri, penghematan waktu satu detik saja bisa sangat berharga. Terlebih ketika hal itu terjadi di perusahaan-perusahaan berskala besar dengan tingkat operasi hampir 24 jam sehari, tujuh dari seminggu. 

Bagi industri yang masih berskala sedang sampai kecil, upaya ini merupakan bentuk pembiasaan yang baik dalam rangka menciptakan budaya produktif yang mampu mengerek profitabilitas.

Ambil contoh ada 6 jenis item produk dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain misalnya produk SS1, SS2, SS3, SS4, SS5, dan SS6. SS1 memiliki kesamaan terbanyak dengan SS4. Sementara SS2 relatif sama prosesnya dengan SS5. Dan SS3 lebih banyak kesamaan dengan SS6.

SS2 secara dimensi produk sangat jauh berbeda dengan SS4, sehingga akan butuh waktu lama untuk menyiapkan lini produksi saat pergantian item tersebut dibandingkan saat mengganti dari SS2 ke SS6. 

Pergantian item dari SS3 ke SS5 butuh waktu lebih singkat ketimbang saat diganti ke SS1. Dengan demikian prod plan haruslah dibuat untuk mengakomodasi dari setiap change over item-item tersebut dengan durasi waktu penyiapan yang paling singkat.

Sehingga urutan pengerjaannya pun akan menjadi SS1, SS4, SS3, SS6, SS2, SS4. Atau dibuatkan semacam klasifikasi dimana SS1 dan SS4 adalah kelompok A, SS3 dan SS6 adalah kelompok B, serta SS2 dan SS4 merupakan kelompok C. 

Pengaturan perencanaan produksi hendaknya mengkuti ritme dari kelompok A ganti ke kelompok B, dari kelompok B ke kelompok C, dan dari kelompok C ke kelompok A.

Prod plan yang dibuat akan semakin kompleks tergantung pada berapa banyak item yang perlu dikelola oleh seorang planner. Agar supaya pengaturan prod plan bisa berjalan optimal maka setiap karakteristik penting dari suatu proses perlu untuk diketahui agar tidak sampai salah menempatkan urutan produksi. 

Jika hal tersebut sampai terjadi maka akan berimbas pada molornya waktu produksi. Dari yang seharusnya tuntas sebelum deadline menjadi terlewat batas waktu tersebut.

Jika dikatakan bahwa waktu adalah uang maka kita harus melihat berapa banyak sumber daya terbuang saat suatu pengerjaan molor dari deadline. Ada berapa biaya listrik yang harus diganti, dan lain-lain. 

Sepintas, seorang planner memang "hanya" mengelola urutan produksi saja. Padahal konsekuensi yang ditimbulkannya bisa sangat besar dalam hal profitabilitas sebuah bisnis.

Salam hangat,

Ash

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun